WUJUDKAN MIMPI BERSAMA PENERBIT INDIE
Oleh: Nanang M. Safa
Setiap penulis pasti memiliki impian untuk bisa menerbitkan buku. Dan untuk mewujudkan impian tersebut sekarang ini bukan hal yang sulit. Beda dengan beberapa tahun lalu, impian untuk bisa menerbitkan buku sepertinya memang menjadi mimpi yang mahal. Hanya segelintir orang saja yang bisa menerbitkan buku. Maklum saja, pada waktu itu, memang masih eranya penerbit mayor, itupun bisa dihitung dengan jari. Beda dulu beda sekarang. Sekarang bertebaran penerbit indie dengan segala tawaran dan fasilitas yang menggiurkan. Sebenarnya kata “indie” merupakan singkatan yang diambil dari bahasa Inggris yaitu independent dan memiliki arti “sendiri” atau “mandiri” (https://www.hipwee.com/narasi/jangan-mengaku-anak-indie-sebelum-kamu-baca-artikel-ini-yuk-simak).
Dengan merujuk pada pengertian ini, ketika seorang penulis ingin menerbitkan bukunya di jalur indie berarti penulis tersebut siap menerbitkan bukunya secara mandiri baik dari sisi teknis, pembiayaan, promosi hingga pemasaran. Kalaupun dari pihak penerbit ikut serta dalam proses editing, layout, promosi, dan pemasaran, sifatnya hanya membantu memfasilitasi agar penulis bersangkutan bisa segera menerbitkan bukunya sesuai yang diimpikan. Istilah indie juga cukup populer di dunia musik.
Memang masih ada sebagian orang yang memandang sebelah mata terhadap penerbit indie. Sebagian penulis juga ada yang kurang ngeh terhadap penerbit indie. Mereka menganggap menerbitkan buku di penerbit mayor jauh lebih berkelas dan bergengsi. Okeylah... Memang tidak ada yang salah dengan persepsi seperti itu. Masing-masing orang memiliki hak untuk beranggapan dan berpendapat sesuai keyakinannya.
Rasa bangga bagi seorang penulis ketika bisa menerbitkan bukunya di penerbit mayor tentu sangat bisa dimaklumi. Butuh perjuangan tak kenal lelah dan seleksi super ketat bagi naskah buku untuk bisa diterbitkan di penerbit mayor. Penerbit mayor mayoritas adalah penerbit berbasis bisnis. Dengan demikian tentu orientasinya dalam menerbitkan buku adalah keuntungan berlipat dari modal yang telah dikeluarkan demi keberlangsungan penerbit itu sendiri. Buku-buku yang lolos di penerbit mayor akan diterbitkan secara gratis. Penulis yang bukunya lolos di penerbit mayor tinggal menunggu buku jadi dan siap diedarkan tanpa harus mengeluarkan modal sepeserpun. Semua pendanaan 100% ditanggung penerbit. Inilah hebatnya. Maka jika penerbit mayor sangat ketat dalam menyeleksi naskah buku yang akan diterbitkan, itu merupakan hal yang wajar. Mereka tentu tidak mau menerbitkan buku secara serampangan dan pada akhirnya tidak laku di pasaran. Justru kalau bisa buku yang mereka terbitkan menjadi buku best seller sehingga mereka bisa mendapatkan keuntungan berlipat.
Pada pertemuan ke-23 Kelas Belajar Menulis Nusantara (KBMN) PGRI, Raimundus Brian Prasetyawan yang bertindak sebagai nara sumber mengupas tuntas tentang penerbit indie sebagai jembatan baru bagi penulis yang benar-benar ingin mewujudkan mimpi-mimpinya menerbitkan buku. Om Ian (demikian dia akrab dipanggil), yang juga dikenal sebagai Guru Bloger Milenial yang memiliki segudang prestasi dan karya ini mengungkapkan bahwa penerbit indie menjadi solusi bagi para penulis pemula (khususnya) dan siapa saja yang ingin segera mewujudkan buku impiannya terbit tanpa harus menunggu lama.
