PENDIDIKAN - REMAJA - KELUARGA: Hidup Bijak dalam Kepungan Gadged

09/06/2020

Hidup Bijak dalam Kepungan Gadged

HIDUP BIJAK DALAM KEPUNGAN GADGET

Oleh: Nanang M. Safa'



Gadget dengan segala ragam dan bentuknya menawarkan berbagai fasilitas dan kemudahan bagi manusia. Hal-hal yang dulu hanya menjadi impian sekarang bisa terwujud dengan adanya gadget. Dunia tanpa batas karena kehadiran gadget; smart phone, ipad, netbook, tablet, dan android adalah jenis gadget yang begitu akrab dalam keseharian. Gadget yang dulunya hanya bisa dimiliki kaum berduit dan kalangan elit lantaran harganya yang selangit, kini sudah bisa dimiliki oleh siapapun dari kalangan manapun. Kaum borjuis hingga anak-anak jalanan hampir tiada beda, begitu lekat dengan gadget, hanya beda label dan model.

Keasyikan kebanyakan orang karena keberadaan gadget telah merenggut sebagian besar perhatian dan waktu manusia masa kini untuk saling berkomunikasi dan berinteraksi dalam level “manusiawi”. Komunikasi dan interaksi yang terjalin tak lebih hanya pada tataran verbal dan visual, tidak sampai menyentuh tataran emosi dan hati. Kepentingan instans menjadi landasan komunikasi kebanyakan orang sehingga hubungan batin yang terjalin antar manusia juga semakin terkikis. Bahkan tidak jarang kita temui anggapan yang sangat memiriskan bahwa tanpa kehadiran gadget sungguh hidup menjadi sangat tidak berarti. Kehilangan gadget akan sangat menyedihkan dibandingkan kehilangan sahabat. Mereka akan sangat tidak bergairah belajar atau bekerja hanya gara-gara kelupaan membawa gadgetnya. Orang-orang semacam inilah yang bisa disebut gadget mania atau penggila gadget.

Membatasi diri apalagi sampai menutup diri terhadap berbagai hasil teknologi komunikasi dan informasi bukanlah cara bijak dalam menyikapi hidup di abad teknologi komunikasi seperti sekarang ini. Namun terlampau terbawa arus teknologi apalagi sampai diperbudak oleh berbagai hasil teknologi juga bukan cara bijak dalam menyikapi hidup. Hidup adalah sebuah harmoni. Agar terjadi harmoni maka perlu cara bijak dalam menyikapinya.

Pada dasarnya gadget diciptakan oleh manusia genius untuk memfasilitasi manusia itu sendiri, agar hidup menjadi lebih mudah dan terkontrol. Dengan adanya gadget dunia serasa ada di genggaman. Orang-orang yang berada jauh dari kehidupan kita bisa begitu tiba-tiba hadir di hadapan kita. Dunia luar yang selama ini tidak pernah muncul dalam bayangan, tiba-tiba saja menjelma dalam kotak kecil canggih dalam genggaman kita. Namun rupa-rupanya banyak dari kita yang uforia terhadap kehadiran gadget. Ketergantungan terhadap gadget menjadi hal yang sangat menggelisahkan. Akibat lanjutannya adalah munculnya rasa malas melakukan aktifitas, rendahnya kepedulian sosial, serta kurang fokusnya terhadap pekerjaan jika gadget sampai lupa bersarang di saku alias tertinggal di rumah. Egoisme dan sikap apatis terhadap lingkungan sekitar adalah penyakit yang sangat membahayakan yang senantiasa mengintai para gadget mania.

Pada tahap kecanduan gadget seperti ini, maka akan sangat sulit melepaskan diri dari kecanduan tersebut. Akibatnya seseorang akan terkungkung dalam keasyikan memainkan gadgetnya dari pada berkomunikasi dengan orang tuanya sekalipun. Pada tingkatan yang lebih parah kecanduan gadget dapat membuat individu menjadi hiperealitas. Hiperealitas adalah ketidakmampuan kesadaran hipotetis untuk membedakan antara kenyataan dengan fantasi (https://id.wikipedia.org/wiki/Hiperealitas). Mereka yang kecanduan gadget tidak akan mampu membedakan atara dunia maya dengan dunia nyata. Dalam kasusnya apabila individu pengguna gadget terjangkit dalam hiperealitas maka ia akan kehilangan makna interaksi sosial yang sesungguhnya.

