PENDIDIKAN - REMAJA - KELUARGA: pendidikan dan masyarakat

17/07/2012

pendidikan dan masyarakat



PENDIDIKAN DAN MASYARAKAT

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan bertalian dengan trasmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda. Kelakuan manusia pada hakikatnya hampir seluruhnya bersifat sosial, yakni dipelajari dalam interaksi dengan manusia lainnya. Hampir semua yang kita pelajari merupakan hasil hubungan kita dengan orang lain di rumah, di sekolah, di tempat bermain, di pekerjaan dan sebagainya.
Dalam pengertian ini pendidikan dimulai dengan interaksi pertama individu itu dengan anggota masyarakat lainnya. Dalam masyarakat primitif tidak ada pendidikan formal yang tersendiri. Setiap anak harus belajar dari lingkungan sosialnya dan harus menguasai sejumlah kekuatan yang dibutuhkan pada saatnya tanpa adanya guru tertentu yang bertanggung jawab atas kelakuannya. Juga dalam masyarakat yang maju kebanyakan kebiasaan dan pola kelakuan yang pokok dalam kebudayaan dipelajari melalui proses pendidikan atau sosialisasi informal. Bahasa, kebiasaan makan, dan kepribadian fundamental sebagian besar diperoleh melalui pendidikan tak formal.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka untuk memudahkan pembahasan, kami buat rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Apakah pengertian dari masyarakat?
2.    Bagaimanakahproses terbentuknya masyarakat?
3.    Bagaimanakah hubungan antara pendidikan dengan masyarakat?



C.    Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah agar mahasiswa/pembaca tahu tentang:
1.      Pengertian masyarakat.
2.      Proses terbentuknyamasyarakat.
3.      Hubungan antara pendidikan dengan masyarakat.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Masyarakat
Istilah “masyarakat” kerap dipadankan dengan istilah “sosial”. Istilah “masyarakat” sendiri pada mulanya berasal dari kata syarikat dalam bahasa Arab, kemudian mengalami proses kebahasaan sedemikian rupa sehingga dalam bahasa Indonesia menjadi kata “serikat” yang kurang-lebih berarti “kumpulan” atau “kelompok yang saling berhubungan”.1 Sedang, istilah “sosial” berasal dari bahasa Latin, socius yang berarti “kawan”.2 Sehingga bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Mereka mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan identitas.
Banyak para ahli telah memberikan pengertian tentang masyarakat. Smith, Stanley dan Shores mendefinisikan masyarakat sebagai suatu kelompok individu-individu yang terorganisasi serta berfikir tentatang diri mereka sendiri sebagai suatu kelompok yang berbeda.3
Znaniecki menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang meliputi unit biofisik para individu yang bertempat tinggal pada suatu daerah geografis tertentu selama periiode waktu tertentu dari suatu generasi. Dalam sosiology suatu masyarakat dibentuk hanya dalam kesejajaran kedudukan yang diterapkan dalam suatu organisasi.4
Jika kita bandingkan dua pendapat tersebut di atas tampak bahwa pendapat Znaniecki tersebut memunculkan unsur baru dalam pengertian masyarakat yaitu masyarakat itu suatu kelompok yang telah bertempat tinggal pada suatu daerah tertentu dalam lingkungan geografis tertentu dan kelompok itu merupakan suatu sistem biofisik. Oleh karena itu masyarakat bukanlah kelompok yang berkumpul secara mekanis akan tetapi berkumpul secara sistemik. Manusia yang satu dengan yang lain saling memberi, manusia dengan lingkungannya selain menerima dan saling memberi. Konsep ini dipengaruhi oleh konsep pandangan ekologis terhadap satwa sekalian alam.
Alvin L. Bertrand (1980) mendefinisikan masyarakat sebagai suatu kelompok yang sama identifikasinya, teratur sedemikian rupa di dalam menjalankan segala sesuatu yang diperlukan bagi hidup bersama secara harmonis. Lebih lanjut Bertrand menyebutkan tiga ciri masyarakat; Pertama pada masyarakat mesti terdapat sekumpulan individu yang jumlahnya cukup besar. Kedua individu-individu tersebut harus mempunyai hubungan yang melahirkan kerjasama diantara mereka, minimal pada suatu tingkatan interaksi. Ketiga hubungan individu-individu sedikit banyak harus permanen sifatnya.5
Dari beberapa pengertian di atas ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu bahwa masyarakat itu kelompok yang terorganisasi dan masyarakat itu suatu kelompok yang berpikir tentang dirinya sendiri yang berbeda dengan kelompok yang lain. Oleh karena itu orang yang berjalan bersama-sama atau duduk bersama-sama yang tidak terorganisasi bukanlah masyarakat. Kelompok yang tidak berpikir tentang kelompoknya sebagai suatu kelompok bukanlah masyarakat. Oleh karena itu kelompok burung yang terbang bersama dan semut yang berbaris rapi bukanlah masyarakat dalam arti yang sebenarnya sebab mereka berkelompok hanya berdasarkan naluri saja.

