BUDAYAKAN
PERILAKU HIDUP BERSIH DI SEKOLAH KITA
Oleh: Nanang M. Safa'
Sekilas memang tidak ada
yang istimewa dari judul di atas. Sudah terlalu biasa. Tidak ada yang baru sama
sekali. Namun justru karena dianggap biasa itulah seringkali kita
mengabaikannya. Banyak slogan terpampang di berbagai tempat dan media, semisal
“Bersih itu indah”, “Kebersihan sebagian dari iman”, “Kebersihan pangkal
kesehatan”, dan slogan-slogan sejenis lainnya, masih banyak. Bukankah itupun
kita anggap tulisan tanpa makna. Padahal dari slogan itulah kita akan dapat
menciptakan banyak manfaat bagi hidup kita: keimanan akan menjadi lebih baik,
kesehatan akan menjadi lebih terjaga, keindahan akan lebih terpancar,
kenyamanan juga akan semakin bisa dirasakan. Coba siapa yang tidak butuh semua
itu?
Budaya hidup bersih
sebenarnya telah ditanamkan sejak kecil pada diri kita. Cuci tangan, gosok
gigi, keramas dan mandi, cuci piring, cuci baju, menyapu, semua itu adalah hal
yang biasa kita lakukan sehari-hari. Ringan saja kita melakukannya karena
memang telah terbiasa. Tanpa disuruhpun bagi kita yang telah terbiasa
melakukannya tetap akan kita lakukan. Tak perlu ada perintah apalagi teriakan,
tak perlu ada sanksi apalagi hukuman. Jika sekali waktu tidak melakukannya
karena lupa, maka kita cuma butuh diingatkan. Itulah yang disebut perilaku yang
membudaya.
Beda halnya dengan
mereka yang memang belum memiliki kebiasaan hidup bersih. Untuk sekedar
membuang sampah di tempatnya saja harus diingatkan berkali-kali. Untuk sekedar tidak
menaruh sampah di laci meja saja harus menunggu instruksi. Apa sich
sebenarnya yang membedakan perilaku ini? Muaranya hanya satu, RENDAHNYA
KESADARAN.
Sampah (Bukan) Biang Masalah
“SAMPAH”, satu kata dengan sejuta
masalah. Mendengar orang menyebut kata sampah sudah jelas mengandung konotasi
negatif. Sampah lazim juga disebut kotoran atau sesuatu yang menjijikkan,
sarang penyakit atau sumber mala petaka. Biarpun dari sebagian sampah masih
bisa dimanfaatkan dengan cara didaur ulang, namun toch 90 % sampah tetap
menjadi biang masalah. Kerusuhan bisa berawal dari sampah. Banjir yang
menggenangi sebagian besar wilayah kota juga bermula dari sampah yang tidak
tertangani dengan baik. Sekian juta pasien yang memenuhi rumah sakit juga
disebabkan sampah. Bau tak sedap, lingkungan kumuh, selokan mampat, semua
karena sampah. Bahkan sampah juga berdampak besar bagi otak manusia, karena
oksigen yang berupa O2 yang kita hirup melalui paru–paru sebagian besar
berfungsi untuk memperlancar peredaran darah melalui saraf otak manusia. Nah,
jika oksigen telah tercemari oleh bau sampah yang menyengat, tahu sendiri khan
akibatnya untuk otak kita. Karena bau sampah bukan sekedar bau tapi bau yang
mengandung beribu bahkan berjuta bibit penyakit. Makanya orang selalu saja menganggap
sampah sebagai biang masalah.
Apa memang demikian ya?
Kalau kita mau jujur, sebenarnya sampah
hanyalah jadi kambing hitam alias sasaran kesalahan. Tentu sebagai obyek, ia
tidak akan berdaya berbuat apa-apa. Semua tergantung pada subyek yang memperlakukannya.
Kita manusialah yang bertanggung jawab penuh terhadap kebersihan dan
kelestarian lingkungan hidup di sekitar kita. Jika kita memperlakukan sampah
dengan baik maka sampah tidak akan menjadi biang masalah. Namun kebanyakan dari
kita lebih suka mengambil enaknya saja, yaitu dengan lagi-lagi menyalahkan
sampah sebagai biang masalah. Manusia memang cenderung mencari pembenaran
dengan menjadikan benda mati sebagai biang kesalahan.
Bagaimana dengan Sekolah Kita?
Sebenarnya kita juga sudah melakukan banyak
hal positif di sekolah kita untuk meminimalisir dampak negatif sampah bagi
kesehatan. Namun sayangnya ada saja sebagian kecil dari warga sekolah yang
selalu melakukan hal-hal yang kontra produktif, semisal mencerai-beraikan
sampah yang sudah ada di tempat sampah. Belum lagi ada yang menjadikan laci
meja di kelas sebagai bank sampah. Sungguh hal yang kontra produktif khan?
Jika kesadaran sebagian kita masih
serendah itu, lalu kapan lingkungan sekolah kita ini bersih? Padahal di setiap
depan kelas sudah disediakan tempat sampah, spanduk berisi himbauan “Stop!
Jangan buang sampah sembarangan!” juga sudah terpasang di beberapa tempat.
Jadwal piket harian juga sudah tersusun di tiap kelas. Setiap hari bapak/ibu
guru juga tak bosan-bosan mengingatkan untuk selalu menjaga kebersihan. Padahal
Islam secara jelas dan tegas juga menyatakan: “Kebersihan sebagian dari iman”.
Lalu apa lagi yang kurang? Ataukah perlu diterapkan SANKSI BERAT atau dikenakan
DENDA bagi siapa saja yang membuang sampah sembarangan? Sungguh sebuah ironi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...