PROKASIH:
KASIHKU,
KASIHMU, KASIH KITAOleh: Nanang M. Safa'
Dulu, saya masih ingat betul ketika berada di
usia belasan, bersama teman-teman sering nglisang di sungai. Dengan
peralatan seadanya yakni irik (semacam serok dari bambu) atau cikrak
(alat pengumpul sampah dari bambu). Kami telusuri setapak demi setapak lekukan di
sepanjang sungai yang kami lewati untuk memet ikan dan udang. Biasanya
kami berkelompok 3 atau 4 orang, dan tak jarang pula beramai-ramai. Sekali
waktu jika air sungai agak umrik karena hujan, kegiatan itu diselingi
mancing. Dengan peralatan mancing sederhana yakni sebuah galah bambu dan kimpul
pelepah daun ketela yang kami bentuk seperti huruf x, kami suka berlama-lama
nongkrong di pinggiran sungai sambil mantengin kimpul yang kami
ceburkan ke sungai. Bahkan tak jarang kami ketiduran dengan sandaran batang
pohon jambe yang banyak tumbuh di sepanjang pinggiran sungai. Sekali waktu kami
juga sempatkan mengerjakan PR dari guru kami. Semuanya kami kerjakan di pinggir
sungai. Bagi kami bisa main di sungai yang bersih dan bening adalah hal yang
sangat menggembirakan.
Itulah sekelumit kisah masa lalu yang saya
alami. Mungkin bagi kamu yang hidup di era 2000-an, kisah saya di
bagian pembuka tulisan ini hanyalah fiksi. Okelah, saya maklum dengan
anggapan kamu itu karena memang faktanya sungai di sekitar kita sekarang sudah
sangat jauh dari gambaran yang saya kisahkan itu. Jangankan
berlama-lama di pinggiran sungai, lewat di dekatnya saja harus buru-buru sambil
menutup hidung. Sungguh sebuah ironi.
Sampah
Biang Masalah?
Sampah,
satu kata dengan sejuta masalah. Mendengar orang menyebut kata sampah dalam
benak kita sudah pasti muncul gambaran hal yang negatif. Sampah lazim juga
disebut kotoran atau barang yang menjijikkan, sarang penyakit atau sumber
malapetaka. Biarpun dari sebagian sampah masih bisa dimanfaatkan dengan cara
didaur ulang, namun toch 90 % sampah tetap memunculkan masalah.
Kerusakan bisa berawal dari sampah. Banjir yang menggenangi sebagian wilayah
perkotaan juga bermula dari sampah yang tidak tertangani dengan baik. Sekian
juta pasien yang memenuhi rumah sakit juga bersumber dari sampah. Bau tak
sedap, lingkungan kumuh, selokan mampat, sungai meluap, semua karena sampah.
Semakin maju peradaban manusia, ternyata semakin beragam pula jenis sampah yang
dihasilkan. Semakin padat penghuni bumi, semakin menggunung pula sampah setiap
harinya. Sepertinya kehidupan manusia modern sekarang ini sudah hampir tidak
bisa lagi lepas dari sampah dan limbah. Dan pola hidup inipun akan semakin
kacau ketika kebiasaan buruk membuang sampah dan limbah semau-maunya terus
dibudayakan dari generasi ke generasi. Jadi sebenarnya yang menjadi biang
masalah itu bukan sampahnya, namun kebiasaan manusianya yang suka membuang sampah
semau-maunya.
Sungai
Bukan Tempat Pembuangan Sampah dan Limbah
Kita tentu tidak asing dengan istilah prokasih. Prokasih
akronim dari program kali bersih. Tujuan Prokasih adalah
meningkatkan kualitas air sungai secara bertahap sehingga kualitas air sungai
bisa tetap terjaga dan sesuai dengan peruntukannya. Sungai merupakan salah satu
sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dan kebutuhan hidup
sehari-hari. Maka jangan sampai sumber air ini tercemari oleh berbagai sampah
dan limbah yang pada akhirnya kita (dan anak cucu kita nanti) tidak bisa memanfaatkannya
lagi.