B.     Proses Terbentuknya Masyarakat
Proses terbentuknya suatu masyarakat biasanya berlangsung tanpa disadari yang diikuti oleh hampir sebagian besar anggota masyarakat. Dorongan manusia untuk bermasyarakat antara lain:
1.    Pemenuhan kebutuhan dasar biologis, seperti papan (tempat tinggal), sandang, dan pangan yang penyelenggaraannya akan lebih mudah dilaksanakan dengan kerja sama dari pada usaha perorangan.
2.    Kemungkinan untuk bersatu dengan manusia lain (bermasyarakat).
3.    Keinginan untuk bersatu dengan lingkungan hidupnya.
4.    Dengan memasyarakat kemungkinan untuk mempertahankan diri dalam menghadapi kekuatan alam, binatang dan kelompok lain lebih besar.
5.    Secara naluriah manusia mengembangkan keturunan melalui keluarga yang merupakan kesatuan masyarakat yang terkecil.
6.    Manusia mempunyai kecenderungan sosial, yaitu seluruh tingkah laku yang berkembang akibat interaksi sosial atau hubungan antar manusia. Dalam hidup bermasyarakat, kebutuhan dasar kejiwaan ingin tahu, meniru, dihargai, menyatakan rasaharu dan keindahan, serta memuja tertampung dalam hubungan antar manusia, baik antar individu maupun kelompok.
Perdebatan sekitar lahir dan terbentuknya masyarakat telah berlangsung semenjak era Plato. Kala itu, Plato yang berkeyakinan bahwa masyarakat terbentuk secara kodrati, berseberang-pandang dengan kaum sofis yang berargumen bahwa masyarakat merupakan bentukan manusia.6 Dapatlah ditilik, pandangan Plato lebih bersifat metafisik dan mengawang, sedang kaum sofis ilmiah-rasional.Dalam hal ini, kiranya pembahasan mengenai sejarah terbentuknya masyarakat lebih dititikberatkan pada pandangan kaum sofis mengingat sifatnya yang ilmiah-rasional.
Merujuk pada perspektif terbentuknya masyarakat melalui “manusia” (antroposentris), ditemui bahwa pada mulanya individu yang berlainan jenis bertemu satu sama lain, kemudian membentuk keluarga. Lambat laun, entitas keluarga kian berkembang sehingga membentuk “keluarga besar” atau “suku”. Pada tahapan berikutnya, suku kian berkembang dan terbentuklah “wangsa”. Selanjutnya, wangsa-wangsa dengan ciri fisik dan kebudayaan yang sama membentuk “bangsa”. Tahapan termutakhir dari proses tersebut adalah lahirnya “negara-bangsa” sebagaimana kita temui saat ini.7
 Menurut Kimmel and Aronson, masyarakat tidak sekonyong-konyong ada. Masyarakat sengaja diciptakan baik melalui metode bottom-up maupun up-to-bottom. Individu-individu dan lembaga-lembaga di dalam masyarakat saling berinteraksi satu sama lain yang menyebabkan masyarakat juga dikatakan sebagai sekumpulan interaksi sosial yang terstruktur. Terstruktur diartikan bahwa setiap tindakan individu ketika berinteraksi dengan sesamanya tidaklah terjadi bergerak di ruang vakum karena terjadi dalam konteks sosial. Misalnya, interaksi tersebut berlangsung di dalam komunitas keluarga, kelompok keagamaan, hingga negara. Masing-masing konteks membutuhkan perilaku yang spesifik, berbeda-beda. Namun, keseluruhan interaksi tersebut diikat oleh norma serta dimotivasi oleh nilai-nilai yang diakui secara bersama. Kata sosial mengacu pada fakta bahwa tidak ada individu dalam masyarakat yang hidup sendiri. Individu selalu hidup di dalam keluarga, kelompok, dan jaringan. Kata interaksi mengacu pada cara berperilaku disaat berhubungan dengan orang lain. Akhirnya, dapat dikatan bahwa masyarakat diikat melalui struktur sosial. Perilaku hubungan ini berbeda antara masyarakat satu dengan masyarakat lain.8
Sejalan dengan pemahaman masyarakat diatas maka menurut teori sibernetiknya tentang General System Of Action (Ankie M.M.. Hoogvelt : 1985) menjelaskan bahwa suatu masyarakat akan dapat dianalisis dari sudut syarat-syarat fungsionalnya yaitu: Pertama, Fungsi mempertahankan pola (Pettern Maintenance). Fungsi ini berkaitan dengan hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub sistem kebudayaan. Hal itu berarti mempertahankan prinsip-prinsip tertinggi dari masyarakat, oleh kerena diorientasikan realitas yang terakhir; Kedua, Fungsi integrasi mencakup jaminan terhadap koordinasi yang diperlukan antara unit-unit dari suatu sistem sosial, khususnya yang berkaitan dengan kontribusinya pada organisasi dan peranannya dalam keseluruhan sistem; Ketiga, Fungsi pencapaian tujuan (Goal Attaindment) yakni berkaitan dengan hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub sistem aksi kepribadian. Fungsi ini menyangkut penentuan tujuan-tujuan yang sangat penting bagi masyarakat, mobilisasi warga masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut; Keempat, fungsi adaptasiyakni berkenaan dengan hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub sistem organisme perilaku dan dengan dunia fisik organik. Hal ini secara umum menyangkut penyesuaian masyarakat terhadap kondisi-kondisi dari lingkungan hidupnya.9

