PENDIDIKAN - REMAJA - KELUARGA

13/01/2018

Implementasi Kurikulum 2013 di MTsN Watulimo Trenggalek






IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DI MTsN WATULIMO TRENGGALEK


  • Siapapun gurunya …
  • Apapun mata pelajarannya …
  • Bagaimanapun metodenya …
Harus menghasilkan peserta didik yang religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan berintegritas

Pengembangan kurikulum memang merupakan suatu keniscayaan, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan sosial ekonomi, dan perkembangan global serta dilakukan secara periodik. Dalam rangka peningkatan kompetensi siswa madrasah sesuai dengan dinamika pendidikan nasional dan global, maka perlu adanya pengembangan kurikulum.
Kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang telah berlaku selama kurang lebih 6 tahun dikembangkan menjadi Kurikulum 2013 dengan didasari pemikiran tentang tantangan masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan paedagogi, kompetensi masa depan, dan fenomena negatif yang mengemuka.
Pada tahun ajaran 2013/2014, tepatnya sekitar pertengahan tahun 2013, Kurikulum 2013 diimpelementasikan secara terbatas pada sekolah perintis, yakni pada kelas I dan IV untuk tingkat SD/MI, kelas VII untuk SMP/MTs, dan kelas X untuk jenjang SMA/MA/SMK. Sedangkan pada tahun 2014, Kurikulum 2013 sudah diterapkan di Kelas I, II, IV, dan V sedangkan untuk SMP Kelas VII dan VIII dan SMA Kelas X dan XI. Jumlah sekolah yang menjadi sekolah perintis adalah sebanyak 6.326 sekolah tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.

Pada tahun 2017, implementasi kurikulum 2013 (K-13) memasuki tahun ke-4. Di jenjang SD/MI, pada tahun 2016, K-13 telah dilaksanakan di 37.034 sekolah. Pada Tahun 2017/2018, Kemendikbud menargetkan sekolah yang mengimplementasikan K-13 sebanyak 35% sekolah sasaran baru atau sebanyak 52.572 sekolah, sehingga diharapkan sebanyak 60% dari seluruh SD/MI telah menerapkan K-13.
Di MTsN Watulimo, Kurikulum 2013 ini juga sudah mulai diujicobakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015 untuk kelas VII. Perintisan K-13 di MTsN Watulimo ini mengikuti instruksi dari Kementerian Agama sesuai dengan Keputusan Menteri Agama RI nomor 165 tahun 2014 tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 (Kurma 13) mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab, yang merekomendasikan bahwa madrasah negeri harus sudah menerapkan K-13 pada tahun pelajaran 2014/2015. Namun penerapan K-13 di MTsN Watulimo pada saat itu hanya berjalan selama satu semester saja. Banyak kendala yang dihadapi oleh guru, siswa dan madrasah. Ketersediaan perangkat, seperti Buku pelajaran, Aplikasi penilaian, SDM yang belum memadai dan sarana lainnya yang masih belum siap.
Pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015, MTsN Watulimo kembali menerapkan KTSP, namun khusus mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab menggunakan semi K-13. Disebut semi K-13 pada PAI dan Bahasa Arab ini, karena Standar Kompetensinya mengikuti Kurikulum Madrasah 2013, sedangkan penilaiannya masih memakai sistem KTSP.
Penerapan kurikulum memang tidak bisa dilakukan serta merta, harus berjalan secara bertahap dan konsisten. Seiring dengan perjalanan waktu, para guru juga sudah mengikuti diklat/workshop K-13, baik yang diselenggarakan di madrasah maupun di tempat lain. Tidak kurang dari 5 kali di MTsN Watulimo telah diselenggarakan diklat/workshop K-13 untuk membekali para pendidik dan tenaga kependidikan dalam implementasi Kurikulum Madrasah 2013. Buku pelajaran juga telah disiapkan sesuai dengan kemampuan madrasah. Akhirnya pada tahun pelajaran 2015/2016 diterapkan kembali K-13 bagi kelas VII. Selanjutnya pada tahun berikutnya, 2016/2017 kelas VII dan Kelas VIII sudah berlaku K-13 untuk semua pelajaran. Dan pada tahun pelajaran 2017/2018 ini MTsN Watulimo telah memberlakukan Kurikulum 2013 secara total dari kelas VII sampai kelas IX.
Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdikbud, Hamid Muhammad, menjelaskan bahwa Kurikulum 2013 atau yang sering disingkat Kurtilas ini sudah mengalami beberapa kali perbaikan atau revisi. Mulai Kurikulum 2013 revisi 2016 dan saat ini Kurikulum 2013 revisi tahun 2017.
Adapun perbaikan atau revisi Kurikulum 2013 tahun 2017 adalah menyangkut 3 hal yang sangat penting. Tiga hal tersebut adalah:
Mengintegrasikan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di dalam pembelajaran. Karakter yang diperkuat terutama 5 karakter, yaitu: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. PPK ini sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017.
Menguatkan budaya literasi. Budaya literasi juga ditumbuhkan melalui integrasi dalam pembelajaran, utamanya dalam penerapan pendekatan saintifik yang meliputi mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan yang dikenal dengan 5M.
Pembelajaran abad 21 atau yang diistilahkan dengan 4-C (Creative, Critical thinking, Communicative, dan Collaborative). Pembelajaran dengan menyertakan 4-C inilah yang kemudian oleh para ahli dikategorikan dalam istilah Higher Order of Thinking Skill (HOTS), yaitu kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Beberapa pakar menjelaskan pentingnya penguasaan 4-C sebagai sarana meraih kesuksesan, khususnya di abad 21, abad di mana dunia berkembang dengan sangat cepat dan dinamis. 4-C adalah jenis softskill yang pada implementasi keseharian, jauh lebih bermanfaat ketimbang sekedar pengusaan hardskill.
Sehubungan dengan Kurtilas revisi tahun 2017 di atas, yang mengutamakan penguatan pendidikan karakter (PPK), budaya literasi dan pembelajaran abad 21, di MTsN Watulimo sebetulnya jauh sebelum tahun 2017 sudah membudayakan 3 hal di atas, utamanya pendidikan karakter dan budaya literasi.


