MENGAPA SEDIKIT-SEDIKIT KOMPLAIN?
Oleh: Nanang M. Safa
Tugas yang diemban guru memang tidak ringan. Selain tugas rutinitas yang menjadi tugas keseharian seorang guru yakni mengajar dan mendidik, guru juga seringkali mendapatkan tugas tambahan untuk mengikuti diklat dan beragam kepanitiaan. Belum lagi tugas administrasi keguruan yang juga tidak boleh diabaikan sama sekali sebab jika abai maka dampaknya akan sangat merepotkan guru bersangkutan. Bagi sebagian guru, banyaknya tugas yang harus diemban dan diselesaikan tersebut membuat mereka harus komplain ke sana ke mari.
Komplain itu hampir sama dengan mengeluh namun lebih keras dan terus terang. Mengeluh lebih mengarah pada diri sendiri sebagai obyek keluhan, sedangkan komplain lebih mengarah pada orang lain dengan alasan yang kadang mengada-ada dan tak jelas ujung pangkalnya. Orang yang suka komplain seringkali memiliki persepsi negatif tentang diri sendiri dan orang lain. Hal-hal yang membuat seseorang komplain biasanya didasari oleh rasa tidak puas, rasa iri, dan rasa tidak senang kepada orang lain.
Komplain itu ada yang wajar namun ada juga yang tidak wajar. Jika komplain tersebut disertai alasan yang wajar dan didasarkna pada fakta maka komplain itu termasuk wajar dan bisa diterima. Namun jika sedikit-sedikit komplain dengan alasan mengada-ngada maka komplain semacam ini termasuk komplain tidak wajar.
Berikut ini beberapa kompalin yang sudah masuk pada kategori tidak wajar:
Pertama, komplain terhadap sesuatu yang menurut banyak orang biasa-biasa saja. Orang yang suka mengomplain hal demikian mencerminkan bahwa orang tersebut sedang mencari-cari masalah. Misalnya ada guru yang komplain ketika harus mencatatkan kehadiran dan kepulangan dengan mesin finger print setiap datang di pagi hari dan pulang kerja di sore hari sesuai waktu yang telah ditentukan, sedangkan guru-guru lain juga melakukan hal itu dan biasa-biasa saja. Bahkan sampai ada yang berkomentar, “namanya juga kerja, wajar dong jika harus ngisi daftar hadir”.
Kedua, komplain keluar jalur. Guru yang buru-buru mengomplain sesuatu dengan tidak memahami permasalahan yang sebenarnya termasuk dalam kategori komplain keluar jalur. Misalnya ketika ada guru yang komplain terhadap kebijakan pemberlakukan kurikulum baru, padahal guru bersangkutan belum memahami betul tentang latar belakang dan tujuan pemberlakukan kurikulum baru tersebut.
Ketiga, komplain yang bersifat negatif yakni komplain yang sudah disertai tindakan provokatif. Misalnya ada guru yang tidak sepakat dengan hasil keputusan rapat. Karena merasa kecewa akhirnya guru tersebut melakukan komplain dengan disertai tindakan provokatif untuk mendapatkan dukungan atas ketidaksetujuannya. Hati-hati terhadap komplain dalam bentuk ini sebab jika Anda seringkali melakukannya bisa jadi Anda sedang dirasuki energi negatif. Dan ini pasti akan berdampak buruk terhadap kesehatan mental Anda juga.
Nah, marilah sekarang coba kita telaah bersama tentang beberapa hal yang menjadi sumber penyebab seseorang menjadi tukang komplain:
Pertama, orang yang suka komplain bisa jadi hidupnya kurang atau tidak bahagia. Orang yang menghadapi banyak masalah dalam hidupnya termasuk masalah pribadi, masalah keluaga, masalah di tempat kerja, masalah dengan tetangga, dan sebagainya akan membuat orang tersebut tidak bisa merasakan ketenangan dan kebahagiaan dalam hidupnya. Sebagai pelampiasannya, dia akan melakukan komplain bahkan terhadap sesuatu yang wajar dan biasa-biasa saja. Komplain dalam hal ini dijadikan alat untuk mengalihkan ketidaknyamanan dan ketidakbahagiaan yang dirasakan.
