PENDIDIKAN - REMAJA - KELUARGA: Merajut Mimpi Menembus Penerbit Mayor

22/01/2023

Merajut Mimpi Menembus Penerbit Mayor

 

MERAJUT MIMPI MENEMBUS PENERBIT MAYOR

Oleh: Nanang M. Safa

 


 Tema                           : Menulis Buku Mayor dalam Dua Minggu

Judul                           : Merajut Mimpi Menembus Penerbit Mayor

Pertemuan ke              : 6
Gelombang ke             : 28

Nara Sumber               : Prof. Richardus Eko Indrajit

Moderator                   : Aam Nurhasanah, S.Pd

 

Malam Sabtu (21/01/2023) kemarin saya kembali mengikuti sesi Kelas Belajar Menulis Nusantara PGRI secara daring. Malam itu merupakan pertemuan ke-6. Narasumber yang dihadirkan tidak main-main yakni Prof. Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit, M.Sc., M.B.A., M.Phil., M.A. atau Eko Indrajit. Beliau adalah seorang tokoh pendidikan dan pakar teknologi informatika yang juga Rektor Universitas Pradita Tangerang Banten. 

Selain dikenal sebagai sosok penggerak riset informatika dan teknologi digital, Eko Indrajit adalah narasumber yang aktif di berbagai seminar, lokakarya, dan penulis buku serta jurnal yang telah dipublikasikan di dalam maupun luar negeri. Kini, Prof. Eko tercatat sebagai salah satu anggota Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan menjadi Ketua Smart Learning and Character Center (PSLCC) PGRI yang berperan melakukan pengembangan profesi guru dan pendidikan karakter berbasis teknologi dan informasi (Richardus Eko Indrajit - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).  Prof Eko telah menulis lebih dari 121 buku mayor dan 623 artikel baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.

Malam itu Prof. Eko sharing pengalaman tentang perjalanannya menjadi penulis buku mayor yaitu karya tulis yang diterbitkan oleh penerbit nasional. Prof. Eko mengaku kecintaannya pada dunia tulis-menulis terdorong keinginannya berbagi ide, pemikiran, dan cerita kepada orang lain. Lama-lama Prof. Eko ketagihan menulis. Beliau merasa bahwa semakin banyak membaca buku dan menonton televisi (ketika itu belum ada internet), semakin tinggi keinginannya untuk menulis. 

Sepuluh buku pertamanya merupakan buku bunga rampai atau buku antologi. Setiap buku terdiri dari 50 artikel. Setiap artikel berisi ringkasan satu topik yang sedang menjadi trend pada saat itu. prof. Eko tak pernah menyangka jika buku-buku yang ditulisnya cukup digemari pembaca hingga akhirnya beliau ketagihan menulis. Hal lain yang membuat motivasi menulis Prof. Eko lebih besar adalah karena banyaknya pesan ucapan terima kasih yang  masuk ke nomor ponselnya atas buku yang telah ditulisnya. Kedengarannya sederhana namun ucapan terima kasih tersebut justru mampu membesarkan hatinya bahwa hidupnya berguna untuk orang lain.

Selain memaparkan pengalamannya, malam itu Prof. Eko menantang para peserta untuk menulis buku dalam waktu dua minggu dengan iming-iming buku yang dianggap layak akan diterbitkan oleh penerbit mayor. Tentu saja tantangan ini disambut antusias oleh para peserta yang mayoritas adalah guru.

Menurut pemaparan Prof. Eko, cara ini terbukti bisa memicu semangat para guru untuk menulis. Alhasil, hingga saat ini sudah lebih dari 60 buku tulisan para guru yang tergabung dalam program Guru Menulis berhasil diterbitkan oleh Penerbit Andi Yogyakarta. Hebatnya lagi, salah satu buku terpilih menjadi Buku Terbaik Nasional versi Perpusnas untuk kategori Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

 

Menembus Penerbit Mayor

Setiap penulis pasti mempunyai impian agar bukunya bisa menembus penerbit mayor. Impian semacam ini merupakan sebuah kewajaran. Buku yang diterbitkan oleh penerbit mayor dengan sendirinya akan menaikkan gengsi penulisnya. Anda boleh tidak setuju dengan pernyataan saya ini. Namun saya yakin diam-diam Anda juga mengakuinya. Mengapa?

