MENCOBA MEMAHAMI HIKMAH
DI BALIK PERISTIWA TAK MENYENANGKAN
Anda pasti pernah mengalami peristiwa atau kejadian yang membuat Anda kesal. Lalu Anda melampiaskan kekesalan Anda tersebut dengan menyalahkan orang lain. Saya juga pernah mengalami kajadian seperti itu.
Ketika itu saya hendak bepergian dengan istri saya ke rumah saudara. Saya sudah bersiap sejak pagi. Tinggal menunggu istri saya. Anda tentu hafal betul dengan kebiasaan wanita ketika hendak pergi. Ada saja yang dilakukan, yang inilah yang itulah.
Berkali-kali saya lihat jam dinding di ruang tamu, waktu sudah semakin siang. Jarak yang akan kami tempuh memang tidak terlalu jauh. Hanya sekitar 45 km saja. Namun jika kesiangan tentu perjalanan akan terasa tidak nyaman. Jalanan yang akan kami lalui juga pasti akan semakin padat. Perlu diketahui bahwa jalur yang akan kami lalui adalah jalur menuju ke tempat wisata pantai yang cukup ramai di hari Minggu atau hari libur. Maka seringkali ketika hendak pergi, saya memilih waktu di pagi hari. Namun masih saja istri saya masih sibuk dengan entah apa.
Berkali-kali saya minta istri saya untuk cepat-cepat menyelesaikan semuanya. Akhirnya sepuluh menit berikutnya istri saya keluar. Saya segera menghidupkan motor yang sudah saya siapkan sejak pagi. Dengan sedikit kesal saya pacu motor melewati jalanan menanjak dan berliku khas pegunungan. Benar dugaan saya, jalanan sudah mulai ramai. Orang-orang kota yang hendak berwisata ke pantai Prigi dan sekitarnya sudah mulai berdatangan. Rombongan bus, mobil pribadi, dan pemotor mulai mengalir ke arah selatan. Tentu saja ini membuat laju motor saya tersendat. Tujuan saya mengharuskan saya melawan arus. Saya harus ekstra hati-hati. Jalannya juga tidak terlalu lebar. Jika ada bus ukuran besar, kami yang kecil harus mengalah. Harus jalan lambat. Apalagi jika pas di tikungan, kami yang kecil harus minggir. Belum lagi para pengendara motor yang sok berani. Para pemotor yang belum akrab dengan jalanan di daerah kami seringkali makan jalur kanan. Ini tentu sangat membayakan pengendara lain.
Ketika sampai di km-15, pas di simpang jalan menuju ke arah pantai, banyak orang berkerumun. Tentu saja saya ikut berhenti. Istri saya turun dari boncengan. Saya juga turun lalu mendekat ke kerumunan. Ternyata seorang pengendara motor sedang tergeletak tak sadarkan diri. Sementara beberapa meter dari kerumunan, sebuah Avanza ringsek di bagian kiri. Cukup aneh juga. Mestinya yang ringsek di bagian kanan. Beberapa polisi terlihat sedang serius berembug. Kebetulan Tempat Kejadian Perkara (TKP) kecelakaan itu berada dekat dengan pos polisi.
Saya mencoba mencari tahu apa yang telah terjadi. Beberapa orang juga seperti saya, mencoba menggali informasi. Saya mendekat ke seorang laki-laki paruh baya. Dilihat dari pakaian yang dikenakan (bersarung dan bersinglet) laki-laki itu adalah penduduk sekitar TKP.
Dari laki-laki ini saya mendapatkan keterangan yang cukup lengkap. Dan yang membuat saya terperanjat ternyata peristiwa tabrakan itu terjadi sepuluh menit yang lalu. Persis betul dengan tertundanya keberangkatan saya dari rumah tadi. Inilah barangkali hikmah dari molornya keberangkatan saya. Jika saja saya tadi berangkat sepuluh menit yang lalu, bisa saja …. Alhamdulillah, Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk saya. Apa yang saya sangkakan tidak baik ternyata justru itulah yang terbaik. Apa yang membuat saya kesal, ternyata itulah yang membuat jalan keselamatan untuk saya dan istri saya.
Pernah juga saya mengalami ban kempes. Kejadian menjengkelkan ini saya alami dalam perjalanan ke kota lain. Lebih menjengkelkan lagi ternyata di sekitar tempat kempesnya ban motor saya tidak ada tempat tambal ban. Dan lebih menjengkelkan lagi, matahari begitu terik membakar jalanan beraspal. Bukankah tiga kondisi yang saya sebut di atas cukup menjadi alasan memuncaknya kejengkelan saya? Jika saja Anda di posisi saya ketika itu, apakah Anda bisa tidak jengkel? Jika kejengkelan Anda tidak muncul berarti Anda memang benar-benar tipe seorang penyabar jempolan. Padahal jika ditelusuri lebih jauh pada siapa juga saya harus jengkel? Bukankah semua itu tidak ada sangkut-pautnya dengan orang lain? Bukankah semua itu akibat kelalaian saya juga? Ya, itulah manusia. Emosinya memang kadang mengalahkan logika.
Beberapa pengendara motor yang memandangi saya yang tertatih-tatih menuntun motor dengan nafas ngos-ngosan. Saya cuek saja. Terakhir sepasang muda-mudi menoleh ke arah saya seakan ngeledek –atau ini mungkin hanya perasaan sensitif saya– namun tiba-tiba, “grobyak!” mereka terjatuh. Untung saja tidak parah. Beberapa orang spontan menolongnya. Saya pikir ini hikmah juga untuk saya. Jika saja ban motor saya tidak kempes, bisa-bisa saya tadi yang terjatuh dan mungkin juga lebih parah. Alhamdulillaah ….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...