MENULISLAH UNTUK TABAROT
Oleh: Nanang M. Safa'
Jika kita disodori pertanyaan “menulis itu penting apa tidak?” Tentu jawaban kita bisa “penting” bisa juga “tidak penting”, dan kedua jawaban ini berimbang atau berat sebelah. Bagi orang-orang yang mencintai ilmu pengetahuan maka secara tegas akan menjawab menulis itu sangat penting sebagai bentuk sumbangsih nyata orang yang mencintai ilmu pengetahuan. Sedangkan bagi orang-orang yang menganggap ilmu pengetahuan itu sebagai kebutuhan tambahan, maka dengan enteng akan menjawab menulis itu sesuatu yang sungguh tidak penting. Atau justru menganggap menulis itu pekerjaan orang-orang yang tidak punya kerjaan.
Pertanyaan berikutnya ditujukan khusus kepada orang-orang yang memang punya greget untuk menulis. pertanyaannya berbunyi “menulis itu susah apa gampang?” Jawaban dari petanyaan lanjutan inipun masih juga beragam. Orang-orang yang menganggap menulis itu sebagai hobi dan kebutuhan tentu akan menjawab menulis itu semudah mengupas kacang tanah, gampang asal tahu rahasianya. Sementara bagi orang-orang yang baru mengenal tata cara menulis, maka dia pasti akan menyatakan menulis itu ribet seribet membuat adonan roti, butuh beragam peralatan dan takaran yang pas agar tidak bantat atau justru terlalu lumer sehingga nantinya bisa menjadi roti yang disuka banyak orang. Kesimpulan dari pertanyaan kedua ini mungkin akan berbunyi: menulis itu gampang-gampang susah, susah-susah gampang. Nah, sekarang silahkan dilanjutkan pada pertanyaan-pertanyaan selanjutnya.
Menulis dalam Blog
Wijaya Kusumah (akrab dipanggil Omjay) yang digelari Guru Bloger Indonesia, pada bukunya “Menulislah Setiap Hari dan Buktikan Apa yang Terjadi” memaparkan, modal utama seorang penulis adalah membaca. Membaca dan menulis itu adalah dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan. Kalau boleh saya mengibaratkan membaca dan menulis itu seperti sepasang suami isteri. Dengan banyak membaca maka kita akan banyak menghasilkan karya tulis. Dan sebaliknya, seseorang yang produktif menulis pasti punya hobi membaca.
Seorang penulis tentu membutuhkan beribu bahkan berjuta ide untuk bisa produktif dalam melahirkan karya tulis. Ide bisa muncul salah satunya dengan cara membaca. Membaca sendiri sebenarnya bisa dimaknai luas bukan sekedar membaca deretan-deretan kalimat tekstual, namun juga membaca secara kontekstual termasuk membaca fenomena alam dan fenomena sosial yang terhampar di sekitar kita. Dengan membaca dalam makna luas inilah, seorang penulis tidak akan pernah merasa kekeringan ide. Justru dia akan merasa kewalahan dan kekurangan waktu untuk menuangkan ide-ide yang bersliweran tersebut menjadi karya tulis.
Di era digital sekarang, kita dimudahkan oleh berbagai fasilitas termasuk di dalamnya untuk mendokumentasikan dan mempublikasikan karya tulis yang kita hasilkan. Jika pada masa lalu untuk mendokumentasikan dan mempublikasikan karya tulis hanya bisa lewat jalur media massa cetak (semisal koran, majalah, buletin, atau buku) dengan prosedur dan persyaratan yang cukup rumit dan berat, maka sekarang tidak harus demikian. Banyak saluran yang tersedia baik gratisan maupun berbayar. Salah satu cara paling mudah dan praktis adalah lewat blog. Banyak sekali pltaform penyedia blog, semisal Blogger.com, WordPress.com, Medium.com, Webs.com, Weebly.com, Wix.com, Postach.io, Tumbir.com, Lifejournal.com, Gost.org atau yang lainnya. Kita bisa memaksimalkan platform tersebut untuk sarana dokumentasi sekaligus prublikasi karya tulis kita, tanpa dihantui kekhawatiran tulisan kita ditolak.