C.      Hubungan antara Pendidikan dengan Masyarakat
Secara singkat pendidikan merupakan produk dari masyarakat,karena apabila kita sadari arti pendidikan sebagai prosestransmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan danaspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda maka seluruhupaya tersebut sudah dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatanmasyarakat. Hampir segala sesuatu yang kita pelajarimerupakan hasil hubungan kita dengan orang lain baik di rumah,sekolah, tempat permainan, pekerjaan dan sebagainya. Wajar pula apabila segalasesuatu yang kita ketahui adalah hasil hubungantimbal balik yang ternyata sudah sedemikian rupa dibentuk olehmasyarakat kita.Bagi masyarakat sendiri, hakikat pendidikan sangat bermanfaatbagi kelangsungan dan proses kemajuan hidupnya. Agarmasyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya, maka kepadaanggota mudanya harus diteruskan nilai-nilai, pengetahuan, keterampilandan bentuk tata perilaku lainnya yang diharapkan akandimiliki oleh setiap anggota. Setiap masyarakat berupaya meneruskankebudayaannya dengan proses adaptasi tertentu sesuaicorak masing-masing pereode jaman kepada generasi muda melaluipendidikan, secara khusus melalui interaksi sosial. Dengandemikian pendidikan dapat diartikan sebagai proses sosialisasi.Dalam pengertian tersebut, pendidikan sudah dimulai semenjakseorang individu pertama kali berinteraksi dengan lingkunganeksternal di luar dirinya, yakni keluarga.
Selain itu, dimensi sejarah juga berbicara serupa. Ratusantahun silam pendidikan berjalan beriringan dengan struktur dankebutuhan sosial masyarakat setempat. Bagi masyarakat sederhanayang belum mengenal tulisan maka para pemuda memperolehtranformasi pengetahuan lewat media komunikasi lisan yangberbentuk dongeng, cerita-cerita dari orang tua mereka. Selain itu,pada siang hari pemuda-pemuda ini harus selalu sigap dantanggap mempelajari, mencermati dan belajar mengaplikasikanteknik-teknik mencari nafkah yang dikembangkan oleh para orangtua baik itu menangkap ikan, memanah, beternak, berburu dansebagainya. Dalam cerita-cerita lisanitu tersirat pula adat dan agama, cara bekerja dan cara bersosialisasiyang berkembang di masyarakatnya. Tidak mengherankanapabila cerita yang sudah turun temurun diwariskan itudianggap sebagai sesuatu yang bernilai suci. Sejarah, adat istiadat, norma-norma bahkan cara menangkap ikan atau berburu tidakhanya dipandang sebagai hasil pekerjaan manusia semata, tetapimemiliki makna sakral yang patut disyukuri dengan beberapapersembahan serta upacara-upacara ritual.
Begitulah perjalanan pendidikan anak manusia telah berlangsungorganis sesuai dengan iklim sosialnya. Sedangkan keperluankhusus untuk mendirikan sebuah lingkungan perguruan yangmapan dimulai ketika bangsawan-bangsawan feodal membutuhkanprajurit-prajurit serta punggawa kerajaan yang tangguh demimempertahankan harta kekayaan milik sang raja. Mereka secarakhusus dididik dalam lingkungan tersendiri agar memilikikecakapan dan keahlian tertentu sesuai dengan kebutuhan sistemsosial masyarakat aristokrasi-feodal. Mereka-mereka ini menjadiujung tombak pelaksana kekuasaan kerajaan di hadapan ribuanrakyat jelata yang memang dibikin bodoh. Melihat situasidemikian, wajar apabila jaman ini predikat golongan terdidikhanya bisa dimiliki oleh sanak saudara sang raja serta kaum-kaumagamawan yang telah memperkuat hegemoni kekuasaannya.