Penerbit mayor mempunyai persyaratan dan aturan yang cukup ketat agar sebuah naskah buku bisa diterbitkan penerbit mayor. Sedangkan persyaratan dan aturan dari penerbit indie cukup longgar. Penerbit indie memang ingin memberikan ruang seluas-luasnya kepada siapa pun, termasuk penulis pemula untuk bisa memiliki mahkotanya sendiri yakni sebuah buku. Saya pernah membuat postingan tentang perbedaan penerbit indie dengan penerbit mayor. Anda bisa membaca postingan saya di link https://kampus215.blogspot.com/2021/01/ayo-menulis-buku.html.

Menurut pendapat saya (maaf, pendapat saya ini tidak didasarkan pada hasil riset, jadi masih sangat subyektif), perbedaan paling mendasar antara penerbit mayor dengan penerbit indie adalah pada sisi bisnisnya saja. Penerbit mayor harus pandai membaca permintaan pasar sebab tentu mereka tidak mau mengambil resiko merugi ketika buku yang diterbitkannya tidak laku di pasaran. Jumlah terbitan satu judul buku yang diterbitkan penerbit mayor berada pada kisaran 1000 hingga 3000 eksemplar. Anda bisa menghitung sendiri, berapa budged yang harus dikeluarkan oleh penerbit mayor untuk menerbitkan satu judul buku. Maka sangat masuk akal jika penerbit mayor sangat selektif dalam menerbitkan buku. Sekali lagi, permintaan pasar menjadi pertimbangan paling utama. Buku yang berkualitas pun belum tentu bisa segera diterbitkan di penerbit mayor dibanding buku lain yang barangkali dari sisi kualitas berada di level bawahnya.

Beda halnya dengan penerbit indie. Penerbit indie tidak terbebani dengan biaya penerbitan sebab biaya penerbitan sepenuhnya ditanggung oleh penulisnya. Atau bisa juga sesuai perjanjian bagi hasil. Intinya penerbit indie tidak terlalu dipusingkan dengan biaya cetak buku termasuk pemasarannya.

Maka jika Anda memang memiliki impian bisa menembus penerbit mayor, hal pertama yang harus Anda perhatikan adalah Anda harus mengikuti kebutuhan pasar. Prinsipnya Anda menulis bukan untuk diri sendiri melainkan untuk orang lain. Tidak harus yang rumit-rumit namun bisa dimulai dari hal yang sederhana. Jangan menulis sesuatu yang tidak Anda mengerti dan tidak ada sumber referensinya. Carilah judul yang anti mainstream. Jika judul buku Anda biasa-biasa saja maka penerbit akan mengabaikannya.

Selanjutnya, dalam menulis tentunya membutuhkan referensi. Referensi adalah bentuk penghormatan terhadap karya orang lain yang butir-butir kontennya Anda pakai dalam buku Anda. Tidak ada aturan pasti mengenai berapa banyak referensi yang dibutuhkan untuk sebuah buku. Semakin banyak Anda memakai pemikiran orang lain tentu semakin banyak juga referensi yang Anda pergunakan.

Bagaimana cara agar tulisan Anda masuk dalam kategori mayor?

Sudah banyak teori, konsep, dan pengalaman dari penulis lain. Anda bisa membaca buku-buku yang telah ditulis oleh para pakar. Anda juga bisa browsing di internet. Dan sebaiknya Anda tidak terlalu terbebani dengan teori-teori tersebut. Tanamkan rasa percaya diri dalam diri Anda. Yakinlah bahwa Anda memiliki kemampuan. Practice makes perfect. Latihan adalah kuncinya. Ini adalah modal utama Anda untuk bisa menjadi penulis hebat yang karya-karya Anda nanti bisa diterbitkan oleh penerbit mayor.

Jangan lupa terus memotivasi diri Anda sendiri. Ingat! Motivasi selalu dimulai dari mimpi. Tanpa mimpi, tak akan ada motivasi. Seperti kata Laskar Pelangi, "Mimpi... adalah kunci...."

 

 

 

 

 

3 komentar:

  1. Yuk, semangat meraih mimpi, Pak Nanang.

    BalasHapus
  2. Semangat Literasi

    https://yamin19710813.blogspot.com/2023/01/menulis-buku-mayor-dalam-dua-minggu.html

    BalasHapus
  3. Mantap postingannya menginfirasi

    BalasHapus

Silahkan komentar ya...