Dalam sebuah blog kita bisa menuangkan kreatifitas kita dalam mengolah ide. Dalam sebuah blog kita juga bisa mempublikasikan tulisan-tulisan kita dengan mudah, cepat, dan tak terbatas. Semua orang di belahan bumi yang terjangkau internet bisa mengakses blog kita dan membaca tulisan-tulisan kita. Selain itu dari blog, kita bisa meraup multi keuntungan. Di samping keuntungan finansial (bagi blog yang juga difungsikan sebagai publisher), juga yang paling utama adalah bisa dijadikan lahan beramal jariyah sebagai tabarot (tabungan akherat) kita. Lo kok bisa? Coba dianalisis secara mendalam, tulisan yang kita posting di blog, jika dibaca, dicopy atau dijadikan sumber rujukan, tentu akan mendatangkan pahala. Dan sampai kapanpun selagi tulisan-tulisan kita tersebut masih bisa diakses dan bermanfaat bagi orang lain, tentu pahalanya akan terus mengalir biarpun pada saatnya nanti kita sudah meninggal dunia. Bukankah sebuah karya tulis merupakan perwujudan dari al ‘ilmu yuntafa’u bihi (ilmu yang bermanfaat) sebagaimana ditegaskan dalam hadits Rasulullah Muhammad SAW yang termasuk salah satu amal yang tak akan putus pahalanya biarpun orang yang beramal sudah meninggal dunia?
Menulislah dengan Jiwa
Menulislah dengan segenap jiwa, artinya tulisan yang kita hasilkan jangan sekedar pepesan kosong namun tulisan yang benar-benar mengandung butiran mutiara hikmah. Ketika orang lain membaca tulisan kita, setidaknya orang tersebut akan mendapatkan pencerahan minimal bisa mendapatkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Bacalah kembali riwayat para penulis besar, karya mereka terus diburu dan dicari banyak orang karena lewat tulisan itulah jiwa-jiwa mereka tercerahkan, lewat tulisan itulah, kreativitas mereka tercipta, dan lewat tulisan itulah ide-ide brilyan muncul dan melahirkan maha karya bagi kemajuan dunia.
Tulisan yang syarat makna tidak lantas hanya bisa dihasilkan oleh orang-orang pintar dan terkenal. Siapapun bisa menghasilkan tulisan yang bukan sekedar pepesan kosong. Syarat untuk bisa melahirkan tulisan bermakna adalah ketekunan dalam membaca, istiqamah (keajegan) dalam menulis, ketlatenan dalam editing naskah tulisan, serta kesabaran dalam proses menghasilkan sebuah karya tulis.
Seseorang yang ingin menjadi penulis seharusnya tahan godaan sebab sudah pasti godaan yang harus dihadapinya sangat berat dan beragam, baik godaan dari dalam dirinya maupun godaan dari luar dirinya. Dari sekian banyak godaan itu sebenarnya yang paling berat adalah godaan rasa malas, yakni malas membaca, malas menulis dan malas mengedit naskah. Jika sudah terbelenggu rasa malas ini maka sampai kapanpun keinginan itu hanya akan menjadi keinginan dan tidak akan pernah menjadi kenyataan. Dan ketika rekan seangkatannya sudah bisa menghasilkan banyak tulisan, dia masih saja berkutat pada angan-angannya.
Menulis Harus Dipaksa
Seorang teman guru bertanya lewat pesan WhatsApp tentang bagaimana untuk bisa menulis. Pertanyaan semacam ini sebenarnya bukan pertanyaan baru dan sudah sangat sering kita baca atau kita dengar, namun masih saja sering muncul dan diulang-ulang. Tidak heran juga membaca atau mendengarnya sebab memang kenyataannya menulis itu gampang-gampang susah, susah-susah gampang. Dan ketika diminta menjawab pertanyaan semacam itu, bisa saja jawaban kitapun tidak akan jauh berbeda dengan jawaban yang sudah pernah kita baca dan kita dengar.