Memang, menerbitkan buku di penerbit indie tidak gratis. Ada biaya yang harus ditanggung pemilik naskah atau penulis sesuai standar masing-masing penerbit indie dan kesepakatan kedua pihak (penerbit dan penulis). Sebagai imbalannya, penulis akan memperoleh fasilitas berupa pra cetak penerbitan, layout naskah, buku cetakan standar, serta ISBN (International Standard Book Number). Sangat sepadan dengan biaya yang dikeluarkan. Hampir di setiap kota ada penerbit indie. Maka sebagai penulis, hendaknya bijak dan hati-hati ketika memilih penerbit indie setidaknya untuk meminimalisir kekecewaan setelah bukunya terbit.
Beda penerbit tentunya beda kebijakan, beda harga, dan beda fasilitas. Ada penerbit indie yang sedikit mematok harga agak tinggi dengan penerbit indie lainnya. Namun barangkali pula fasilitas dan hasil penerbitannya lebih bagus dibanding dengan penerbit indie yang menawarkan harga lebih murah. Ada penerbit indie yang memfasilitasi editor, namun ada juga penerbit indie yang hanya mau menerbitkan naskah buku yang sudah lengkap dan siap diterbitkan tanpa harus melakukan editing.
Maka sebelum mengirimkan bukunya di penerbit indie, seorang penulis harus sudah melengkapi naskah bukunya dengan bagian sampul yang berisi judul buku dan nama penulis (untuk bakcground sampul dan warna sampul akan ditetapkan sesuai hasil diskusi dan kesepakatan penerbit dan penulis), prakata atau kata pengantar penulis, daftar isi (tanpa nomor halaman), profil penulis beserta foto penulis), serta sinopsis buku.
Jika penerbit indie yang dipilih adalah penerbit tanpa fasilitas editor, maka penulis harus melakukan editing sendiri naskahnya. Berikut ini adalah rambu-rambu dalam melakukan editing:
1. Penulisan kata harus sempurna. Jangan sampai ada kata yang disingkat-singkat, misalnya kata “yang” disingkat “yg”, kata “seperti” disingkat “spt”, kata “belum” disingkat “blm”, dan sebagainya.
2. Hindari seminimal mungkin salah typo (salah ketik) dalam naskah buku. Sebelum naskah buku diserahkan ke penerbit, sebaiknya dibaca dulu secara berulang untuk meminimalisir kesalahan penulisan/pengetikan. Bisa juga minta tolong kepada teman untuk membaca, atau dengan memostingnya di blog sehingga ada masukan dari pembaca blog untuk perbaikan naskah buku yang akan diterbitkan.
3. Sedapat mungkin hindari kalimat-kalimat dan paragraf panjang. Pembaca milenial lebih suka kalimat singkat, padat namun sudah bisa menjelaskan inti pembahasan. Kalimat-kalimat panjang akan membuat mereka bosan, dan tidak mau berlama-lama membaca buku kita.
4. Mulailah setiap bab baru di halaman baru, jangan digabung dengan halaman bab sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan editing dan layout naskah. Berkaitan dengan jumlah minimal halaman buku, tidak ada ketentuan baku.
Dalam menerbitkan buku, penerbit indie menawarkan dua opsi. Opsi pertama, yaitu menerbitkan buku dengan jumlah minimal. Kebanyakan penerbit indie menerbitkan buku minimal 10 eksemplar. Opsi kedua, menerbitkan buku sesuai keinginan penulis yakni sesuai permintaan (baca: anggaran) penulis. Penerbit akan menerbitkan buku berapapun jumlahnya (tidak ada jumlah minimal). Tentu saja sesuai kesepakatan antara penerbit dan penulis agar tidak ada yang merasa dirugikan.
Satu hal yang harus menjadi catatan bahwa menerbitkan buku itu butuh waktu. Tidak seperti memfoto kopi yang bisa langsung jadi. Maka hendaknya Anda bersabar, jangan terburu-buru minta deadline bukunya harus jadi dalam waktu singkat. Apalagi jika Anda menginginkan buku Anda ber-ISBN. Regulasi baru penerbitan ISBN sekarang lebih ketat dan lebih lama. Harus sabar menunggu verifikasi dari Perpusnas dan siap menunggu antrean.
Nah, sudah siapkah mewujudkan mimpi Anda menerbitkan buku bersama penerbit indie?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...