Kedua, orang yang suka komplain mencerminkan orang yang kurang atau tidak bersyukur. Misalnya, ada guru yang diberi jam mengajar lebih 24 jam perminggu lalu komplain bahwa jam mengajarnya kebanyakan. Bukankah mestinya dia bersyukur karena tidak sampai kekurangan jam mengajar sehingga tunjangan profesinya lancar. Coba jika saja jam mengajarnya kurang 24 jam pelajaran sudah pasti tuprofnya macet. Nah, jadi repot kan?
Ketiga, orang yang suka komplain bisa jadi orang orang tersebut sedang stres. Semua maklum bahwa hidup ini memang selalu dilingkupi dengan beragam masalah. Banyaknya masalah yang tidak bisa dikelola dengan baik akan mengakibatkan stres. Jika perasaan stres ini tidak bisa dikelola dengan baik maka ujung-ujungnya akan mencari-cari kesalahan orang lain dengan mengomplainnya.
Pada dasarnya komplain itu juga dibutuhkan sebagai pengontrol kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun tentu saja komplain dalam hal ini adalah komplain yang berada pada jalur yang wajar, tidak berlebihan, dan didasarkan pada alasan-alasan rasional. Sebagai ukuran standar dari komplain wajar bisa dilihat dari hal-hal berikut:
Pertama, sebelum mulai melontarkan protes (perwujudan dari komplain), sebaiknya ditimbang dan dianalisis lebih mendalam apakah hal yang akan dikomplain tersebut benar-benar perlu dikomplain. Jika memang tidak penting lebih baik tidak usah membuang-buang energi.
Kedua, sedapat mungkin hindari menyalahkan orang lain ketika memang harus melakukan komplain. Jangan melebar ke mana-mana. Tetaplah fokus pada masalah yang sedang Anda komplain. Komplain yang Anda lakukan bukan untuk menciptakan masalah baru dan mempertajam konflik namun ditujukan untuk mencari solusi dan jalan penyelesaian. Misalnya ketika ada rekan dalam satu tim yang tidak bisa menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, jangan terburu-buru menyebutnya tidak becus bekerja atau tidak bisa diandalkan. Akan lebih bijaksana jika Anda ajak diskusi tentang kesulitan yang dihadapi untuk selanjutnya dicarikan solusi dari kesulitan yang dihadapi. Inilah yang disebut “menyelesaikan masalah tanpa masalah”.
Ketiga, cobalah memahami keadaan orang lain. Pada dasarnya setiap orang ingin melakukan yang terbaik. Namun ada kalanya di tengah perjalanan (ketika proses sedang berlangsung) muncul batu sandungan. Makanya sebelum melakukan komplain sebaiknya cari tahu terlebih dahulu alasannya. Jika alasan yang dikemukakan rasional, sebaiknya hindari mengomplainnya. Dan akan lebih bijak jika Anda bantu mencarikan jalan pemecahan dari masalah yang menjadi batu sandungan tersebut.
Nah, jadi jelas sudah bahwa komplain itu sah-sah saja asalkan tetap mengedepankan kesantunan dan dengan tujuan kebaikan. Bukan berarti Anda harus selalu menjadi “Mr. OK” yakni manusia yang selalu setuju tanpa tahu maksud dan tujuannya. Namun setidaknya Anda tidak hanya menjadi tukang komplain yang sedikit-sedikit komplain, sedikit-sedikit komplain, apalagi karena sentimen pribadi atau hanya untuk memojokkan orang lain.
Cobalah untuk berfikir positif. Carilah sisi baik dari sesuatu yang tidak Anda sukai. Lakukan refleksi diri. Berusahalah untuk bahagia. Salurkanlah energi untuk hal-hal yang lebih bermanfaat bagi kehidupan Anda. Jangan arogan. Jangan sampai Anda dikenal sebagai “Mr. Komplain” sebab bisa-bisa orang-orang akan menjauhi Anda karena takut Anda komplain juga.
Cobalah Anda kembalikan pada tujuan awal Anda melakukan komplain. Jika tujuannya untuk meluruskan atau memperjelas pokok permasalahan yang Anda rasa belum/tidak pas itu sich oke-oke saja, dan memang selayaknya Anda komplain. Jadi intinya berhati-hatilah dengan komplain yang sudah menjadi kebiasaan. Salah-salah bisa menjadi senjata makan tuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...