PENELITIAN
KUANTITATIF
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Aktivitas
penelitian pada dasarnya sering dilakukan oleh manusia. Tidak hanya kalangan
professor, doktor, atau juga mahasiswa. Secara tak sadar ketika seorang ibu
melakukan pengamatan atas perkembangan anaknya jika dikorelasikan dengan susu
formula yang diberikan, pada saat itulah sebenarnya ibu tersebut telah
melakukan salah satu tindak penelitian. Demikian pula bapak tani ketika
melakukan pengamatan atas jenis pupuk yang dipakai dikorelasikan dengan hasil
panennya. Hanya saja penelitian itu tidak terstruktur dengan metode tertentu.
Secara
umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu
didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis.
Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk
akal sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan dapat diamati
oleh indera manusia sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui
cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam
penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Antara penelitian dan metode ilmiah,
kadang-kadang disamakan artinya. Penyamaan tersebut terjadi karena adanya
langkah-langkah yang relatif sama. Perbedaan pokok antara penelitian dengan
metode ilmiah dapat dilihat dari kegiatannya. Kerja penelitian menuntut
objektivitas, baik di dalam proses atau pengukurannya, maupun penyimpulan hasil.
Suatu kerja penelitian juga memerlukan proses intensif, sistematik, berfokus dan lebih formal.
Selain itu, suatu kerja penelitian dilakukan dalam rangka penemuan dan
pengembangan bangunan ilmu (pengembangan generalisasi, prinsip-prinsip dan
teori-teori) yang memiliki kekuatan deskripsi dan atau prediksi. Sedangkan
metode ilmiah mementingkan aplikasi berpikir deduktif induktif di dalam
pemecahan masalah. Dalam hubungan ini, bisa mengikuti proses identifikasi
masalah (pengembangan hipotesis), melakukan observasi, menganalisis kemudian
menyimpulkan hasilnya. Proses-proses tersebut dapat dilakukan secara informal
dalam kehidupan sehari-hari dan belum tentu dapat disebut sebagai suatu kerja
penelitian.
Dalam
penelltian dikenal istilah kuantitatif
dan kualitatif. Di tingkat metodologi,
sejak awal pertumbuhan ilmu-ilmu sosial sudah dikenal ada dua mazhab
penelitian sosial. Dalam
konteks ini Sanapiah Faisal membaginya menjadi 2 yaitu: Pertama, mazhab
penelitian sosial yang menggunakan pendekatan kuantitatif, atau yang lebih
populer dengan sebutan Pendekatan Penelitian Kuantitatif. Kedua, mazhab
penelitian sosial
yang menggunakan pendekatan kualitatif, atau yang biasa dikenal dengan sebutan Pendekatan Penelitian Kualitatif. Munculnya dua mazhab
pendekatan penelitian tersebut merupakan konsekuensi metodologis dari perbedaan
asumsi masing-masing tentang hakikat realitas sosial dan hakikat manusia itu
sendiri. Dengan kata lain, kehadiran pendekatan penelitian kuantitatif di
satu pihak dan kehadiran pendekatan penelitian kualitatif di lain pihak, tidak
terlepas dari perbedaan paradigma antara keduanya di dalam memandang hakikat
realitas sosial dan hakikat manusia
(Burhan Bungin, 2003: 25).
Suharsimi
Arikunto berpendapat kaitan
pilihan memulai dan memilih suatu pendekatan atau metode ilmiah juga yang ada dalam
penelitian tentu tidak bisa
terlepas dari kebaikan dan kelemahan, keuntungan dan kerugian. Oleh karena itu
untuk dapat memberikan pertimbangan dan keputusan mana yang lebih baik dalam penggunaan suatu
pendekatan maka
terlebih dahulu perlu dipahami masing-masing pendekatan tersebut (Suharsimi Arikunto, 2006: 11).
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di
atas, maka untuk memudahkan pembahasan, kami buat rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan penelitian kuantitatif?
2. Bagaimanakah langkah-langkah penelitian kuantitatif?
3. Bagaimanakah sistematika penulisan proposal penelitian
kuantitatif?
C.
Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah agar
mahasiswa/pembaca tahu tentang:
1. Pengertian penelitian kuantitatif.
2. Langkah-langkah penelitian kuantitatif.
3. Sistematika penulisan proposal penelitian kuantitatif.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Penelitian Kuantitatif
Penelitian
kuantitatif dibangun oleh paradigma positivisme. Sebuah paradigma yang diilhami
oleh David Hume, John Locke, dan Berkeley yang menekankan pengalaman sebagai
sumber pengetahuan dan memandang pengetahuan memiliki kesamaan hubungan dengan
aliran filsafat yang dikenal dengan nama positivisme. Untuk selanjutnya
penelitian kuantitatif dikembangkan oleh para penganut paham positivisme yang
dipelopori oleh August Comte. Mereka berpendapat bahwa untuk memacu
perkembangan ilmu-ilmu social, maka metode metode Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
harus diadopsi ke dalam riset-riset ilmu sosial.
Penelitian
kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah
sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan
desain penelitiannya. Definisi lain menyebutkan penelitian kuantitatif adalah
penelitian yang banyak menuntut penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data,
penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian
pula pada tahap kesimpulan penelitian akan lebih baik bila disertai dengan
gambar, table, grafik, atau tampilan lainnya.
Menurut
Sugiyono, metode
penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivism,
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik
pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiono, 2009: 14).
Metode kuantitatif
sering juga disebut metode
tradisional, positivistik, scientific dan
metode discovery. Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena
metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode
untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode positivistik karena
berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini disebut sebagai metode ilmiah (scientific) karena metode ini telah memenuhi kaidah-kaidah
ilmiah yaitu konkrit, empiris,
obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode ini juga disebut metode
discovery karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai
iptek baru. Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa
angka-angka dan analisis menggunakan statistik.
Penelitian
kuantitatif merupakan studi yang diposisikan sebagai bebas nilai (value
free). Dengan kata lain,
penelitian kuantitatif sangat ketat menerapkan prinsip-prinsip objektivitas. Objektivitas itu diperoleh
antara lain melalui
penggunaan instrumen yang telãh diuji validitas dan reliabilitasnya. Peneliti
yang melakukan studi kuantitatif mereduksi sedemikian rupa hal-hal yang dapat
membuat bias, misalnya akibat masuknya persepsi dan nilai-nilai pribadi. Jika
dalam penelaahan muncul adanya bias itu, penelitian kuantitatif akan jauh dari kaidah-kaidah teknik
ilmiah yang sesungguhnya (Sudarwan Danim,
2002: 35).
Dalam hal pendekatan, penelitian
kuantitatif lebih mementingkan adanya
variabel-variabel sebagai objek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus
didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Reliabilitas dan validitas
merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan pendekatan ini
karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil penelitian dan kemampuan
replikasi serta generalisasi penggunaan model penelitian sejenis. Selanjutnya,
penelitian kuantitatif memerlukan adanya hipotesa dan pengujian yang kemudian akan menentukan
tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan
teknik analisa dan formula statistik yang akan digunakan. Juga, pendekatan ini
lebih memberikan
makna dalam hubungannya dengan penafsiran angka statistik bukan pada makna secara kebahasaan
dan kulturalnya.
Dalam penelitian kuantitatif diyakini adanya sejumlah asumsi sebagai
dasar dalam melihat fakta atau gejala.
Asumsi-asumsi yang dimaksud adalah:
1. objek-objek
tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, baik bentuk, struktur, sifat
maupun dimensi lainnya.
2. suatu
benda atau keadaan tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu.
3. Suatu gejala bukan
merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan, melainkan merupakan akibat
dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya (Jonathan Sarwono,
2011)
Sejalan dengan penjelasan diatas, secara
epistemologi paradigma kuantitatif
berpandangan bahwa sumber ilmu terdiri dari dua hal, yaitu pemikiran rasional dan empiris. Karena itu, ukuran
kebenaran terletak pada koherensi (sesuai
dengan teori-teori terdahulu) dan korespondensi (sesuai dengan kenyataan empiris).
Kerangka pengembangan ilmu itu dimulai dengan proses perumusan hipotesis yang
dideduksi dari teori, kemudian diuji kebenarannya melalui verifikasi untuk
diproses lebih lanjut secara induktif menuju perumusan teori baru. Jadi, secara
epistemologis pengembangan ilmu itu berputar mengikuti siklus, logico,
hipotetico dan verifikatif.
Ada tiga hal mendasar yang
harus diketahui dalam penelitian kuantitatif yaitu aksioma,
karakteristik penelitian dan proses penelitian.
a.
