PENDIDIKAN - REMAJA - KELUARGA: Prokasih: Kasihku, Kasihmu, Kasih Kita

13/08/2019

Prokasih: Kasihku, Kasihmu, Kasih Kita


PROKASIH:
KASIHKU, KASIHMU, KASIH KITA
Oleh: Nanang M. Safa'


Dulu, saya masih ingat betul ketika berada di usia belasan, bersama teman-teman sering nglisang di sungai. Dengan peralatan seadanya yakni irik (semacam serok dari bambu) atau cikrak (alat pengumpul sampah dari bambu). Kami telusuri setapak demi setapak lekukan di sepanjang sungai yang kami lewati untuk memet ikan dan udang. Biasanya kami berkelompok 3 atau 4 orang, dan tak jarang pula beramai-ramai. Sekali waktu jika air sungai agak umrik karena hujan, kegiatan itu diselingi mancing. Dengan peralatan mancing sederhana yakni sebuah galah bambu dan kimpul pelepah daun ketela yang kami bentuk seperti huruf x, kami suka berlama-lama nongkrong di pinggiran sungai sambil mantengin kimpul yang kami ceburkan ke sungai. Bahkan tak jarang kami ketiduran dengan sandaran batang pohon jambe yang banyak tumbuh di sepanjang pinggiran sungai. Sekali waktu kami juga sempatkan mengerjakan PR dari guru kami. Semuanya kami kerjakan di pinggir sungai. Bagi kami bisa main di sungai yang bersih dan bening adalah hal yang sangat menggembirakan.
Itulah sekelumit kisah masa lalu yang saya alami. Mungkin bagi kamu yang hidup di era 2000-an, kisah saya di bagian pembuka tulisan ini hanyalah fiksi. Okelah, saya maklum dengan anggapan kamu itu karena memang faktanya sungai di sekitar kita sekarang sudah sangat jauh dari gambaran yang saya kisahkan itu. Jangankan berlama-lama di pinggiran sungai, lewat di dekatnya saja harus buru-buru sambil menutup hidung. Sungguh sebuah ironi.

Sampah Biang Masalah?
Sampah, satu kata dengan sejuta masalah. Mendengar orang menyebut kata sampah dalam benak kita sudah pasti muncul gambaran hal yang negatif. Sampah lazim juga disebut kotoran atau barang yang menjijikkan, sarang penyakit atau sumber malapetaka. Biarpun dari sebagian sampah masih bisa dimanfaatkan dengan cara didaur ulang, namun toch 90 % sampah tetap memunculkan masalah. Kerusakan bisa berawal dari sampah. Banjir yang menggenangi sebagian wilayah perkotaan juga bermula dari sampah yang tidak tertangani dengan baik. Sekian juta pasien yang memenuhi rumah sakit juga bersumber dari sampah. Bau tak sedap, lingkungan kumuh, selokan mampat, sungai meluap, semua karena sampah. Semakin maju peradaban manusia, ternyata semakin beragam pula jenis sampah yang dihasilkan. Semakin padat penghuni bumi, semakin menggunung pula sampah setiap harinya. Sepertinya kehidupan manusia modern sekarang ini sudah hampir tidak bisa lagi lepas dari sampah dan limbah. Dan pola hidup inipun akan semakin kacau ketika kebiasaan buruk membuang sampah dan limbah semau-maunya terus dibudayakan dari generasi ke generasi. Jadi sebenarnya yang menjadi biang masalah itu bukan sampahnya, namun kebiasaan manusianya yang suka membuang sampah semau-maunya.