Seseorang yang punya keinginan untuk menjadi penulis, setidaknya harus memiliki satu modal dasar sebagai prasyarat utama, yakni komitmen. Komitmen yang saya maksudkan di sini adalah tekad kuat untuk mendisipin diri menulis dan terus menulis, hingga akhirnya menulis itu menjadi suatu kebutuhan seperti makan. Dengan demikian ketika tidak menulis, kita akan merasa lapar dan rasa lapar itu hanya akan tunai jika sudah diberi asupan sebuah karya tulis.
Ada juga yang mengibaratkan keinginan untuk bisa menulis itu sama dengan keinginan untuk bisa berenang. Agar bisa berenang tentu kita harus terjun ke kolam renang dan mulai menggerakkan tubuh. Teknik dasar yang dibaca dari buku tentang renang tentu hanya akan menjadi teori belaka jika tidak pernah terjun langsung ke kolam renang. Dengan menceburkan diri ke kolam renang, mulai menggerakkan tangan dan kaki, melenggak-lenggokkan tubuh, mengatur ritme pernafasan dan seterusnya, akhirnya mulai bisa berenang. Jika sudah bisa berenang kemudian secara intensif melakukan latihan, maka sudah pasti akan menjadi terampil dan terbiasa sehingga secara otomatis tubuh menjadi ringan dan bergerak sendiri ketika mencebur ke dalam air. Begitupun dengan menulis.
Orang yang memiliki keinginan untuk bisa menulis, maka kata kucinya ya harus mulai menulis. Mungkin sudah sangat banyak teknik-teknik yang telah ditulis atau dipaparkan oleh para pakar dan penulis senior yang telah dibaca dan dikuasai. Namun semua itu hanya akan menjadi teori tanpa bukti selamanya selama tidak melakukan action dengan mulai menulis. Bahkan bisa jadi seseorang yang minim teori tentang menulis namun dengan bekal yang minim itu dia mempraktikkannya secara intensif dan tekun, maka bisa jadi (dan sudah banyak bukti) orang inilah yang akan dapat menghasilkan maha karya di bidang kepenulisan. Intinya, menulis itu memang harus dipaksa hingga menjadi terbiasa. Jadi tunggu apa lagi “AYO MULAI MENULIS!”
Wahhh sangat bermanfaat pak...
BalasHapusapalagi yang pengen jadi penulis👍
Mantap teruslah menulis aku yang baca,.
BalasHapusSangat menginspirasi sekali pak
BalasHapusSangat menginspirasi sekali pak
BalasHapusAssalamualaikum...salam Kenal pak ..Saya ETIN SURYANI dr Cianjur......
BalasHapusMasyaAlloh....Tulisan Pak Nanang sangat Berbobot..saya setuju sekali dg judul tulisan ...tapi saya belum bisa baru mengikuti pel ini.mohon komentar & saran buat tulisan saya yg belum bermakna.. trims..... ......
Kreasi kreatif,... Gemar membaca jg gemar menulis.. Mntap
BalasHapusAssalamualaikum...salam kenal Pak Nanang......perkenalkan saya ETIN Suryani dr Cianjur......MasyaAlloh tulisan BP hebat ..berbobot ..saya sangat setuju ..dg menulis kita harus ada buat bekal diakhirat jadi tidak sia-siakan waktu ya Bp....mohon ..berkenan main ke blog saya dan mohon komentar atas tulisan saya saya sebagai Pemula belum tahu teknis menulis dan IT masih gaptek...sehingga blm bisa menggunakan templat yg bagus..mohon pencerahan Bp....terimakasih
BalasHapusMasyaAlloh....Kerenn dg tulisan Bapak.......saya setuju...tapi saya belum bisa menulis pak...baru mau gabung pelatihan......
BalasHapusMohon berkenan ke blog saya pemula
https://suryanietin.blogspot.com/2021/01/etin-suryani-69-sblog.html
terimakasih Bapak