Aksioma (Pandangan
Dasar)
Aksioma
meliputi realitas,
hubungan peneliti dengan yang diteliti, hubungan variable, kemungkinan
generalisasi dan peranan nilai.
Aksioma Dasar
|
Metode Kuantitatif
|
Sifat realitas
|
Dapat diklasifikasikan, konkrit, teramati, terukur
|
Hubungan
peneliti dengan yang diteliti |
Independen, supaya terbangun obyektivitas
|
Hubungan variabel
|
Kausalitas (sebab-akibat)
|
Kemungkinan generalisasi
|
Cenderung membuat generalisasi
|
Peranan nilai
|
Cenderung bebas nilai
|
b.
Karakteristik
Penelitian
Penelitian kuantitatif memiliki beberapa karakteristik berikut:
1. Desain
-
Spesifik, jelas, rinci
-
Ditentukan secara
mantab sejak awal
-
Menjadi pegangan
langkah demi langkah.
2. Tujuan
-
Menunjukkan hubungan
antar variable
-
Menguji teori
-
Mencari generalisasi
yang memiliki nilai prediktif
3. Tehnik
Pengumpulan data
-
Kuesioner
-
Observasi dan wawancara
terstruktur
4. Instrumen
Penelitian
-
Tes, angket, wawancara
terstruktur
-
Instrument yang telah
terstandart
5. Data
-
Kuantitatif
-
Hasil pengukuran
variable yang dioperasionalkan dengan menggunakan instrument
6. Sampel
-
Besar
-
Representatif
-
Sedapat mungkin random
-
Ditentukan sejak awal
7.
Analisis
-
Setelah sèlesai pengumpulan
-
Deduktif
-
Menggunakan statistik
8.
Hubungan dengan Responden
-
Dibuat berjarak, bahkan sering tanpa kontak
supaya obyektif
-
Kedudukan peneliti lebih tinggi daripada responden
-
Jangka pendek sampai hipotesis
dapat ditemukan.
9.
Usulan Desain
-
Luas dan rinci
-
Literatur yang berhubungan
dengan masalah dan variabel yang diteliti
-
Prosedur yang spesifik dan
rinci langkah langkahnya
-
Masalah dirumuskan dengan
spesifik dan jelas
-
Hipotesis dirumuskan dengan jelas
-
Ditulis secara rinci dan jelas
sebelum terjun ke lapangan
10. Kapan penelitian dianggap selesai?
-
Setelah semua kegiatan yang
direncanakan dapat diselesaikan
11. Kepercayaan
terhadap hasil Penelitian
- Pengujian validitas dan realiabilitas instrument (Sugiono, 2009: 23-24).
c.
Proses Penelitian
Seperti telah diketahui bahwa penelitian itu pada prinsipnya adalah
untuk menjawab masalah. Masalah merupakan penyimpangan dari apa yang seharusnya
dengan apa yang terjadi sesungguhnya. Penyimpangan antara aturan dengan
pelaksanaan, teori dengan praktek, perencanaan dengan pelaksanaan dan
sebagainya. Penelitian kuantitatif bertolak dari studi pendahuluan dari obyek yang diteliti (preliminary
study) untuk mendapatkan hal yang betul-betul menjadi masalah. Selanjutnya supaya masalah dapat dijawab maka masalah tersebut
dirumuskan secara spesifik dan pada umumnya dibuat dalam bentuk kalimat tanya.
Selain itu penemuan penelitian sebelumnya yang relevan juga dapat
digunakan sebagai bahan untuk memberikan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian
(hipotesis).
Jadi kalau jawaban terhadap rumusan masalah yang baru didasarkan pada teori dan
didukung oleh penelitian yang relevan tetapi belum ada pembuktian secara
empiris (faktual) maka jawaban itu disebut hipotesis.
Untuk menguji hipotesis tersebut peneliti dapat rnemilih metode, strategi, pendekatan atau desain penelitian
yang sesuai. Pertimbangan ideal untuk memilih metode itu adalah tingkat
ketelitian data yang diharapkan dan konsistensi yang dikehendaki. Sedangkan yang menjadi pertimbangan
praktis adalah tersedianya dana, waktu dan kemudahan-kemudahan yang lain.
Dalam penelitian kuantitatif, metode penelitian yang dapat digunakan adalah
metode survey, ex post facto, eksperimen, evaluasi, action research dan policy research (selain metode naturalistik dan sejarah). Setelah metode penelitian
yang sesuai dipilih, maka peneliti dapat menyusun instrumen penelitian.
