IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DI MTsN WATULIMO TRENGGALEK
- Siapapun gurunya …
- Apapun mata pelajarannya …
- Bagaimanapun metodenya …
Harus menghasilkan peserta didik yang religius,
nasionalis, mandiri, gotong royong, dan berintegritas
Pengembangan kurikulum memang merupakan suatu
keniscayaan, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
tuntutan sosial ekonomi, dan perkembangan global serta dilakukan secara periodik. Dalam rangka peningkatan kompetensi
siswa madrasah sesuai dengan dinamika pendidikan nasional dan global, maka
perlu adanya pengembangan kurikulum.
Kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang telah
berlaku selama kurang lebih 6 tahun dikembangkan menjadi
Kurikulum 2013 dengan didasari pemikiran tentang
tantangan masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan paedagogi, kompetensi masa depan, dan fenomena negatif yang mengemuka.
Pada tahun ajaran 2013/2014, tepatnya sekitar
pertengahan tahun 2013, Kurikulum 2013 diimpelementasikan secara terbatas pada
sekolah perintis, yakni pada kelas I dan IV untuk tingkat SD/MI,
kelas VII untuk SMP/MTs, dan kelas X untuk jenjang
SMA/MA/SMK. Sedangkan pada tahun 2014, Kurikulum
2013 sudah diterapkan di Kelas I, II, IV, dan V sedangkan untuk SMP Kelas VII
dan VIII dan SMA Kelas X dan XI. Jumlah sekolah yang menjadi sekolah perintis
adalah sebanyak 6.326 sekolah tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.
Pada tahun 2017, implementasi
kurikulum 2013 (K-13) memasuki tahun ke-4. Di jenjang SD/MI, pada tahun 2016,
K-13 telah dilaksanakan di 37.034 sekolah. Pada Tahun 2017/2018, Kemendikbud
menargetkan sekolah yang mengimplementasikan K-13 sebanyak 35% sekolah sasaran
baru atau sebanyak 52.572 sekolah, sehingga diharapkan sebanyak 60% dari
seluruh SD/MI telah menerapkan K-13.
Di MTsN Watulimo, Kurikulum 2013
ini juga sudah mulai diujicobakan pada semester ganjil tahun pelajaran
2014/2015 untuk kelas VII. Perintisan K-13 di MTsN Watulimo ini mengikuti
instruksi dari Kementerian Agama sesuai dengan Keputusan Menteri Agama RI nomor
165 tahun 2014 tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 (Kurma 13) mata
pelajaran PAI dan Bahasa Arab, yang merekomendasikan bahwa madrasah negeri
harus sudah menerapkan K-13 pada tahun pelajaran 2014/2015. Namun penerapan
K-13 di MTsN Watulimo pada saat itu hanya berjalan selama satu semester saja.
Banyak kendala yang dihadapi oleh guru, siswa dan madrasah. Ketersediaan
perangkat, seperti Buku pelajaran, Aplikasi penilaian, SDM yang belum memadai
dan sarana lainnya yang masih belum siap.
Pada semester genap tahun
pelajaran 2014/2015, MTsN Watulimo kembali menerapkan KTSP, namun khusus mata
pelajaran PAI dan Bahasa Arab menggunakan semi K-13. Disebut semi K-13 pada PAI
dan Bahasa Arab ini, karena Standar Kompetensinya mengikuti Kurikulum Madrasah
2013, sedangkan penilaiannya masih memakai sistem KTSP.
Penerapan kurikulum memang tidak
bisa dilakukan serta merta, harus berjalan secara bertahap dan konsisten.
Seiring dengan perjalanan waktu, para guru juga sudah mengikuti diklat/workshop
K-13, baik yang diselenggarakan di madrasah maupun di tempat lain. Tidak kurang
dari 5 kali di MTsN Watulimo telah diselenggarakan diklat/workshop K-13 untuk
membekali para pendidik dan tenaga kependidikan dalam implementasi Kurikulum
Madrasah 2013. Buku pelajaran juga telah disiapkan sesuai dengan kemampuan
madrasah. Akhirnya pada tahun pelajaran 2015/2016 diterapkan kembali K-13 bagi
kelas VII. Selanjutnya pada tahun berikutnya, 2016/2017 kelas VII dan Kelas
VIII sudah berlaku K-13 untuk semua pelajaran. Dan pada tahun pelajaran
2017/2018 ini MTsN Watulimo telah memberlakukan Kurikulum 2013 secara total
dari kelas VII sampai kelas IX.
Menurut
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdikbud, Hamid Muhammad,
menjelaskan bahwa Kurikulum 2013 atau yang sering disingkat Kurtilas ini sudah
mengalami beberapa kali perbaikan atau revisi. Mulai Kurikulum 2013 revisi 2016
dan saat ini Kurikulum 2013 revisi tahun 2017.
Adapun
perbaikan atau revisi Kurikulum 2013 tahun 2017 adalah menyangkut 3 hal yang
sangat penting. Tiga hal tersebut adalah:
Mengintegrasikan Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) di dalam pembelajaran. Karakter yang diperkuat
terutama 5 karakter, yaitu: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan
integritas. PPK ini sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 87
Tahun 2017.
Menguatkan budaya literasi. Budaya
literasi juga ditumbuhkan melalui integrasi dalam pembelajaran, utamanya dalam
penerapan pendekatan saintifik yang meliputi mengamati, menanya, mencoba,
menalar, dan mengomunikasikan yang dikenal dengan 5M.