Serangkaian kegiatan pembiasaan dan ekstrakurikuler yang dilaksanakan di MTsN Watulimo mulai dari siswa datang sampai siswa pulang adalah wujud kongkret dari pendidikan karakter yang diterapkan di madrasah. Siswa ke madrasah dilarang membawa sepeda motor, selalu berpakaian sopan dan rapi, turun dari sepeda ketika masuk gerbang madrasah, berjabat tangan dengan guru adalah contoh nyata pendidikan karakter siswa sehari-hari. Peringatan hari besar Islam dan nasional yang selalu diselenggarakan oleh madrasah juga menggambarkan pendidikan karakter yang bersifat religius dan nasionalis. Dan masih banyak lagi kegiatan penguatan pendidikan karakter lainnya bagi siswa di MTsN Watulimo.
Budaya literasi di MTsN Watulimo juga sudah lama sekali didengungkan kepada seluruh civitas akademika madrasah mulai dari guru, pegawai sampai dengan siswa. Setiap siswa wajib memiliki Kartu Perpustakaan, adanya Buku Kunjungan di Perpustakaan, kegiatan Bulan Bahasa, lomba mengarang dan sebagainya. Dan yang cukup membanggakan adalah terbitnya Koran Pelajar ”Sketsa” setiap 3 bulan sekali. Koper ‘Sketsa’ merupakan wahana komunikasi yang efektif untuk menyalurkan bakat jurnalistik bagi warga MTsN Watulimo. Pada bulan September 2017 ini sudah edisi yang ke 23. Hal ini tentunya juga merupakan bentuk kegiatan penguatan budaya literasi madrasah yang dimasukkan dalam revisi K-13 tahun 2017.
Pada Kurikulum 2013 pembelajarannya menggunakan pendekatan saintifik (5-M : mengamati, menanya, mencoba, menalar, mengomunikasikan), sedangkan penilaiannya menggunakan penilaian autentik (asli, menyeluruh). K-13 memiliki empat aspek penilaian, yaitu aspek spiritual (KI-1), aspek sosial (KI-2), aspek pengetahuan (KI-3), dan aspek ketrampilan KI-4). Sikap dan perilaku (moral) adalah aspek penilaian yang teramat penting (nilai aspek 60%). Apabila salah seorang siswa melakukan sikap buruk, maka dianggap seluruh nilainya kurang.
Penilaian hasil belajar oleh guru di MTsN Watulimo menggunakan berbagai instrumen penilaian yang berupa tes, pengamatan, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik. Penilaian dilakukan dalam bentuk penilaian harian, penilaian akhir semester dan penilaian akhir tahun.
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang harus dicapai oleh peserta didik MTsN Watulimo adalah 75 untuk semua mata pelajaran. Laporan hasil penilaian pendidikan pada akhir semester, dan akhir tahun ditetapkan dalam rapat dewan guru berdasar hasil penilaian oleh pendidik dan hasil penilaian oleh madrasah. Kenaikan kelas dan/atau kelulusan peserta didik ditetapkan melalui rapat dewan guru.