Instrumen ini digunakan sebagai alat pengumpul data yang dapat berbentuk test,
angket/kuesioner untuk pedoman wawancara atau observasi. Sebelum instrumen digunakan
untuk mengumpulkan data, maka instrumen
penelitian harus terlebih dulu diuji validitas dan reliabilitasnya.
Pengumpulan data dilakukan pada obyek tertentu baik yang berbentuk populasi maupun
sampel. Bila peneliti ingin membuat generalisasi terhadap temuannya, maka
sampel yang diambil harus representatif (mewakili). Setelah data terkumpul, selanjutnya dianalisis
untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang diajukan dengan
teknik statistik tertentu. Berdasarkan analisis
apakah hipotesis yang diajukan ditolak atau diterima, atau apakah penemuan itu
sesuai dengan hipotesis yang diajukan atau tidak. Langkah terakhir dalam penelitian kuantitatif
adalah rumusan kesimpulan yang merupakan jawaban
terhadap rumusan masalah.
Berdasarkan proses
penelitian kuantitatif di atas maka tampak bahwa proses penelitian kuantitatif
bersifat linier, di mana langkah-langkahnya jelas, mulai dari rumusan masalah, berteori, berhipotesis,
mengumpulkan data, analisis data dan membuat kesimpulan serta saran.
d.
Penggunaan
Metode Penelilitan Kuantitatif
Metode penelitian
kuantitatif tepat
digunakan:
1.
Jika masalah yang menjadi titik tolak penelitian sudah jelas. Masalah adalah kesenjangan antara harapana dan kenyataan (das sollen dan das sein), antara aturan dengan pelaksanaan, antara teori dengan praktek,
antara rencana dengan pelaksanaan dan
sebagainya. Dalam menyusun proposal penelitian, masalah
ini harus ditunjukkan dengan data, baik data hasil penelitian sendiri maupun
dokurnentasi. Misalnya akan meneliti untuk menemukan pola pemberantasan
kemiskinan, maka data orang miskin sebagai rnasalah harus ditunjukkan.
2.
Jika peneliti ingin mendapatkan informasi yang luas dari suatu populasi. Metode
penelitian kuantitatif cocok digunakan untuk mendapatkan infomasi yang luas
tetapi tidak mendalam. Bila populasi terlalu luas, maka penelitian dapat menggunakan
sampel yang diambil dari populasi tersebut.
3.
Jika ingin diketahui pengaruh perlakuan/treatment tertentu terhadap yang lain. Untuk
kepentingan ini metode eksperimen paling cocok digunakan. Misalnya pengaruh jamu tertentu
terhadap derajat kesehatan.
4.
Jika peneliti bermaksud menguji hipotesis penelitian. Hipotesis penelitian dapat
berbentuk hipotesis deskriptif komparatif dan asosiatif.
5.
Jika peneliti ingin mendapatkan data yang akurat, berdasarkan fenomena
yang empiris dan dapat diukur. Misalnya ingin mengetahui IQ anak-anak dan
masyarakat tertentu, maka dilakukan pengukuran dengan test IQ.
6.
Jika ingin menguji terhadap adanya keragu-raguan tentang validitas
pengetahuan, teori dan produk tertentu.
B. Langkah-Langkah Penelitian Kuantitatif
1. Penyusunan Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah memuat hal-hal
yang melandasi dilakukannya penelitian. Hal
yang menarik untuk dilakukan
penelitian biasanya karena adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan (das sollen dan das sein), antara
aturan dengan pelaksanaan, antara teori dengan praktek, antara rencana dengan
pelaksanaan dan sebagainya.
Dalam bagian ini dimuat deskripsi singkat wilayah penelitian dan juga jika
diperlukan hasil penelitian dari peneliti-peneliti sebelumnya. Secara
rinci latar belakang masalah berisi:
a. Argumentasi; mengapa masalah
tersebut menarik untuk diteliti dipandang dari segi keilmuan maupun kebutuhan praktis.
b. Penjelasan
akibat-akibat negatif jika masalah tersebut tidak dipecahkan.
c. Penjelasan
dampak positif yang timbul dari hasil-hasil penelitian
d. Penjelasan
bahwa masalah tersebut relevan,
aktual dan sesuai dengan situasi dan
kebutuhan zaman.
e. Relevansinya
dengan penelitian-penelitian
sebelumnya.
f. Gambaran
hasil penelitian dan manfaatnya bagi masyarakat atau negara dan bagi
perkembangan ilmu (Wardi Bachtiar,
1997: ).
