PENDIDIKAN - REMAJA - KELUARGA: opini
Tampilkan postingan dengan label opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label opini. Tampilkan semua postingan

20/09/2023

PPPK dan Permasalahannya

 

PPPK DAN PERMASALAHANNYA

Oleh: Nanang M. Safa

 

Hari itu senyum bahagia jelas tergambar pada wajah-wajah rekan guru honorer yang baru saja menerima Surat Keputusan (SK) sebagai bukti legal formal atas pengangkatan mereka menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Pengangkatan ini didasarkan pada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPANRB) Nomor 571 Tahun 2023 tentang Optimalisasi Kebutuhan Jabatan Fungsional Teknis pada Pengadaan PPPK Tahun 2022. (https://www.jawapos.com/nasional/012919044/sebanyak-9218-tenaga-honorer-diangkat-jadi-pppk-kemenag-2023-tanpa-tes-ini-nilai-yang-digunakan).

Buah manis atas kesabaran dan jerih payah rekan-rekan guru honorer tersebut sungguh merupakan mimpi yang menjadi nyata. Tentu kami sebagai sesama guru yang dulu juga pernah mengalamai pahit getirnya menjadi guru honorer ikut bahagia atas pengangkatan para rekan guru honorer tersebut.

Pengangkatan guru honorer menjadi PPPK merupakan hal yang patut disyukuri, termasuk oleh madrasah yang selama ini menaungi para guru honorer tersebut. Dengan diangkatnya para guru honorer menjadi PPPK berarti madrasah tidak perlu lagi mengalokasikan anggaran untuk gaji/honor mereka. Dengan demikian anggaran tersebut bisa digunakan untuk lebih memaksimalkan kegiatan di madrasah.

Cerita duka baru terjadi ketika tiba waktu penempatan. Banyak berita (dari mulut ke mulut) yang beredar tentang kepanikan madrasah dan para guru PPPK. Beberapa permasalahan di lapangan berkaitan dengan pengangkatan guru honorer menjadi PPPK mengerucut pada hal-hal berikut:

Pertama, problematika seputar pembagian jam mengajar. Perekrutan para guru honorer sudah disesuaikan dengan kebutuhan riil di madrasah. Artinya ketika di suatu madrasah membutuhkan guru pada mata pelajaran tertentu maka ketika itulah guru honorer direkrut oleh madrasah dengan berbagai persyaratan termasuk ijazah sebagai bukti keahliannya.  Nah, ketika guru hononer (yang sudah diangkat menjadi PPPK) tersebut harus meninggalkan madrasah maka secara otomatis madrasah yang bersangkutan kekurangan guru pada mata pelajaran tertentu. Sementara sesuai dengan Keputusan MENPANRB Nomor: B/185/M.SM.02.03/2022 tanggal 31 Mei 2022  semua intansi (termasuk madrasah negeri) dilarang mengangkat tenaga honorer (https://prsoloraya.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-1116047725/klarifikasi-larangan-rekrut-tenaga-honorer-di-tahun-2023-ada-prioritas-pengangkatan-asn).

Kedua, banyak guru PPPK yang tidak bisa mengajar sesuai dengan keahliannya (ijazah maupun sertifikat pendidiknya). Para guru PPPK yang memang harus “siap” menjalankan tugas sesuai SK yang diterimanya, akhirnya harus gigit jari karena di madrasah baru mereka tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan haknya mengajar sesuai dengan bidang keahliannya. Bahkan ada di antara guru tersebut yang terpaksa harus menerima nasib tidak bisa lagi menikmati tunjangan profesinya karena tidak bisa memenuhi 24 jam mengajar sesuai yang disyaratkan. Bukankah ini sama artinya dengan pepatah Jawa “Mburu uceng kelangan deleg” -mengejar sesuatu tapi harus kehilangan sesuatu yang sudah ada di genggaman-?

Ketiga, siswa menjadi korban. Imbas dari permasalahn pertama dan kedua muaranya tetap kepada siswa. Para siswa yang seharusnya bisa mendapatkan haknya diajar dan dididik oleh para guru profesional akhirnya harus diajar oleh guru “seadanya”. Tentu saja hal ini bisa menurunkan semangat belajar mereka. Akankah para siswa selalu menjadi korban?

