NGAKU
ISLAM, BAGAIMANA DENGAN SHALATMU?
Oleh: Nanang M. Safa'
Suatu keuntungan tak
terhingga bahwa sejak kecil kita telah dikenalkan dengan Islam, satu-satunya agama
yang diridloi oleh ALLAH SWT pada akhir pereode kehidupan di dunia ini. Secara
khusus Islam adalah nama dari agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai
mata rantai akhir dari agama ALLAH yang diturunkan kepada umat manusia. Sebagai
mata rantai akhir dari agama ALLAH, Islam dibawa oleh penutup para nabi-nabi
ini telah disempurnakan dan dinyatakan oleh ALLAH sebagai agama yang
diridlaiNya untuk seluruh umat manusia sampai hari akhir nanti (Yunahar Ilyas,
2011: 42). Islam adalah agama paling sempurna sebagaimana dimaklumatkan ALLAH dalam
Al Qur’an:
“Hari ini telah AKU
sempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah AKU cukupkan atas kalian
nikmatKU dan AKU ridloi bagi kalian Islam sebagai agama yang benar” (QS. Al
Maidah: 3).
Berdasar maklumat
inilah, secara otomatis semua agama samawi yang dulunya diridloi oleh ALLAH
sebagai agama tauhid secara otomatis telah dinasakh (dihapus) dan
dinyatakan tidak berlaku lagi. Hanya Islamlah satu-satunya agama yang diridloi oleh
ALLAH sebagai agama yang haq.
Memang ada kalanya agama
warisan yang telah secara otomatis kita peluk dan ikuti semenjak kita lahir,
kanak-kanak, hingga usia kita sekarang, kadang hampir tidak bermakna lagi
karena sudah kita anggap sebagai hal yang biasa. Keimanan yang tertanam pada
sanubari kita acapkali juga sangat dangkal sehingga mudah sekali
terombang-ambing oleh riak-riak godaan kehidupan yang tak pernah jeda menerpa.
Apalagi jika penanaman benih keimanan terhadap ajaran Rasulullah Muhammad SAW
tersebut hanya sambil lalu saja.
Keimanan yang sempurna
mestinya “Diyakini dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan dipraktikkan
dalam perbuatan”. Rukun iman yang enam: iman kepada ALLAH, iman kepada
malaikat, iman kepada kitab, iman kepada rasul, iman kepada hari akhir/kiamat,
dan iman kepada taqdir, mestinya harus tertancap kuat dalam hati kita.
Kemudian keyakinan itu kita ikrarkan lewat dua kalimah syahadah yang
berisi pengakuan bahwa ALLAH adalah satu-satunya Tuhan sesembahan kita dan
Muhammad SAW adalah rasul-Nya yang harus kita ikuti dan kita teladani. Setelah
ikrar itu kita ucapkan lewat lisan kita maka sebagai bukti keyakinan dan
pengakuan itu, kita harus menyempurnakannya dalam empat pilar Islam yang lain
yaitu shalat, zakat, puasa, dan haji (mudah-mudahan kita diberi kemampuan oleh ALLAH
untuk menunaikannya).
Bagaimana dengan Shalat Kita?
Shalat adalah amalan
paling agung atau paling penting setelah dua kalimah syahadat. Kata “shalat”
dan kata pecahannya di dalam Al Qur’an disebut sebanyak 124 kali (Gus Arifin,
2017: 5).
Bulan Rajab sebagai
bulan dimulainya titah menjalankan shalat wajib 5 waktu tentu merupakan moment
tepat untuk meneliti dan mengevaluasi shalat kita. Tidak usah mengoreksi orang
lain. Marilah kita tengok shalat kita sendiri. Sudahkah shalat kita tertib?
Sudahkah shalat kita tepat waktu (di awal waktu)? Sudahkah shalat kita khusuk?
Sudahkah shalat kita tuma’ninah? Sudahkah shalat kita benar-benar lillahi
ta’ala? Dan banyak lagi pertanyaan yang bisa kita jadikan indikator terhadap
shalat kita apakah sudah sesuai syari’at Rasulullah Muhammad SAW apa belum.
Jika kita mau jujur,
tentu shalat kita masih jauh dari indikator-indikator di atas. Namun setidaknya
dengan merenungkan dan mengevaluasi shalat kita selama ini, kita bisa
memperbaiki shalat kita menjadi lebih baik: yang belum tertib bisa menjadi
lebih tertib, yang masih suka menunda-nunda waktu shalat bisa lebih tepat
waktu, yang ketika shalat masih sering melamun bisa lebih khusuk, yang ketika
shalat masih suka terburu-buru bisa lebih tumakninah, yang karena riya’
bisa lebih ikhlas. Hati-hati lo! Kadang dalam kemasan baik, niat juga bisa
keliru. Semisal shalat berjama’ah, jika niatnya ingin mendapat pahala berlipat
27, tentu itu bisa mengurangi atau justru bisa menghilangkan niat karena ALLAH Ta’ala.
Bukankah beribadah itu semata hanya karena ALLAH? Bukan karena pahala atau yang
lainnya. Pahala hanyalah sebuah motivasi agar kita lebih giat beribadah.
Shalat memang merupakan
amalan inti yang menjadi identitas seorang muslim. Shalat adalah tiang agama
yang harus selalu kita tegakkan sebagai seorang muslim. Jika kita bisa melaksanakan shalat dengan
baik berarti pula kita telah menegakkan tiang agama yang kita anut. Dan
sebaliknya, ketika kita mengaku beragama Islam tapi shalat kita tidak tertib
maka justru kita sendirilah yang telah merobohkan agama kita. Dan hati-hati,
ketika kita shalat tapi kita lalai dalam shalat kita, maka kita termasuk orang
yang CELAKA!
Lalai dalam pemahaman
ini menyangkut beberapa hal: lalai waktu pelaksanaan shalat yakni kita
seringkali shalat telat waktu karena terlalu asyik bermain, ngobrol
atau kegiatan keduniaan lain. Lalai rakaat maupun bacaan shalat yakni ketika
dalam shalat kita terlalu sering lupa/keliru bacaan shalat atau ragu-ragu
terhadap jumlah rakaat yang sudah kita lakukan karena melamun atau bercanda.
Lalai mengerjakannya yakni ketika kita mengerjakan shalat secara tidak tertib
alias bolong-bolong karena terlalu menyibukkan diri dengan rutinitas
keseharian kita.
Shalat adalah satu cara
ampuh untuk membentengi diri dari kerusakan moral, kesesatan, kemaksiyatan, dan
kemungkaran. Shalat dapat mendatangkan ketentraman hati dan ketenangan jiwa. Dalam
ajaran shalat terkandung makna mendalam baik secara tersurat maupun tersirat.
Dalam bacaan dan gerakan shalat terkandung makna penyerahan diri, sikap tawadlu’,
pengakuan ketidakberdayaan seorang hamba terhadap kekuatan dan kekuasaan ALLAH
Yang Maha Perkasa serta penghambaan kita terhadap Sang Khaliq. Dengan
demikian jika kita benar-benar menjaga shalat kita dengan baik, maka yakinlah!
Kemungkaran dan kerusakan dunia akan dapat dicegah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...