HIDUP
BIJAK DALAM KEPUNGAN GADGET
Oleh:
Nanang M. Safa'
Gadget dengan segala ragam dan bentuknya menawarkan berbagai fasilitas
dan kemudahan bagi manusia. Hal-hal yang dulu hanya menjadi impian sekarang
bisa terwujud dengan adanya gadget. Dunia tanpa batas karena kehadiran gadget;
smart phone, ipad, netbook, tablet, dan android adalah jenis gadget
yang begitu akrab dalam keseharian. Gadget yang dulunya hanya bisa dimiliki
kaum berduit dan kalangan elit lantaran harganya yang selangit, kini sudah bisa
dimiliki oleh siapapun dari kalangan manapun. Kaum borjuis hingga anak-anak
jalanan hampir tiada beda, begitu lekat dengan gadget, hanya beda label dan
model.
Keasyikan kebanyakan orang karena keberadaan gadget
telah merenggut sebagian besar perhatian dan waktu manusia masa kini untuk
saling berkomunikasi dan berinteraksi dalam level “manusiawi”. Komunikasi dan
interaksi yang terjalin tak lebih hanya pada tataran verbal dan visual, tidak
sampai menyentuh tataran emosi dan hati. Kepentingan instans menjadi
landasan komunikasi kebanyakan orang sehingga hubungan batin yang terjalin
antar manusia juga semakin terkikis. Bahkan tidak jarang kita temui anggapan
yang sangat memiriskan bahwa tanpa kehadiran gadget sungguh hidup menjadi
sangat tidak berarti. Kehilangan gadget akan sangat menyedihkan dibandingkan
kehilangan sahabat. Mereka akan sangat tidak bergairah belajar atau bekerja
hanya gara-gara kelupaan membawa gadgetnya. Orang-orang semacam inilah yang
bisa disebut gadget mania atau penggila gadget.
Membatasi diri apalagi sampai menutup diri terhadap
berbagai hasil teknologi komunikasi dan informasi bukanlah cara bijak dalam menyikapi
hidup di abad teknologi komunikasi seperti sekarang ini. Namun terlampau
terbawa arus teknologi apalagi sampai diperbudak oleh berbagai hasil teknologi
juga bukan cara bijak dalam menyikapi hidup. Hidup adalah sebuah harmoni. Agar
terjadi harmoni maka perlu cara bijak dalam menyikapinya.
Pada dasarnya gadget diciptakan oleh manusia genius
untuk memfasilitasi manusia itu sendiri, agar hidup menjadi lebih mudah dan
terkontrol. Dengan adanya gadget dunia serasa ada di genggaman. Orang-orang
yang berada jauh dari kehidupan kita bisa begitu tiba-tiba hadir di hadapan
kita. Dunia luar yang selama ini tidak pernah muncul dalam bayangan, tiba-tiba
saja menjelma dalam kotak kecil canggih dalam genggaman kita. Namun
rupa-rupanya banyak dari kita yang uforia terhadap kehadiran gadget.
Ketergantungan terhadap gadget menjadi hal yang sangat menggelisahkan. Akibat
lanjutannya adalah munculnya rasa malas melakukan aktifitas, rendahnya
kepedulian sosial, serta kurang fokusnya terhadap pekerjaan jika gadget sampai
lupa bersarang di saku alias tertinggal di rumah. Egoisme dan sikap apatis
terhadap lingkungan sekitar adalah penyakit yang sangat membahayakan yang
senantiasa mengintai para gadget mania.
Pada tahap kecanduan gadget seperti ini, maka akan
sangat sulit melepaskan diri dari kecanduan tersebut. Akibatnya seseorang akan
terkungkung dalam keasyikan memainkan gadgetnya dari pada berkomunikasi dengan
orang tuanya sekalipun. Pada
tingkatan yang lebih parah kecanduan gadget dapat membuat individu menjadi hiperealitas.