Laporan hasil penilaian akhir yang diterapkan dalam K-13 di MTsN Watulimo telah memakai sistem aplikasi Raport yang berpedoman pada Permendikbud nomor 53 tahun 2015 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Penulisan Raport dengan menggunakan sistem aplikasi ini sangat membantu wali kelas dalam mendokumentasikan hasil perolehan nilai siswa, sehingga dapat diselesaikan dengan lebih efektif dan efisien.
Itulah sekelumit paparan tentang implementasi Kurikulum 2013 di MTsN Watulimo yang saat ini sudah masuk tahun ke-3. Harapannya, semoga Pemerintah bisa konsisten terhadap penerapan Kurtilas ini, sehingga dunia pendidikan benar-benar bisa merasakan hasilnya sesuai dengan yang dicita-citakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Keberhasilan pendidikan tidak hanya bertumpu pada sekolah saja, karena menurut Ki Hajar Dewantara, ada Tripusat pendidikan yang selalu berkaitan dan mendukung suksesnya pendidikan, yaitu pendidikan keluarga, pendidikan sekolah dan pendidikan lingkungan. Keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 di MTsN Watulimo juga tergantung pada jalinan kerjasama seluruh stakeholder madrasah yang meliputi pemerintah, pendidik/tenaga kependidikan, siswa, orang tua/komite dan masyarakat.@

02/09/2017

Pendidikan Anak-Anak Kita Tanggung Jawab Siapa?



PENDIDIKAN ANAK-ANAK KITA

TANGGUNG JAWAB SIAPA?

Oleh: Nanang M. Safa'



 Jika kita sepakat bahwa anak-anak kita adalah para generasi penerus bangsa yang nantinya diharapkan bisa menjadi generasi berkualitas, maka mereka harus dibekali dengan berbagai pengetahuan dan ketrampilan. Selain itu justru yang paling utama adalah meletakkan pondasi moral yang kokoh agar terbentuk kepribadian yang baik. Untuk membentuk generasi yang berkualitas, butuh upaya keras dan berkelanjutan. Seluruh elemen harus bergerak bersama dan bertindak bersama.

Keluarga adalah tempat di mana pertama kali anak mengenal lingkungannya. Ia hidup dan berkembang dalam lingkungan keluarga di mana ia tinggal. Maka orang tuanyalah sebagai penyebab pertama perkenalan anak dengan dunia. Dalam hal ini orang tua berperan sebagai guide atau enter-preter yang selalu siap menjawab dan menerangkan segala yang dilihat, dirasa, dan ditanyakan anak-anaknya. Sikap, perkataan dan perilaku orang tua merupakan model nyata bagi anak. Maka tak jarang ketika ditanya siapa idolanya, anak-anak akan menjawab ibu atau bapaknya. Orang tua bagi anak merupakan pribadi ideal yang sangat sempurna, agung, dan berwibawa. Anak-anak sangat mudah meniru apa saja yang dilihat, didengar dan diamati, sehingga apa yang diterima dari orang tuanya (keluarganya) berkaitan erat dengan pembentukan karakter anak di kemudian hari.