2. Identifikasi, Pemilihan dan Perumusan Masalah
a. Identifikasi
Masalah
Masalah penelitian dapat diidentifikasi sebagai adanya kesenjangan
antara apa yang seharusnya dan apa yang ada dalam kenyataan, adanya kesenjangan
informasi atau teori dan sebagainya.
b. Pemilihan Masalah
1).
Mempunyai nilai penelitian (asli penting dan dapat diuji).
2).
Fisible (biaya, waktu dan kondisi).
3).
Sesuai dengan kualifikasi peneliti.
4).
Menghubungkan dua variabel atau lebih (Nazir: 1988).
c. Sumber
Masalah
Bacaan,
seminar, diskusi, pengamatan, pengalaman, hasil penelitian terdahulu, dan
lain-lain.
d. Perumusan
Masalah
1).
Dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya.
2).
Jelas dan padat.
3). Dapat menjadi dasar dalam merumuskan hipotesa dan judul
penelitian
Selain dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya, suatu masalah
dapat dirumuskan dengan menggunakan kalimat berita. Keduanya sama baiknya akan
tetapi ada perbedaan dalam kemampuannya mengkomunikasikan pesan yang ada di
dalamnya. Kalimat berita lebih bersifat memberikan gambaran tentang karakteristik
masalah yang bersangkutan, sedangkan
kalimat tanya dapat lebih mengakibatkan adanya tantangan untuk mengumpulkan
informasi lebih lanjut.
Terlepas dari bentuk perumusan masalah
yang digunakan, terdapat beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai pegangan
untuk merumuskan masalah, yaitu:
1) Masalah
yang dirumuskan harus mampu menggambarkan penguraian tentang gejala-gejala yang
dimilikinya dan bagaimana kaitan antara gejala satu dengan gejala lainnya.
2) Masalah
harus dirumuskan secara jelas dan tidak mendua,
artinya tidak ada maksud lain yang terkandung selain bunyi masalahnya. Rumusan
masalah tersebut juga harus dapat menerangkan dirinya sendiri sehingga tidak
diperlukan keterangan lain untuk menjelaskannya. Masalah yang baik selalu
dilengkapi dengan rumusan yang utuh antara unsur sebab dan unsur akibat
sehingga dapat menantang pemikiran lebih jauh.
3) Masalah
yang baik hendaknya dapat memancing pembuktian lebih lanjut secara empiris.
Suatu masalah tidak hanya menggambarkan hubungan antar gejala tetapi juga
bagaimana gejala-gejala tersebut dapat diukur (Ace Suryadi: 2000).
3. Perumusan Tujuan dan Manfaat Penelitian
1) Tujuan
penelitian adalah suatu pernyataan tentang apa yang akan kita cari/capai dari
masalah penelitian. Cara merumuskan tujuan
masalah yang paling mudah adalah dengan mengubah
kalimat pertanyaan dalam rumusan masalah menjadi kalimat pernyataan.
2) Manfaat
penelitian mencakup manfaat teoritis dan praktis.
4. Telaah Pustaka
Manfaat telaah pustaka adalah:
1) Untuk
memperdalam pengetahuan tentang masalah
yang diteliti.
2) Menyusun
kerangka teoritis yang menjadi landasan pemikiran.
3) Untuk
mempertajam konsep yang digunakan sehingga memudahkan perumusan hipotesa.
4) Untuk
menghindari terjadinya pengulangan penelitian.
5. Pembentukan Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan landasan
pemikiran yang membantu arah penelitian, pemilihan konsep, perumusan hipotesa
dan memberi kerangka orientasi untuk klasifikasi dan analisis data
(Koentjaraningrat:1973). Kerangka teori dibuat berdasarkan teori-teori yang
sudah ada atau berdasarkan pemikiran logis yang dibangun oleh peneliti sendiri.
Teori yang dibahas atau teori yang
dikupas harus memiliki
relevansi yang kuat dengan permasalahan penelitian. Sifatnya mengemukakan
bagaimana seharusnya tentang masalah yang diteliti tersebut berdasar konsep
atau teori-teori tertentu. Khusus untuk penelitian hubungan dua variabel atau
lebih maka dalam landasan teori harus
dapat digambarkan secara jelas bagaimana hubungan dua variabel tersebut.