Efek lain dari penggunaan gadget yang berlebihan adalah pemborosan biaya gadget. Penggunaan gadget yang tidak ada habisnya, akan membuat para penggunanya tidak pernah puas sehingga perlu biaya lebih untuk selalu meng-update gadget yang mereka miliki, termasuk untuk membeli pulsa, akses internet, biaya service,  serta pembelian aksesoris.

Dari sisi medis, penggunaan gadget yang berlebihan juga berdampak buruk terhadap kesehatan, antara lain insomnia (gangguan tidur) yang beresiko terhadap penyakit jantung, stroke, diabetes dan hipertensi, nomophobia (no-mobile-phone-phobia) yakni sebuah keadaan dimana tubuh akan merasakan cemas berlebih apabila dipisahkan dari gadgetnya, serta Tendinitis (Texting Thumb) yang diakibatkan terlalu lama menekan tombol gadget sehingga dapat melukai tandon, saraf dan otot-otot sehingga bisa mengakibatkan mati rasa, kerusakan otot, dan nyeri yang memerlukan pembedahan untuk pengobatan (http://bidanku.com/jenis-penyakit-yang-bersumber-dari-gadget). Menurut salah satu pakar teknologi informasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dimitri Mahayana, sekitar 5-10 persen gadget mania atau pecandu gadget terbiasa menyentuh gadgetnya sebanyak 100-200 kali dalam sehari. Jika waktu efektif manusia beraktivitas 16 jam atau 960 menit sehari, maka orang yang kecanduan gadget akan menyentuh perangkatnya itu pada setiap 4,8 menit sekali (http://diskominfo.jabarprov.go.id/index.php/tag/ pengguna-gadget).

Setiap orang punya anggapan sendiri tentang penggunaan gadget sebagai sebuah kebutuhan. Namun gadget dapat dianggap sebagai kebutuhan jika dilihat dari profesi dan jenis pekerjaan seseorang. Sebagian dari kita berdalih bahwa kebutuhan mereka akan gadget berhubungan dengan keperluan pekerjaan. Argumen ini mungkin benar, karena perangkat ini memang mengandung teknologi yang memudahkan hidup manusia, khusunya yang berhubungan dengan pekerjaan dan profesi. Akan tetapi, kita juga harus mengakui bahwa penggunaan gadget untuk kepentingan eksistensi dan pencitraan diri porsinya jauh lebih besar ketimbang untuk kepentingan pekerjaan.

Memang, banyak aplikasi yang begitu mengasyikkan dalam balutan gadget; game, medsos, video call, chatting, email, dan berbagai fitur canggih lain yang tentu akan sangat membuai dan bikin seseorang tak bisa lepas dari gadgetnya. Lewat gadget, kita bisa menjadi siapa saja yang kita inginkan di dunia maya, dan menciptakan pencitraan ideal terhadap teman-teman virtual kita. Namun seindah apapun dunia yang kita cipta, INGAT! Itu adalah DUNIA MAYA. Pergaulan, pertemanan, jalinan kemitraan, image, citra diri dan kebanggaan yang kita bangun di sana semuanya adalah MAYA alias SEMU.  Hal ini justru bisa sangat membahayan kehidupan yang kita jalani secara nyata sebab bisa jadi kita akan kehilangan para sahabat sejati dan orang-orang yang kita cintai, kepedulian sosial juga akan terkikis, kemudian kita akan mulai menjadi orang asing di lingkungan yang selama ini kita akrabi. Semua itu tak lepas dari tidak bijaknya kita dalam menyikapi hidup dalam kepungan gadget.

           

*Dimuat di majalah MPA Kemenag Jatim No. 04/379/2018





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar ya...