Setiap orang tua yang baik tentu mengharapkan agar kelak anak-anaknya bisa menjadi “orang”, walaupun tidak kaya setidaknya dapat mandiri dan berguna bagi masyarakatnya. Lebih-lebih bisa menjadi orang penting, pejabat tinggi atau bahkan presiden, misalnya. Itulah yang didambakan setiap orang tua. Sejelek-jeleknya orang tua tidak ada yang menghendaki anaknya jadi orang yang tidak baik.

Tetapi rupa-rupanya hidup ini tidak semudah yang diinginkan. Iklim kompetisi semakin ketat di segala bidang kehidupan. Melihat kenyatan ini, bisa jadi harapan yang tadinya mulai menguncup dan akan mekar akhirnya layu sebelum berkembang. Apakah lantas kita sebagai orang tua akan menyerah begitu saja?



Bagaimana dengan Orang Tua Sekarang?

Pembentukan kepribadian merupakan hasil perpaduan dari berbagai faktor yang saling terkait satu sama lain, dengan berbagai proses pendukungnya. Namun akhir-akhir ini muncul fenomena di kalangan orang tua yang sebenarnya merupakan hal yang sangat kontra produktif dengan harapan dan cita-cita orang tua sendiri yang mendambakan anak-anaknya menjadi manusia yang baik dan berkualitas.

Pertama; banyak orang tua yang sepertinya sedang dilanda penyakit “takut memilki anak bodoh”. Artinya mereka sangat takut jika anak-anaknya dikatakan bodoh ketika nilai-nilai hasil ulangan dalam simbol angka-angka dalam buku rapor jelek. Sebaliknya mereka akan sangat bangga dan mengagung-agungkan anaknya (di depan anaknya tersebut atau menggunjingkannya di antara teman-temannya) ketika angka-angka di buku rapor anaknya bagus-bagus, dengan tiada keinginan untuk tahu bagimana cara anaknya tersebut mendapatkan nilai bagus tersebut; dari nyontekkah? dari berbuat curangkah? dari merampas jawaban temankah? dan tindakan ketidakjujuran lainnya. Tindakan orang tua semacam inilah yang pada akhirnya akan membuat anak-anak kita acuh dan tidak perduli lagi tentang ajaran moral. Mereka bisa saja menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai bagus agar mendapat acungan jempol dari orang tuanya. Inilah antara lain yang akhirnya bisa meruntuhkan moral anak-anak kita. Maka jangan buru-buru menyalahkan anak-anak kita ketika kelak setelah mereka menjadi “orang” tindakan mereka juga penuh nuansa ketidakjujuran dan suka menghalalkan segala cara.

Kedua; banyak orang tua yang menganggap bahwa ketika anak sudah dicukupi kebutuhan jasmaniahnya, seperti makan, pakaian, kendaraan, uang saku, dan fasilitas kesehariannya termasuk HP, maka mereka merasa sudah cukup memberikan hal terbaik kepada anak-anaknya. Mereka lupa bahwa ada hal lebih penting dari itu semua yakni kebutuhan ruhaniahnya, termasuk perhatian dan kasih sayang.

Ketiga; banyak orang tua yang buru-buru lepas tangan dan merasa bebas dari tanggung jawab mendidik anak-anaknya ketika mereka telah memasukkan anak-anaknya di lembaga pendidikan formal (sekolah atau madrasah). Memang, pendidikan formal di sekolah/madrasah merupakan satu jalur pendidikan yang paling sistematis dan memiliki program terarah. Namun jangan lupa bahwa tanggung jawab mendidik anak-anak biar bagaimanapun tetap tidak bisa digantikan oleh siapapun. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang pertama bagi anak. Segala hal yang terjadi dalam keluarga akan berpengaruh terhadap kehidupan anak pada masa-masa selanjutnya. Di samping itu, pendidikan keluarga juga merupakan dasar (pondasi) bagi perkembangan jiwa dan pembentukan kepribadian anak. Penanggung jawab pendidikan keluarga ini adalah kedua orang tua, didukung oleh anggota keluarga yang lain tentunya. Relasi dan interaksi dalam keluarga yang harmonis dan komunikatif akan sangat membantu terbentuknya anak-anak yang berkepribadian baik dan berkualitas seperti yang didambakan.

