PENDIDIKAN - REMAJA - KELUARGA: Kids Jaman Now, Potret Generasi Era Digital

13/08/2019

Kids Jaman Now, Potret Generasi Era Digital




“KIDS JAMAN NOW”
POTRET GENERASI ERA DIGITAL
Oleh: Nanang M. Safa'


Perkembangan iptek telah merambah ke seluruh belahan bumi. Hasil temuan manusia-manusia jenius telah malahirkan teknologi mutakhir yang disebut dengan alat-alat digital. Kita tak bisa lagi menghindar dari arus digitalisasi. Fasilitas internet yang begitu mudah didapat tentunya juga ikut mempengaruhi pola pikir dan perilaku anak-anak kita. Akhir-akhir ini di media sosial (medsos) muncul istilah yang sangat viral yakni “Kids Jaman Now”. Ada apa di balik viralnya istilah tersebut?
Dari susunan kalimatnya saja sebenarnya sudah tak sesuai aturan. Coba baca baik-baik,  kalimat “kids jaman now” itu tersusun dari tiga kata yang campur aduk antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Itupun dalam penulisannya juga ada yang salah yakni pada kata “jaman” –tulisan yang benar mesthinya “zaman”-.
Kids jaman now diartikan sebagai “anak-anak jaman sekarang” atau “anak-anak masa kini” sesuai rangkaian tiga kata yang tersusun di dalamnya. Apakah yang salah dengan anak zaman sekarang? Dan apa hubungannya dengan perkembangan dunia digital?
Ketika kita ketikkan kalimat “kids jaman now” di search angine, maka akan muncul uraian, gambar meme, foto, dan video hasil kreasi banyak orang (dan kebanyakan para abg sebagai subyek utama kids jaman now). Kebanyakan dari hasil pencarian itu menggambarkan gaya, ulah, dan ungkapan kata yang kadang bikin miris, terutama orang tua –dalam istilah anak zaman sekarang disebut “kids jaman old”-. Padahal mestinya tidak demikian. Sebab makna dari kids jaman now itu sendiri tidak selamanya negatif. Ada sisi-sisi positif yang sangat mendukung perkembangan remaja sebagai subyek utama kids jaman now. Banyak istilah dan meme bersliweran sebagai gambaran terhadap kids jaman now; generasi micin, generasi karbitan, anak nyleneh, anak tak mengenal etika, anak tak tahu malu, dan semacamnya.  Hal-hal semacam inilah yang menjadikan kids jaman now akhirnya lebih cenderung dimaknai negatif. Padahal kids jaman now itu sejatinya tidak melulu berbau negatif namun banyak pula yang bermuatan postif.
Banyak dari anak zaman sekarang yang bisa mengukir prestasi mengagumkan di berbagai bidang. Tengok saja misalnya, Sri Izzati atau Erisca Febriani yang bisa menjadi penulis novel best seller di usia remajanya. Atau Joey Alexander Sila, seorang  pianis cilik berbakat yang mampu mempesona seniman musik internasional dengan permainan pianonya. Juga Perdana Putra Minang yang di usia remajanya telah mampu menjuarai berbagai kejuaraan balap kelas dunia. Jadi ternyata kids jaman now itu generasi yang hebat khan?

Paling Utama adalah Belajar
Kunci utama kesuksesan adalah ilmu pengetahuan. Dan untuk orang-orang sekelas kita yang tidak jenius ini, cara paling mungkin untuk mendapatkan ilmu pengetahuan adalah dengan belajar. Jaman now (baca: zaman sekarang) yang sudah dikuasai teknologi tentunya membuka peluang tak terbatas bagi anak dan para remaja khususnya, untuk menggali dan menyerap ilmu pengetahuan itu sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya. Dunia sekarang adalah dunia tak terbatas. Jika dulu untuk mengetahui benua Amerika saja harus tekun memelototi atlas atau globe, maka sekarang tinggal klik internet, semuanya akan langsung hadir di depan mata, lengkap dengan segala hal yang kita butuhkan. Itulah hebatnya zaman sekarang.
Namun sepertinya kemudahan-kemudahan ini tidak banyak yang mau memanfaatkannya. Justru yang terjadi adalah membuat anak zaman sekarang terserang uforia bahkan ada yang terbuai dengan fasilitas internet yang melenakan. Akhirnya yang dikedepankan adalah gaya urakan, sikap slengekan, perilaku menyimpang, dan tutur kata keblablasan. Kebebasan dan kemudahan berekspresi dijadikan dalil untuk melanggar batas-batas etika. Makanya akhirnya yang mengemuka bukan ukiran prestasi yang membanggakan sebagai cerminan anak zaman sekarang yang smart, namun justru ungkapan ekspresif yang berlebihan dan tak kenal batas kesopanan.

Orang Tua Jangan Sampai Gagap Teknologi
Menjadi orang tua di era digital tentu sangat beda jauh dengan orang tua jaman dulu. Zamannya memang sudah berbeda. Sekarang sudah bukan zamannya lampu ublik. Sekarang juga bukan lagi zamannya bajak sawah dengan tenaga kerbau. Jika kita sebagai orang tua masih tetap kukuh dengan prinsip-prinsip lama yang memang sebagian sudah ketinggalan zaman, maka dengan sendirinya kita tidak akan mampu menjadi orang tua yang survive. Anak-anak kita akan semakin menjauh dari kita, dan akibatnya kita seakan tidak lagi memiliki mereka. Hal yang mengkhawatirkan adalah ketika mereka lepas bebas dari pengawasan kita karena menganggap kita ini kuno, maka jangan lantas terkejut ketika mereka melakukan hal-hal di luar dugaan kita. Ada anak yang ketika di rumah tampil sebagai anak pendiam dan penurut, namun ternyata di luar menjelma menjadi anak-anak yang bikin kening berkerut.
Orang tua memang tidak harus menguasai teknologi setara dengan kemampuan anak. Namun setidaknya orang tua juga tidak boleh gagap teknologi. Melarang anak-anak menjauh dari teknologi tentu hal yang mustahil. Namun membiarkan mereka terlalu larut dalam balutan teknologi juga bukan hal yang bijaksana. Orang tua tentu punya seribu cara untuk bisa menjadi orang tua yang bijaksana tanpa kehilangan wibawa di mata anak-anaknya. Orang tua tetap bisa menjadi figur ideal untuk anak-anaknya sekaligus menjadi sahabat paling dirindukan oleh anak-anaknya. Hal ini tentu tidak semudah menulis kata di selembar kertas. Butuh usaha dan tindakan nyata dengan terus belajar dari kejadian dan pengalaman yang ada. Marilah berikhtiar!

*Dimuat di majalah Sketsa, Vol. 002/Maret/2018



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar ya...