Hiperealitas adalah ketidakmampuan kesadaran
hipotetis untuk membedakan antara kenyataan
dengan fantasi
(https://id.wikipedia.org/wiki/Hiperealitas). Mereka yang kecanduan gadget tidak akan mampu
membedakan atara dunia maya dengan dunia nyata. Dalam kasusnya apabila individu pengguna gadget terjangkit dalam hiperealitas maka ia akan kehilangan
makna interaksi sosial yang sesungguhnya.
Efek lain
dari penggunaan gadget yang berlebihan adalah pemborosan biaya gadget.
Penggunaan gadget yang tidak ada habisnya, akan membuat para penggunanya tidak
pernah puas sehingga perlu biaya lebih untuk selalu meng-update gadget yang mereka miliki, termasuk untuk membeli pulsa,
akses internet, biaya service, serta
pembelian aksesoris.
Dari sisi
medis, penggunaan gadget yang berlebihan juga berdampak buruk terhadap
kesehatan, antara lain insomnia (gangguan tidur) yang beresiko terhadap
penyakit jantung, stroke, diabetes dan hipertensi, nomophobia (no-mobile-phone-phobia)
yakni sebuah keadaan dimana tubuh akan merasakan cemas berlebih apabila
dipisahkan dari gadgetnya, serta Tendinitis (Texting Thumb) yang diakibatkan
terlalu lama menekan tombol gadget sehingga dapat melukai
tandon, saraf dan otot-otot sehingga bisa mengakibatkan mati rasa, kerusakan
otot, dan nyeri yang memerlukan pembedahan untuk pengobatan (http://bidanku.com/jenis-penyakit-yang-bersumber-dari-gadget). Menurut salah satu pakar teknologi
informasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dimitri Mahayana, sekitar 5-10
persen gadget mania atau
pecandu gadget terbiasa
menyentuh gadgetnya sebanyak 100-200 kali dalam sehari. Jika waktu efektif
manusia beraktivitas 16 jam atau 960 menit sehari, maka orang yang kecanduan gadget akan menyentuh perangkatnya
itu pada setiap 4,8 menit sekali (http://diskominfo.jabarprov.go.id/index.php/tag/
pengguna-gadget).
Setiap orang punya anggapan sendiri tentang penggunaan gadget
sebagai sebuah kebutuhan. Namun gadget
dapat dianggap sebagai kebutuhan jika dilihat dari profesi dan jenis pekerjaan
seseorang. Sebagian dari
kita berdalih bahwa kebutuhan mereka akan gadget berhubungan dengan keperluan pekerjaan. Argumen ini
mungkin benar, karena perangkat ini memang mengandung teknologi yang memudahkan
hidup manusia, khusunya yang berhubungan dengan pekerjaan dan profesi. Akan
tetapi, kita juga harus mengakui bahwa penggunaan gadget untuk kepentingan eksistensi dan pencitraan diri porsinya
jauh lebih besar ketimbang untuk kepentingan pekerjaan.
Memang, banyak aplikasi yang begitu mengasyikkan dalam balutan gadget;
game, medsos, video call, chatting, email, dan berbagai fitur canggih
lain yang tentu akan sangat membuai dan bikin seseorang tak bisa lepas dari gadgetnya.
Lewat gadget, kita bisa
menjadi siapa saja yang kita inginkan di dunia maya, dan menciptakan pencitraan
ideal terhadap teman-teman virtual kita. Namun seindah apapun dunia yang
kita cipta, INGAT! Itu adalah DUNIA MAYA. Pergaulan, pertemanan, jalinan
kemitraan, image, citra diri dan kebanggaan yang kita bangun di sana semuanya
adalah MAYA alias SEMU. Hal ini justru
bisa sangat membahayan kehidupan yang kita jalani secara nyata sebab bisa jadi
kita akan kehilangan para sahabat sejati dan orang-orang yang kita cintai,
kepedulian sosial juga akan terkikis, kemudian kita akan mulai menjadi orang
asing di lingkungan yang selama ini kita akrabi. Semua itu tak lepas dari tidak
bijaknya kita dalam menyikapi hidup dalam kepungan gadget.
*Dimuat di majalah MPA Kemenag Jatim No.
04/379/2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...