Selanjutnya yang tak kalah penting adalah masyarakat di mana anak-anak banyak menghabiskan waktu di luar keluarga dan sekolah. Pendidikan dalam masyarakat telah dimulai ketika anak mulai mengenal lingkungan di luar keluarga. Masyarakat yang permisif terhadap keberadaan anak-anak dengan memberikan ruang berkreasi dan berekspresi bagi anak-anak adalah masyarakat yang menjadi dambaan anak-anak. Sebaliknya masyarakat yang cuek dan cenderung hanya menghakimi akan membuat anak-anak semakin apatis terhadap lingkungannya dan akhirnya mereka akan menciptakan dunia lain bersama kelompok sebayanya dengan kegiatan-kegiatan yang cenderung negative sebagai perwujudan dari dunia yang mereka impikan. 

Dengan adanya kerja sama dari ketiga lembaga pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat), diharapkan pendidikan dapat berjalan secara kontinyu dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan, seperti yang telah dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.@safa_kampus215

02/03/2016

Trend Berbusana Muslimah, Dari Jilbab Hingga Jilbobs

TREND BERBUSANA MUSLIMAH, DARI JILBAB HINGGA JILBOBS

Oleh: Nanang M. Safa'




 “Ajining diri saka lathi, ajining raga saka busana”

Kalimat berbahasa Jawa yang sangat filosofis dan bermakna sangat dalam. Bahwa harga diri seseorang tergantung pada dua hal yakni tutur kata yang terucap di bibir serta penampilan tubuh yang terekspresi lewat pakaian (busana). Memang bisa saja pernyataan itu tidak sepenuhnya benar. Ada pepatah lain mengatakan, “Bagai Musang berbulu Domba”. Kadangkala penampilan luar bisa mengecoh. Orang yang punya maksud jahat bisa saja menampilkan tutur sapa yang halus dan sopan, juga berpenampilan parlente. Namun ini tentu saja tidak berlaku bagi keseharian seseorang yang sudah kita kenal dan akrabi. Maka tidak terbantahkan tentang asumsi umum bahwa penampilan luar adalah cerminan dari watak dan karakter seseorang.

Dalam hal berbusana, prinsip Islam sudah sangat jelas yakni harus menutup aurat. Aurat adalah bagian tubuh yang tidak boleh dibuka untuk diperlihatkan. Karena aurat adalah sesuatu yang harus dijaga oleh setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan. Maka ini adalah sebuah tanggung jawab yang harus dijalankan oleh setiap umat Islam. Dengan kata lain, menjaga aurat adalah salah satu wujud nyata dari menjaga kehormatan diri. Apakah aurat itu merupakan anggota tubuh yang tidak baik sehingga tidak boleh dipertontonkan sesukanya seperti anggota tubuh yang lain? Pada hakekatnya tidak satu pun dari bagian tubuh yang buruk termasuk aurat, karena Allah menciptakannya untuk kemanfaatan bagi manusia. Namun tentu saja semua hal baik tidak lantas pas untuk konsumsi banyak orang. Justru KEBAIKAN AKAN TETAP MENJADI BAIK JIKA KITA PANDAI MENJAGANYA.

Dalam perkembangan mode, kebutuhan berbusana berkembang begitu pesat. Industri busana muslim secara integral dalam perkembangan mode konvensional telah menjadi asset bisnis yang menarik. Tidak saja dalam industri besar, namun juga untuk skala rumahan dan pengrajin. Gerai busana muslim bermunculan mulai dari kelas kaki lima hingga butik ternama. Fashion show seringkali digelar oleh para designer dengan berbagai trend busana muslim dengan beragam gaya, mulai dari paduan budaya antar bangsa, hingga inspirasi alam yang bervariatif. Mereka begitu bebas mengadaptasi ide kreatifnya dari berbagai sumber, termasuk perkembangan mode internasional.

Tuntutan untuk bisa berpenampilan cantik dan menarik telah ikut mempengaruhi industri busana muslimah. Di satu sisi hal ini tentu membawa angin segar bagi memasyarakatnya pakaian muslimah (jilbab), namun di sisi lain tentu menimbulkan kegelisahan dan kekhawatiran bahwa gaya busana perempuan muslimah sudah mulai menyimpang dari kaidah syar’i yang benar.