6. Perumusan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban terhadap
masalah penelitian yang secara teoritis
dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya. Hipotesis merupakan kristalisasi
dari kesimpulan teoritik yang diperoleh dari telaah pustaka. Secara statistik, hipotesis merupakan
pernyataan mengenai keadaan populasi yang
akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel
penelitian.
7. Definisi Operasional dan Klasifikasi Variabel Penelitian
Konsep merupakan definisi dari
sekelompok fakta atau gejala (yang akan diteliti). Konsep ada yang sederhana
dan dapat dilihat,
seperti konsep tentang
meja, kursi dan sebagainya,
juga ada konsep yang abstrak
dan tak dapat dilihat seperti
konsep partisipasi, peranan dan sebagainya. Konsep yang tak dapat dilihat
disebut construct. Karena construct bergerak di alam abstrak maka
perlu diubah dalam bentuk yang dapat diukur secara empiris, atau dalam kata
lain perlu ada definisi operasional
yakni mengubah konsep dengan kata-kata yang
menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan dapat diuji
kebenarannya oleh orang lain.
Konsep yang mempunyai variasi nilai
disebut variabel. Variabel dibagi menjadi dua:
a. Variabel
deskrit/katagorikal,
misalnya variabel jenis kelamin.
b. Variabel
continues, misalnya variabel umur.
Proses pengukuran variabel merupakan
rangkaian dari empat aktivitas pokok yaitu:
1. Menentukan
dimensi variabel penelitian. Variabel-variabel penelitian sosial sering kali
memiliki lebih dari satu dimensi.
Semakin lengkap dimensi suatu variabel yang dapat diukur maka semakin baik pula ukuran yang dihasilkan.
2. Merumuskan
dimensi variabel. Setelah dimensi-dimensi suatu variabel dapat ditentukan,
barulah dirumuskan ukuran untuk masing-masing dimensi. Ukuran ini biasanya
berbentuk pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan dimensi tadi.
3. Menentukan
tingkat ukuran yang akan digunakan dalam pengukuran. Apakah skala: nominal,
ordinal, interval atau ratio.
4. Menguji
tingkat validitas dan reliabilitas dari alat pengukur apabila yang dipakai
adalah alat ukur yang baru.
Contoh yang bagus dalam proses pengukuran suatu
variabel dikemukakan oleh Glock dan Stark yang mengembangkan suatu konsep untuk mengukur tingkat
religiusitas. Menurut pendapat mereka,
konsep religiusitas mempunyai lima dimensi berikut:
1. Ritual
Involvement, yaitu tingkatan sejauh mana orang mengerjakan kewajiban ritual di
dalam agama mereka. Seperti sholat, puasa, membayar zakat, dan lain-lain, bagi
yang beragama Islam.
2. Ideologi
Involvement, yaitu tingkatan sejauh mana orang menerima hal-hal yang dogmatik
di dalam agama mereka masing-masing. Misal apakah seseorang yang beragama
percaya tentang adanya malaikat, hari kiamat, surga, neraka, dan hal lain yang sifatnya
dogmatik.
3. Intellectual
Involvement, sebenarnya sejauh
mana seseorang mengetahui
tentang ajaran agamanya. Seberapa jauh aktivitasnya di dalam menambah
pengetahuan agamanya, apakah dia mengikuti pengajian, membaca buku-buku agama,
bagi yang beragama Islam. Bagi
yang beragama Kristen apakah dia menghadiri Sekolah Minggu, membaca buku-buku
agama, dan lain-lain. Demikian pula dengan pemeluk agama lainnya, apakah dia
mengerjakan hal-hal yang serupa.
4. Experiential
Involvement, yaitu dimensi yang berisikan pengalaman-pengalaman unik dan
spektakuler yang merupakan keajaiban yang datang dari Tuhan. Misalnya, apakah
seseorang pernah merasakan bahwa doanya dikabulkan Tuhan; apakah dia pernah merasakan bahwa
jiwanya selamat dari bahaya karena pertolongan Tuhan, dan lain-lain.
5. Consequential
Involvement, yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang
dimotifikasikan oleh ajaran agamanya. Misalkan apakah dia menerapkan ajaran
agamanya di dalam kehidupan sosial. Misalnya,
apakah dia pergi mengunjungi tetangganya yang sakit, mendermakan sebagian
kekayaannya untuk kepentingan fakir miskin,
menyumbangkan uangnya
untuk pendirian rumah yatim piatu, dan lain-lain (Djamaludddin Ancok, 1989: 32).