Keempat, beban berat bagi guru PPPK. Khusus bagi guru PPPK yang harus bertugas di luar daerah tentu akan menanggung beban fisik dan psikologis yang cukup berat.  Para guru honorer yang diangkat menjadi PPPK banyak yang sudah berusia 40 tahun ke atas. Maka ketika mereka harus bertugas di luar daerah tentu akan menanggung beban berat baik secara fisik maupun psikologis. Bukankah jauh dari keluarga dan orang-orang tercinta akan sangat berpengaruh terhadap semangat kerja seseorang?

Melihat akar permasalahan seputar guru PPPK yang bikin panik banyak madrasah tersebut, sebenarnya kata kuncinya ada pada “penempatan tugas”. Dalam hal ini tentu harus ada kerjasama antara pihak-pihak terkait terutama para pengambil kebijakan agar permasalahan seputar PPPK tersebut bisa segera terselesaikan. Pihak Kementerian Agama Kabupaten melalui Unit Kepegawaian perlu memetakan kebutuhan guru dari masing-masing madrasah sebagai data acuan bagi pejabat berwenang dalam menerbitkan surat tugas bagi para guru PPPK tersebut. Dengan demikian madrasah tidak harus kelimpungan membagi jam pelajaran, para siswa tidak harus menjadi korban karena tetap bisa dididik/diajar oleh para guru profesional, dan para guru PPPK juga bisa lebih tenang dan bahagia menjalani tugas “barunya” karena tetap bisa dekat dengan keluarga dan orang-orang tercinta.

Semoga saja…

 

27/06/2022

Apakah Memang Harus Sama?

 

APAKAH MEMANG HARUS SAMA?

Oleh: Nanang M. Safa’

 

Masa liburan tentu sangat dinantikan oleh para guru. Selama hampir 6 bulan, para guru berkutat dengan rutinitas keseharian mengajar dan mendidik para siswa. Tidak hanya sebatas mengajar, namun guru juga diwajibkan menyelesaikan seabrek tugas administrasi dan tugas tambahan lain. Maka jangan heran jika banyak guru yang ketika di rumah harus menyelesaikan tugas-tugas tambahan di luar jam mengajarnya. Maka jangan heran pula, ketika mendengar para guru yang curhat tentang anak-anaknya yang merengek untuk sekedar ditemani bermain di pantai misalnya, lalu mereka menghiburnya dengan mengatakan, “Sabar ya Sayang, liburan depan kita main ke pantai …”  Eh, tak tahunya liburan yang dinantikan tak kunjung tiba. Bagai pungguk merindukan bulan jadinya.

Anda juga perlu tahu, di masa liburanpun, guru masih harus dibebani dengan tugas mempersiapkan perangkat pembelajaran yang akan dijadikan bekal di semester berikutnya. Bukan hanya satu tapi seperangkat. Mulai dari memelototi Kalender Akademik (Kaldik) untuk menghitung pekan efektif, membuat Program Tahunan (Prota), diperinci dalam Program Semester (Promes), menyusun silabus, dilengkapi pula dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pekerjaan ini juga cukup menyita waktu dan konsentrasi luar biasa, tidak bisa sambil lalu. Belum lagi tugas lain yang seringkali harus diemban para guru di masa-masa liburan semisal harus mengikuti tugas Diklat, tugas tambahan sebagai panitia ini itu, dan seterusnya.

Di luar itu, seringkali juga para guru didatangi siswa beserta orangtuanya untuk sekedar curhat tentang permasalahan yang sedang dihadapi. Tentu sebagai guru yang baik tetap harus berusaha melayani dengan lapang hati biarpun bisa saja mereka menghindar dengan dalih berada di luar tugas dan tanggungjawabnya.

Anda yang kebetulan memiliki keluarga, saudara, atau tetangga seorang guru, tentu sudah sangat faham tentang hal ini. Maka sangat lucu jika ada orang yang beranggapan bahwa menjadi guru itu pekerjaan yang gampang dan ringan. Guru itu tak lebih hanyalah sebagai pengajar yang tugasnya hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran di dalam kelas.

Barangkali ini pulalah yang melatarbelakangi munculnya anggapan tentang guru yang harus diperlakukan sama dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) lain, termasuk hari liburnya. Kelompok ini beranggapan bahwa guru tiada bedanya dengan ASN (baca: pegawai) yang masuk kerja jam sekian pulang kerja jam sekian. Tidak lebih dan tidak kurang.