Pada medio 2013, di media sosial muncul istilah jilbobs. –plesetan dari jilbab-. Jilboobs adalah pelesetan dari kata jilbab dan boobs alias dada perempuan (maaf, payudara). Sindiran ini ditujukan kepada para perempuan yang mengenakan hijab tapi masih hobi berbusana ketat dan seksi hingga lekuk tubuhnya tercetak jelas. Istilah ini muncul di kalangan para remaja muslimah (kalangan pelajar dan mahasiswa) yang suka mengenakan jilbab namun juga ingin menampilkan sisi-sisi menarik dari tubuhnya. Hal itulah yang kemudian membuat remaja perempuan masih memilih pakaian-pakaian ketat yang mengeksploitasi sisi-sisi erotis dari tubuhnya untuk menarik perhatian lawan jenis.

Islam telah memberikan batas dan rambu-rambu tentang tata cara berbusana, termasuk dalam mengenakan perhiasan. Di sisi lain, Islam adalah agama yang mengenal batas toleransi (tasamuh) dalam mengatur tata kehidupan termasuk dalam hal berpakaian dan mengenakan perhiasan. Busana bagi seseorang bukan saja untuk menutupi aurat namun juga sebagai ekspresi beragam perasaan dan gaya hidup. Islam mengharuskan seorang muslimah untuk menutupi auratnya. Hal ini tentu sebuah harga mati. Namun Islam juga tidak serta merta menutup pintu rapat-rapat untuk sebuah keindahan. Bukankah Allah itu juga sangat menyukai keindahan?! Jika dengan berpakaian bisa menjadikan seseorang lebih menarik dan elok, Islam tentu bisa menoleransinya. Namun jika dengan gaya pakaian dan perhiasan yang dikenakannya bisa menimbulkan fitnah, kemaksiatan dan kemadharatan, itulah yang jelas-jelas dilarang oleh Islam.

“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya…” (QS. An Nur: 31)

Perhiasan merupakan sesuatu yang dipakai untuk memperelok (memperindah). Al Qur’an tidak menjelaskan apalagi merinci apa yang dimaksud perhiasan, atau sesuatu yang “elok atau indah”. Sebagian pakar menjelaskan bahwa sesuatu yang indah adalah sesuatu yang menghasilkan kebebasan dan keserasian. Namun kebebasan tersebut haruslah kebebasan yang disertai tanggung jawab, baik tanggung jawab pada diri sendiri, masyarakat maupun tanggung jawab terhadap keyakinannya (agamanya). Keindahan adalah dambaan setiap manusia. Namun harus diingat pula bahwa keindahan itu sangatlah relatif, tergantung dari sudut pandang masing-masing penilai. Namun setidaknya ada standard etika yang bisa dijadikan alat ukur tentang elok dan tidak elok, tentang patut dan tidak patut, dan seterusnya.

Sebagai seorang muslim, tentu saja kita harus melihat kaidah-kaidah berpakaian yang sesuai dengan syari’at Islam, supaya apa yang kita kenakan dapat dipertanggungjawabkan di akhirat kelak dan tidak memicu hal-hal yang tidak diinginkan di dunia.

Rasulullah Muhammad SAW telah memaklumatkan lewat haditsnya yang diriwayatkan Bukhari bahwa salah satu golongan yang tidak akan mencium bau surga –apalagi masuk ke dalamnya- adalah perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, berjalan berlenggak-lenggok, mudah dirayu atau suka merayu. Makna dari ‘berpakaian tetapi telanjang’ adalah dia menutup sebagian auratnya tapi menampakkan sebagian lainnya. Atau dia menutupi seluruh auratnya tapi dengan pakaian yang tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya (auratnya). Allah SWT memerintahkan perempuan untuk menutup auratnya. Aurat perempuan dapat mengundang kemaksiatan bagi orang yang melihatnya, maka menutup auratpun dapat menghindarkan perempuan dari kedzaliman orang lain. Selain itu, menutup aurat bisa mengangkat derajat dan martabat perempuan di mata Allah maupun di mata masyarakat. Dan ingatlah bahwa SEINDAH-INDAH PERHIASAN ADALAH PERHIASAN TAQWA.