Dimensi-dimensi
di atas kemudian diperinci dalam aspek yang lebih kecil dalam bentuk
pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan itu
kemudian dijadikan komponen alat pengukur terhadap dimensi tingkat
religiusitas.
C.
Sistematika Penulisan
Proposal Penelitian Kuantitatif
Proposal penelitian pada umumnya memuat 3 bagian, yaitu:
bagian awal, bagian utama dan bagian akhir. Bagian awal memuat halaman judul,
halaman persetujuan dan daftar isi. Bagian utama memuat latar belakang masalah,
rumusan masalah/fokus penelitian, tujuan penelitian, hipotesis penelitian,
kegunaan hasil penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka, kerangka
konseptual, paradigma penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Sedangkan bagian akhir memuat daftar rujukan dan lampiran (Ahmad Tanzeh, 2011:
99).
Sebagai acuan, proposal penelitian
kuantitatif dapat dikemas dalam sistematika penulisan sebagai berikut:
I . Pendahuluan
A.
Latar Belakang Masalah
B.
Identifikasi Masalah
C.
Pembatasan Masalah
D.
Perumusan Masalah
E.
Tujuan Penelitian
F.
Kegunaan/Manfaat Penelitian
II.
Deskripsi Teori, Kerangka Berpikir, Dan Hipotesis
A.
Deskripsi Teoretik
B.
Kerangka Berpikir
C.
Hipotesis
III. Prosedur Penelitian
A.
Metode Penelitian
B.
Populasi dan Sampel
C.
Instrumen Penelitian
D.
Tehnik Pengumpulan Data
E.
Tehnik Analisis Data
IV. Organisasi dan Jadwal Kegiatan Penelitian
A. Organisasi
Penelitian
B. Jadwal
Penelitian
V. Biaya yang Diperlukan (Sugiyono, 2009: 384).
BAB III
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan makalah di
atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Penelitian kuantitatif
merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis,
terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain
penelitiannya. Penelitian
kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut penggunaan angka, mulai dari
pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari
hasilnya.
2.
Proses
penelitian kuantitatif bersifat linier, di mana langkah-langkahnya jelas, mulai
dari penyusunan
latar belakang masalah; identifikasi, pemilihan dan perumusan masalah;
perumusan tujuan dan manfaat penelitian; telaah pustaka; pembentukan kerangka
teori; perumusan hipotesis; serta definisi operasional dan klasifikasi variabel
penelitian.
3.
Penyusunan proposal
penelitian kuantitatif mengikuti sistematika sebagai berikut:
I . Pendahuluan
A.
Latar Belakang Masalah
B.
Identifikasi Masalah
C.
Pembatasan Masalah
D.
Perumusan Masalah
E.
Tujuan Penelitian
F.
Kegunaan/Manfaat Penelitian
II. Deskripsi
Teori, Kerangka Berpikir, dan Hipotesis
A.
Deskripsi Teoretik
B.
Kerangka Berpikir
C.
Hipotesis
III. Prosedur Penelitian
A.
Metode Penelitian
B.
Populasi dan Sampel
C.
Instrumen Penelitian
D.
Tehnik Pengumpulan Data
E.
Tehnik Analisa
Data
IV. Organisasi dan Jadwal Kegiatan Penelitian
A. Organisasi
Penelitian
B. Jadwal
Penelitian
V. Biaya yang Diperlukan
DAFTAR
PUSTAKA
Ancok, Djamaluddin. (1989).
Teknik Penyusunan Skala Pengukuran.
Yogyakarta: PPK
UGM.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta.
Bachtiar, Wardi. (1997). Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah.
Jakarta: Logos.
Bungin, Burhan. (2003). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja
Grafindo.
Danim, Sudarwan. (2002). Menjadi Peneliti
Kualitatif. Bandung:
Pustaka Setia.
Jonathan,
Sarwono.
Perbedaan Dasar antara Pendekatan Kualittif dan
Kuantitatif. http://js.unikom.ac.id/kualitatif/beda.html.
Didownload pada 27 Maret 2012.
Sugiyono. (2009).
Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.
Tanzeh, Ahmad. (2011). Metodologi Penelitian Praktis. Yogyakarta: Teras.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...