Pembelajaran abad 21 atau yang
diistilahkan dengan 4-C (Creative, Critical thinking, Communicative, dan
Collaborative). Pembelajaran dengan menyertakan 4-C inilah yang kemudian oleh
para ahli dikategorikan dalam istilah Higher Order of Thinking Skill (HOTS),
yaitu kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir
kreatif yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Beberapa pakar
menjelaskan pentingnya penguasaan 4-C sebagai sarana meraih kesuksesan,
khususnya di abad 21, abad di mana dunia berkembang dengan sangat cepat dan
dinamis. 4-C adalah jenis softskill yang pada implementasi keseharian, jauh
lebih bermanfaat ketimbang sekedar pengusaan hardskill.
Sehubungan dengan Kurtilas revisi
tahun 2017 di atas, yang mengutamakan penguatan pendidikan karakter (PPK),
budaya literasi dan pembelajaran abad 21, di MTsN Watulimo sebetulnya jauh
sebelum tahun 2017 sudah membudayakan 3 hal di atas, utamanya pendidikan
karakter dan budaya literasi.
Serangkaian
kegiatan pembiasaan dan ekstrakurikuler yang dilaksanakan di MTsN Watulimo
mulai dari siswa datang sampai siswa pulang adalah wujud kongkret dari
pendidikan karakter yang diterapkan di madrasah. Siswa ke madrasah dilarang
membawa sepeda motor, selalu berpakaian sopan dan rapi, turun dari sepeda
ketika masuk gerbang madrasah, berjabat tangan dengan guru adalah contoh nyata
pendidikan karakter siswa sehari-hari. Peringatan hari besar Islam dan nasional
yang selalu diselenggarakan oleh madrasah juga menggambarkan pendidikan
karakter yang bersifat religius dan nasionalis. Dan masih banyak lagi kegiatan
penguatan pendidikan karakter lainnya bagi siswa di MTsN Watulimo.
Budaya
literasi di MTsN Watulimo juga sudah lama sekali didengungkan kepada seluruh
civitas akademika madrasah mulai dari guru, pegawai sampai dengan siswa. Setiap
siswa wajib memiliki Kartu Perpustakaan, adanya Buku Kunjungan di Perpustakaan,
kegiatan Bulan Bahasa, lomba mengarang dan sebagainya. Dan yang cukup
membanggakan adalah terbitnya Koran Pelajar ”Sketsa” setiap 3 bulan sekali.
Koper ‘Sketsa’ merupakan wahana komunikasi yang efektif untuk menyalurkan bakat
jurnalistik bagi warga MTsN Watulimo. Pada bulan September 2017 ini sudah edisi
yang ke 23. Hal ini tentunya juga merupakan bentuk kegiatan penguatan budaya
literasi madrasah yang dimasukkan dalam revisi K-13 tahun 2017.
Pada Kurikulum 2013 pembelajarannya menggunakan
pendekatan saintifik (5-M : mengamati, menanya, mencoba, menalar,
mengomunikasikan), sedangkan penilaiannya menggunakan penilaian autentik (asli,
menyeluruh). K-13 memiliki empat aspek penilaian, yaitu aspek spiritual (KI-1),
aspek sosial (KI-2), aspek pengetahuan (KI-3), dan aspek ketrampilan KI-4).
Sikap dan perilaku (moral) adalah aspek penilaian yang teramat penting (nilai aspek
60%). Apabila salah seorang siswa melakukan sikap buruk, maka dianggap seluruh
nilainya kurang.
Penilaian hasil belajar
oleh guru di MTsN Watulimo menggunakan berbagai instrumen penilaian yang berupa
tes, pengamatan, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang
sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik.
Penilaian dilakukan dalam
bentuk penilaian harian, penilaian akhir semester dan penilaian akhir tahun.
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang harus dicapai
oleh peserta didik MTsN Watulimo adalah 75 untuk semua mata pelajaran. Laporan
hasil penilaian pendidikan pada akhir semester, dan akhir tahun ditetapkan
dalam rapat dewan guru berdasar hasil penilaian oleh pendidik dan hasil
penilaian oleh madrasah. Kenaikan kelas dan/atau kelulusan peserta didik
ditetapkan melalui rapat dewan guru.
Laporan
hasil penilaian akhir yang diterapkan dalam K-13 di MTsN Watulimo telah memakai
sistem aplikasi Raport yang berpedoman pada Permendikbud nomor 53 tahun 2015
tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan
pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Penulisan Raport dengan
menggunakan sistem aplikasi ini sangat membantu wali kelas dalam
mendokumentasikan hasil perolehan nilai siswa, sehingga dapat diselesaikan
dengan lebih efektif dan efisien.
Itulah sekelumit paparan tentang implementasi
Kurikulum 2013 di MTsN Watulimo yang saat ini sudah masuk tahun ke-3.
Harapannya, semoga Pemerintah bisa konsisten terhadap penerapan Kurtilas ini,
sehingga dunia pendidikan benar-benar bisa merasakan hasilnya sesuai dengan
yang dicita-citakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Keberhasilan pendidikan
tidak hanya bertumpu pada sekolah saja, karena menurut Ki Hajar Dewantara, ada
Tripusat pendidikan yang selalu berkaitan dan mendukung suksesnya pendidikan,
yaitu pendidikan keluarga, pendidikan sekolah dan pendidikan lingkungan.
Keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 di MTsN Watulimo juga tergantung pada
jalinan kerjasama seluruh stakeholder madrasah yang meliputi pemerintah,
pendidik/tenaga kependidikan, siswa, orang tua/komite dan masyarakat.@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...