Sungai Bukan Tempat Pembuangan Sampah dan Limbah
Kita tentu tidak asing dengan istilah prokasih. Prokasih akronim dari program kali bersih. Tujuan Prokasih adalah meningkatkan kualitas air sungai secara bertahap sehingga kualitas air sungai bisa tetap terjaga dan sesuai dengan peruntukannya. Sungai merupakan salah satu sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dan kebutuhan hidup sehari-hari. Maka jangan sampai sumber air ini tercemari oleh berbagai sampah dan limbah yang pada akhirnya kita (dan anak cucu kita nanti) tidak bisa memanfaatkannya lagi.
Banyak orang yang pernah hidup di era 1980-an pasti sering merindukan keadaan kali atau sungai yang penuh ikan dan airnya yang bening mengalir gemericik sepanjang hari. Ikan-ikan saling berebut mengerumuni kaki-kaki mereka ketika diceburkan ke air. Batu-batu bersih mengkilap diterpa sinar matahari. Sambil duduk-duduk di batu kali itu, mereka bercengkerama, dan sekali-sekali mereka saling mencipratkan air sungai yang bening itu ke wajah temannya, dan sejenak kemudian mereka kompak mencebur ke air, belajar berenang sambil bermain. Namun sepertinya semua itu kini tinggal catatan dalam buku usang.
Bukan rahasia lagi bahwa keberadaan sungai di seputaran pemukiman warga telah beralih fungsi menjadi lubang pembuangan sampah dan limbah. Air sungai yang dulu mengalir jernih kini berubah menjadi air comberan yang sangat kotor. Warnanyapun tidak lagi bening tapi coklat kehitaman dengan bau menyengat hidung yang bikin mual. Jangankan ikan wader atau kutuk yang dulu hampir bisa ditemui di sepanjang aliran sungai, ikan cethak atau cethulpun tidak lagi nampak, bahkan anggang-anggang airpun enggan hidup di benaman air kotor tersebut. Barangkali ikan-ikan itu tak lama lagi akan menjadi binatang langka yang sulit ditemui keberadaannya di sepanjang bantaran sungai yang melingkupi desa kita ini.
Dulu, banyak orang betah berlama-lama refreshing di sungai, sekedar menikmati gemericiknya air atau mancing. Anak-anak nglisang dengan peralatan seadanya juga hampir tiap hari bisa ditemui. Klacen dan langen di sungai juga menjadi hiburan yang sangat mengasyikkan bagi anak-anak era 1980-an dan angkatan sebelumnya. Namun kini yang ditemui adalah sebuah ironi. Hampir setiap sungai yang kita temui di sekitar kita sudah tercemar oleh berbagai kotoran dan limbah. Plastik, detergen, pembalut, popok bayi, dan segala limbah rumah tangga semua masuk ke sungai. Lebih parah lagi, air limbah industri yang notabene penuh dengan zat beracun juga masuk sungai.

Butuh Upaya Bersama
Pemerintah Kabupaten Trenggalek membangun gerakan peduli lingkungan dengan meluncurkan program kali bersih (prokasih) dengan melibatkan siswa sekolah dan seluruh elemen masyarakat setempat. Dengan program kali bersih ini diharapkan nantinya sungai-sungai di Trenggalek bisa terjaga kebersihannya secara berkelanjutan, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian dan kebersihan kawasan sungai.
Di wilayah kecamatan Watulimo sendiri prokasih dimotori oleh Wakil Bupati Trenggalek, H Moch Nur Arifin yang ikut terjun langsung dalam aksi bersih kali di sepanjang bantaran sungai di Dusun Sempu Desa Margomulyo yang dilaksanakan pada bulan Juli 2018 lalu, bersama komunitas pencinta lingkungan dan disengkuyung penuh oleh (sebagian) warga masyarakat dan lembaga pemerintah termasuk MTsN 4 Trenggalek di bawah komando Dewan Galang MTsN 4 Trenggalek. Aksi bersih sungai ini hanyalah merupakan langkah awal untuk menggunggah kesadaran warga masyarakat agar perduli terhadap pelestarian lingkungan hayati di sungai.
Jika aksi ini terus dilaksanakan secara berkelanjutan maka kali bersih di lingkungan kita ini bukan hanya menjadi impian di negeri dongeng, melainkan akan benar-benar menjadi kenyataan. Pemerintah juga harus terus mengupayakan tata aturan (regulasi) yang jelas dan tegas terhadap upaya ini. Warga masyarakat juga harus terus mendukung penuh prokasih. Anak-anak muda juga harus terus menggemakan semangat cinta lingkungan. Kalimat kunci dari prokasih ini adalah “Buang egoisme! Mari bangun kebersamaan untuk terus menggelorakan PROKASIH: KASIHKU, KASIHMU, KASIH KITA!”

 *Dimuat di majalah Sketsa, Vol. 003/Oktober/2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar ya...