Namun seiring dengan bertambahnya umur bumi ini makakisah pergulatan karakter masyarakat tersebut mulai bergeserselaras dengan kecenderungan spirit jaman yang sudah berubah.Bagaimanapun juga penderitaan rakyat yang menjadi bahan bakarperputaran gerigi kehidupan feodal telah mencapai titik klimaksnya.Kekuasaan para raja yang bersenyawa dengan kekuatan gerejasecara perlahan-lahan mulai runtuh. Dimulai dengan penentangansejumlah ilmuwan yang mampu membuktikan kesalahandogma-dogma teologis tentang hukum alam. Berbagai peristiwalain juga memiliki andil besar dalam menentukan lahirnyasemangat jaman yang semakin konsekuen menghargai arti kebebasan,baik itu reformasi gereja oleh Martin Luther King, revolusisosial di beberapa tempat yang secara simbolis telah dipresentasikanoleh gelora heroisme revolusi Perancis pada sekitar pertengahanabad ke-18, serta meningkatnya hasil pemikiran-pemikiranilmiah para ilmuwan humanis yang mampu diterjemahkandengan penciptaan teknik-teknik peralatan industri.Praktis kecenderungan fakta sosial demikian secara perlahan-lahanmampu mengubah inti kebijakan masyarakat yang berhubungandengan pengajaran. Selain karena meluapnya industri-industrimanufaktur, pengaruh penerapan demokrasi, ditemukannyabeberapa wilayah baru yang bisa dieksploitasi kekayaan alamnyaserta peningkatan diferensiasi struktural maka masyarakatEropa Barat harus bisa menyediakan kelompok manusia dalamjumlah massal yang memiliki kemampuan teknis untuk menjalankanlahan-lahan pekerjaan baru yang begitu kompleks dan cukuprumit. Oleh sebab itulah beberapa wilayah Eropa Barat mulaimenerapkan sistem pendidikan modern yang memanfaatkanmekanisme organisasi formal dalam mengelola proses pendidikannya.Itulah cuplikan kecil argumentasi sederhana tentang renik-renikkarakter fungsi pendidikan di masyarakat.
Melihat alurperkembangannya, maka berbagai jenis konfigurasi pendidikan diatas sesuai dengan konsep yang diutarakan oleh RandallCollins, tentang tiga tipe dasarpendidikan yang hadir di seluruh dunia, yakni:Pertama, jenis pendidikan keterampilan dan praktis, yakni pendidikanyang dilaksanakan untuk memberikan bekal keterampilanmaupun kemampuan teknis tertentu agar dapat diaplikasikankepada bentuk mata pencaharian masyarakat. Jenispendidikan ini dominan di dalam masyarakat yang masihsederhana baik itu berburu dan meramu, nelayan atau jugamasyarakat agraris awal.Kedua,Pendidikan kelompok status, yaitu pengajaran yang diupayakanuntuk mempertahankan prestise, simbol serta hak-hakistimewa (privilige) kelompok elit dalam masyarakat yangmemiliki pelapisan sosial. Pada umumnya pendidikan inidirancang bukan untuk digunakan dalam pengertian teknisdan sering diserahkan kepada pengetahuan dan diskusibadan-badan pengetahuan esoterik. Pendidikan ini secara luastelah dijumpai dalam masyarakat-masyarakat agraris danindustri. Ketiga, tipe pendidikan birokratis yang diciptakan oleh pemerintahanuntuk melayani kepentingan kualifikasi pekerjaan yang berhubungandengan pemerintahan serta berguna pula sebagaisarana sosiolisasi politik dari model pemerintahan kepadamasyarakat awam. Tipe pendidikan ini pada umumnya memberipenekanan pada ujian, syarat kehadiran, peringkat danderajat.10
Demikianlah tipe-tipe pendidikan tersebut telah mewarnai corak kehidupan masyarakat. Pada dasarnya ketiga jenis pendidikan di atas selalu hadir dalam setiap masyarakat hanya saja prosentasi penerapan salah satu karakter pendidikan berbanding searah dengan model masyarakat yang terbentuk. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula ternyata gelombang sejarah dunia juga menentukan model konfigurasi masyarakat dunia secara global dan hal ini juga memiliki pengaruh bagi iklim pendidikan.
Dalam konteks sosial, pendidikan juga memiliki fungsi, peran dan kiprah lain yang berkorelasi dengan kekuatan-kekuatan kolektif yang sudah mapan. Tidak hanya puas dalam kondisi demikian pendidikan juga memberikan andil menterjemahkan nilai-nilai baru yang tumbuh akibat proses pergulatan sejarah dalam wujud emansipasi integrasi dengan sistem dan struktur sosialnya. Sehingga dengan begitu masyarakat tidak pernah kering dari dinamika perubahan dan evolusi sosialnya.