Ok, anggapan ini barangkali ada benarnya jika dilihat di permukaannya saja. Namun jika ditelaah lebih dalam barulah akan muncul perbedaan prinsipil antara guru dengan yang bukan guru, termasuk para pegawai Tata Usaha (TU) yang bekerja di sekolah atau yang lazim disebut tenaga kependidikan.

Maka pertanyaannya adalah: Mengapa guru harus diperlakukan sama dengan pegawai yang bukan guru? Apakah keadilan itu berarti harus diperlakukan sama?

Silahkan dijawab dengan hati nurani.

11/02/2022

Personal Branding

PERSONAL BRANDING

Oleh: Nanang M. Safa’

 

Anda pasti pernah mendengar istilah Personal Branding. Istilah ini sebenarnya telah cukup popular di kalangan para motivator dan orang-orang yang menekuni profesi tertentu.

Farco Siswiyanto Raharjo dalam buku The Master Book of Personal Branding (2019) mengartikan personal branding sebagai cara seseorang untuk mengambil kendali penilaian orang lain atas diri orang yang bersangkutan.https://www.kompas.com/skola/read/2021/08/05/153000369/personal-branding-definisi-tujuan-dan-strateginya.  Sedangkan Ronal Susanto sebagaimana disebut dalam buku Muhammad Adam Husein yang berjudul Mengenal Personal Branding Terlengkap (2013) menjelaskan definisi personal branding sebagai suatu proses pembentukan persepsi masyarakat terhadap aspek yang dimiliki seseorang tentang kepribadian, kemampuan, nilai, serta stimulus yang menghasilkan persepsi positif di masyarakat, sehingga dapat dijadikan alat pemasaran.https://www.kompas.com/skola/read/2021/08/05/153000369/personal-branding-definisi-tujuan-dan-strateginya. Jadi personal branding itu pada intinya mengarah pada pembentukan opini positif tentang diri kita. Dengan personal branding ini, orang lain akan mengenal siapa kita, bagaimana kita, dan apa yang sudah kita hasilkan dan kita raih.

Personal branding sekilas senada dengan iklan di dunia marketing. Namun tentu ada sisi perbedaan yang prinsip. Iklan selalu menampilkan yang nomor 1 (baca: yang terbaik) dengan tujuan membujuk konsumen untuk membeli, sementara personal branding harus menampilkan hal-hal yang sesuai dengan data dan fakta yang ada dan itu harus bisa dibuktikan dengan dokumen tertulis atau karya nyata. Iklan bertujuan untuk mencari untung sebesar-besarnya sesuai dengan prinsip ekonomi, sementara personal branding lebih mengarah pada pengenalan diri agar orang lain tahu tentang kemampuan, karya, dan prestasi seseorang.

Personal branding sangat penting dalam rangka membangun kredibilitas (kekaguman, rasa hormat, dan kepercayaan publik), membangun rasa percaya diri, memperluas jaringan atau koneksi, serta menunjukkan jati diri.

Semua orang maklum bahwa tiada seorangpun di dunia ini yang tak luput dari kekurangan. Namun demikian tentu tak seorangpun yang tidak memiliki kelebihan. Sudah saatnya sekarang Anda membangun personal branding Anda sendiri. Tunjukkan kemampuan Anda. Publikasikan prestasi Anda. Beritakanlah keahlian Anda. Zaman sudah berubah. Semuanya serba terbuka. Bukan waktunya lagi sembunyi malu-malu dan ragu-ragu sembari menggerutu. Bukan pamer atau unjuk gigi. Bukan pongah atau tinggi hati. Apalagi Anda, anak-anak muda yang sedang membangun kepercayaan publik. Jangan lagi terkungkung pada peribahasa “Air beriak tanda tak dalam, air tenang menghanyutkan”. Anda bisa menjadi kedua-duanya dalam waktu yang berbeda. Sekali waktu jadilah air tenang namun sekali waktu jadilah air beriak. Bukankah kedua-duanya tetap bisa menghanyutkan?

Kapan lagi kalau tidak Anda mulai dari sekarang?

Barangkali Anda ingin mempelajari contoh personal branding, silahkan Anda klik link  berikut: https://kampus215.blogspot.com/search?q=nanang+musafa%27.