Banyak orang yang pernah hidup di era 1980-an pasti sering
merindukan keadaan kali atau sungai yang penuh ikan dan airnya yang bening
mengalir gemericik sepanjang hari. Ikan-ikan saling berebut mengerumuni kaki-kaki
mereka ketika diceburkan ke air. Batu-batu bersih mengkilap diterpa sinar
matahari. Sambil duduk-duduk di batu kali itu, mereka bercengkerama, dan
sekali-sekali mereka saling mencipratkan air sungai yang bening itu ke wajah
temannya, dan sejenak kemudian mereka kompak mencebur ke air, belajar berenang
sambil bermain. Namun sepertinya semua itu kini tinggal catatan dalam buku
usang.
Bukan rahasia lagi bahwa keberadaan sungai di seputaran
pemukiman warga telah beralih fungsi menjadi lubang pembuangan sampah dan
limbah. Air sungai yang dulu mengalir jernih kini berubah menjadi air comberan
yang sangat kotor. Warnanyapun tidak lagi bening tapi coklat kehitaman dengan
bau menyengat hidung yang bikin mual. Jangankan ikan wader atau kutuk yang dulu
hampir bisa ditemui di sepanjang aliran sungai, ikan cethak atau cethulpun
tidak lagi nampak, bahkan anggang-anggang airpun enggan hidup di benaman air
kotor tersebut. Barangkali ikan-ikan itu tak lama lagi akan menjadi binatang
langka yang sulit ditemui keberadaannya di sepanjang bantaran sungai yang
melingkupi desa kita ini.
Dulu, banyak orang betah berlama-lama refreshing di
sungai, sekedar menikmati gemericiknya air atau mancing. Anak-anak nglisang
dengan peralatan seadanya juga hampir tiap hari bisa ditemui. Klacen dan
langen di sungai juga menjadi hiburan yang sangat mengasyikkan bagi
anak-anak era 1980-an dan angkatan sebelumnya. Namun kini yang ditemui adalah
sebuah ironi. Hampir setiap sungai yang kita temui di sekitar kita sudah
tercemar oleh berbagai kotoran dan limbah. Plastik, detergen, pembalut, popok
bayi, dan segala limbah rumah tangga semua masuk ke sungai. Lebih parah lagi,
air limbah industri yang notabene penuh dengan zat beracun juga masuk
sungai.
Butuh
Upaya Bersama
Pemerintah Kabupaten Trenggalek membangun gerakan peduli
lingkungan dengan meluncurkan program kali bersih (prokasih) dengan melibatkan
siswa sekolah dan seluruh elemen masyarakat setempat. Dengan program kali
bersih ini diharapkan nantinya sungai-sungai di Trenggalek bisa terjaga
kebersihannya secara berkelanjutan, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat
dalam menjaga kelestarian dan kebersihan kawasan sungai.
Di wilayah kecamatan Watulimo
sendiri prokasih dimotori oleh Wakil Bupati Trenggalek, H Moch Nur Arifin
yang ikut terjun langsung dalam aksi bersih kali di sepanjang bantaran sungai
di Dusun Sempu Desa Margomulyo yang dilaksanakan pada bulan
Juli 2018 lalu, bersama komunitas pencinta lingkungan dan disengkuyung
penuh oleh (sebagian) warga masyarakat dan lembaga pemerintah termasuk MTsN 4
Trenggalek di bawah komando Dewan Galang MTsN 4 Trenggalek. Aksi bersih sungai
ini hanyalah merupakan langkah awal untuk menggunggah kesadaran warga
masyarakat agar perduli terhadap pelestarian lingkungan hayati di sungai.
Jika aksi ini terus dilaksanakan secara berkelanjutan maka
kali bersih di lingkungan kita ini bukan hanya menjadi impian di negeri
dongeng, melainkan akan benar-benar menjadi kenyataan. Pemerintah juga harus
terus mengupayakan tata aturan (regulasi) yang jelas dan tegas terhadap
upaya ini. Warga masyarakat juga harus terus mendukung penuh prokasih.
Anak-anak muda juga harus terus menggemakan semangat cinta lingkungan. Kalimat
kunci dari prokasih ini adalah “Buang egoisme! Mari bangun kebersamaan untuk
terus menggelorakan PROKASIH: KASIHKU, KASIHMU, KASIH KITA!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...