BAB III
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan makalah di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Mayarakat adalah suatu kelompok yang sama identifikasinya meliputi unit biofisik para individu, bertempat tinggal pada suatu geografis tertentu, selama pereode tertentu pula, teratur sedemikian rupa di dalam menjalankan segala sesuatu yang diperlukan bagi hidup bersama.
2.      Para ahli berbeda pendapat tentang proses terbentuknya masyarakat.  Plato berkeyakinan bahwa masyarakat terbentuk secara kodrati. Sedangkan  kaum sofis berargumen bahwa masyarakat merupakan bentukan manusia.  Pandangan Plato lebih bersifat metafisik dan mengawang, sedang kaum sofis ilmiah-rasional. Dalam hal ini, pembahasan mengenai sejarah terbentuknya masyarakat lebih dititikberatkan pada pandangan kaum sofis mengingat sifatnya yang ilmiah-rasional. Pandangan kaum sofis ini didukung oleh Kimmel and Aronson yang mengemukakan bahwa masyarakat tidak sekonyong-konyong ada. Masyarakat sengaja diciptakan baik melalui metode bottom-up maupun up-to-bottom.
3.      Hubungan antara masyarakat dan pendidikan adalah bahwa pendidikan sebagai proses transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan danaspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda secara keseluruhan dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatanmasyarakat. Di sisi lain pendidikan memiliki fungsi, peran dan kiprah yang berkorelasi dengan kekuatan-kekuatan masyarakat.Pendidikan juga memberikan andil menerjemahkan nilai-nilai baru yang tumbuh akibat proses pergulatan sejarah dalam wujud emansipasi integrasi dengan sistem dan struktur sosial masyarakat, sehingga dengan demikian masyarakat tidak pernah kering dari dinamika perubahan dan evolusi sosialnya.



1Sidi Gazalba, Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi & Sosiografi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 11.

2Gordon Marshall, A Dictionary of Sociology, (New York: Oxford University Press, 1998), h. 628.




6Richard Harker (et al.), (Habitus X Modal) + Ranah = Praktek, (Yogyakarta: Jalasutra, 2005), h. xv.
7Sidi Gazalba, Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi & Sosiografi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 11.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar ya...