PENDIDIKAN ANAK-ANAK KITA
TANGGUNG JAWAB SIAPA?
Oleh: Nanang M. Safa'
Jika kita sepakat bahwa anak-anak kita adalah para
generasi penerus bangsa yang nantinya diharapkan bisa menjadi generasi
berkualitas, maka mereka harus dibekali dengan berbagai pengetahuan dan
ketrampilan. Selain itu justru yang paling utama adalah meletakkan pondasi
moral yang kokoh agar terbentuk kepribadian yang baik. Untuk membentuk generasi
yang berkualitas, butuh upaya keras dan berkelanjutan. Seluruh elemen harus
bergerak bersama dan bertindak bersama.
Keluarga adalah tempat di mana pertama kali anak
mengenal lingkungannya. Ia hidup dan berkembang dalam lingkungan keluarga di
mana ia tinggal. Maka orang tuanyalah sebagai penyebab pertama perkenalan anak
dengan dunia. Dalam hal ini orang tua berperan sebagai guide atau enter-preter
yang selalu siap menjawab dan menerangkan segala yang dilihat, dirasa, dan
ditanyakan anak-anaknya. Sikap, perkataan dan perilaku orang tua merupakan
model nyata bagi anak. Maka tak jarang ketika ditanya siapa idolanya, anak-anak
akan menjawab ibu atau bapaknya. Orang tua bagi anak merupakan pribadi ideal
yang sangat sempurna, agung, dan berwibawa. Anak-anak sangat mudah meniru apa
saja yang dilihat, didengar dan diamati, sehingga apa yang diterima dari orang
tuanya (keluarganya) berkaitan erat dengan pembentukan karakter anak di kemudian
hari.
Setiap orang tua yang baik tentu mengharapkan agar
kelak anak-anaknya bisa menjadi “orang”, walaupun tidak kaya setidaknya dapat
mandiri dan berguna bagi masyarakatnya. Lebih-lebih bisa menjadi orang penting,
pejabat tinggi atau bahkan presiden, misalnya. Itulah yang didambakan setiap
orang tua. Sejelek-jeleknya orang tua tidak ada yang menghendaki anaknya jadi
orang yang tidak baik.
Tetapi rupa-rupanya hidup ini tidak semudah yang
diinginkan. Iklim kompetisi semakin ketat di segala bidang kehidupan. Melihat
kenyatan ini, bisa jadi harapan yang tadinya mulai menguncup dan akan mekar
akhirnya layu sebelum berkembang. Apakah lantas kita sebagai orang tua akan
menyerah begitu saja?
Bagaimana
dengan Orang Tua Sekarang?
Pembentukan kepribadian merupakan hasil perpaduan
dari berbagai faktor yang saling terkait satu sama lain, dengan berbagai proses
pendukungnya. Namun akhir-akhir ini muncul fenomena di kalangan orang tua yang
sebenarnya merupakan hal yang sangat kontra produktif dengan harapan dan
cita-cita orang tua sendiri yang mendambakan anak-anaknya menjadi manusia yang baik
dan berkualitas.
Pertama; banyak orang tua yang
sepertinya sedang dilanda penyakit “takut memilki anak bodoh”. Artinya mereka
sangat takut jika anak-anaknya dikatakan bodoh ketika nilai-nilai hasil ulangan
dalam simbol angka-angka dalam buku rapor jelek. Sebaliknya mereka akan sangat
bangga dan mengagung-agungkan anaknya (di depan anaknya tersebut atau
menggunjingkannya di antara teman-temannya) ketika angka-angka di buku rapor
anaknya bagus-bagus, dengan tiada keinginan untuk tahu bagimana cara anaknya
tersebut mendapatkan nilai bagus tersebut; dari nyontekkah? dari berbuat
curangkah? dari merampas jawaban temankah? dan tindakan ketidakjujuran lainnya.
Tindakan orang tua semacam inilah yang pada akhirnya akan membuat anak-anak
kita acuh dan tidak perduli lagi tentang ajaran moral. Mereka bisa saja
menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai bagus agar mendapat acungan
jempol dari orang tuanya. Inilah antara lain yang akhirnya bisa meruntuhkan
moral anak-anak kita. Maka jangan buru-buru menyalahkan anak-anak kita ketika
kelak setelah mereka menjadi “orang” tindakan mereka juga penuh nuansa
ketidakjujuran dan suka menghalalkan segala cara.
Kedua; banyak orang tua yang
menganggap bahwa ketika anak sudah dicukupi kebutuhan jasmaniahnya, seperti
makan, pakaian, kendaraan, uang saku, dan fasilitas kesehariannya termasuk HP,
maka mereka merasa sudah cukup memberikan hal terbaik kepada anak-anaknya. Mereka
lupa bahwa ada hal lebih penting dari itu semua yakni kebutuhan ruhaniahnya,
termasuk perhatian dan kasih sayang.
Ketiga; banyak orang tua yang
buru-buru lepas tangan dan merasa bebas dari tanggung jawab mendidik anak-anaknya
ketika mereka telah memasukkan anak-anaknya di lembaga pendidikan formal (sekolah
atau madrasah). Memang, pendidikan formal di sekolah/madrasah merupakan satu
jalur pendidikan yang paling sistematis dan memiliki program terarah. Namun jangan lupa bahwa tanggung
jawab mendidik anak-anak biar bagaimanapun tetap tidak bisa digantikan oleh
siapapun. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang pertama bagi anak.
Segala hal yang terjadi dalam keluarga akan berpengaruh terhadap kehidupan anak
pada masa-masa selanjutnya. Di samping itu, pendidikan keluarga juga merupakan
dasar (pondasi) bagi perkembangan jiwa dan pembentukan kepribadian anak.
Penanggung jawab pendidikan keluarga ini adalah kedua orang tua, didukung oleh
anggota keluarga yang lain tentunya. Relasi dan interaksi dalam keluarga yang
harmonis dan komunikatif akan sangat membantu terbentuknya anak-anak yang
berkepribadian baik dan berkualitas seperti yang didambakan.
Selanjutnya yang tak kalah penting adalah masyarakat
di mana anak-anak banyak menghabiskan waktu di luar keluarga dan sekolah. Pendidikan dalam masyarakat telah dimulai ketika anak
mulai mengenal lingkungan di luar keluarga. Masyarakat yang permisif
terhadap keberadaan anak-anak dengan memberikan ruang berkreasi dan berekspresi
bagi anak-anak adalah masyarakat yang menjadi dambaan anak-anak. Sebaliknya
masyarakat yang cuek dan cenderung hanya menghakimi akan membuat anak-anak
semakin apatis terhadap lingkungannya dan akhirnya mereka akan
menciptakan dunia lain bersama kelompok sebayanya dengan kegiatan-kegiatan yang
cenderung negative sebagai perwujudan dari dunia yang mereka
impikan.
Dengan adanya kerja sama dari ketiga lembaga
pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat), diharapkan pendidikan dapat
berjalan secara kontinyu dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan, seperti
yang telah dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional yakni mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan.@safa_kampus215
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...