PENDIDIKAN - REMAJA - KELUARGA: UNBK Harga Mati

05/02/2019

UNBK Harga Mati

UNBK HARGA MATI
Oleh: Nanang M. Safa'

Simulasi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) sudah mulai digelar. Pemerintah sebagai penanggung jawab penyelenggara pendidikan nasional sepertinya tidak akan melakukan langkah mundur dalam pelaksanaan UNBK. UNBK merupakan harga mati. Dunia pendidikan tidak boleh ketinggalan teknologi dan UNBK-lah jawabannya. Ini tentu sudah sangat tepat. Selain bisa meminimalisir anggaran, UNBK tentu bisa meminimalisir penyimpangan-penyimpangan yang disinyalir selalu saja terjadi dalam pelaksanaan Ujian Nasional  Pensil dan Kertas  (UNPK) yang selama ini dilaksanakan. Biarpun untuk Tahun Pelajaran 2016/2017 yang lalu tidak semua sekolah/madrasah bisa melaksanakan UNBK, namun Tahun Pelajaran 2017/2018 ini pemerintah sepertinya bertekad bulat untuk melaksanakan UNBK pada semua sekolah/madrasah di seluruh wilayah Indonesia. UNBK sendiri dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas Ujian Nasional dari segala sisi. Selain itu hasil dari UNBK akan dijadikan rujukan untuk melakukan pemetaan terhadap capaian pendidikan secara nasional.
Tulisan ini bermaksud menyampaikan temuan riil di lapangan terutama berkenaan dengan pelaksanaan UNBK. Penulis sebagai guru yang diberi tugas sebagai pengawas UNBK yang secara langsung berada di ruang ujian, tentu punya banyak kesempatan untuk mengadakan pengamatan pada pelaksanaan UNBK. Tulisan ini tentu bermanfaat bagi para pengambil kebijakan sebagai bahan masukan untuk perbaikan pelaksanaan UNBK, terutama untuk sekolah/madrasah penyelenggara UNBK yang berada di wilayah “pinggiran”.

Temuan di Lapangan
Beberapa temuan yang sempat penulis catat antara lain menyangkut penataan ruang UNBK. Ini menjadi temuan paling menyolok. Persyaratan ruang UNBK yang layak sebagaimana diatur dalam Pedoman Teknis penyelenggaraan UNBK adalah jarak antar meja peserta minimal 1 meter. Maksud dari pengaturan ini sudah pasti untuk mengondisikan siswa peserta UNBK agar lebih mandiri (meminimalisir kecurangan) dan memudahkan kepengawasan. Kenyataan yang penulis temui di ruang UNBK yang penulis awasi (dan berdasar informasi dari beberapa teman pengawas, juga banyak terjadi di sekolah/madrasah lain), jarak antar peserta tidak lebih setengah meter. Alasan yang mengemuka adalah karena keterbatasan ruangan di sekolah/madrasah bersangkutan. Satu ruang yang idealnya hanya bisa digunakan untuk 20 peserta, harus dihuni 34 – 40 peserta. Tentu ini sebuah hal yang bertolak belakang dengan tujuan penyelenggaraan UNBK yang diinginkan pemerintah.
Penataan tempat duduk peserta yang terlalu dekat ini tentulah sangat berpengaruh terhadap obyektifitas hasil UNBK. Antar peserta dengan leluasa bisa saling berkomunikasi. Pengawas UNBK yang sebenarnya memiliki tanggung jawab besar terhadap “ketenangan” ruang ujian, juga tidak bisa berbuat banyak untuk bisa menjaga ketenangan ruang ujian tersebut, yang ada justru harus berupaya keras untuk menjaga stabilitas emosinya agar tidak lepas kontrol melihat sikap tidak tenang dari peserta ujian yang diawasinya. Akhirnya suasana ujian tidak menggambarkan suasana ujian yang sebenarnya, sesuai pesan yang tertulis pada spanduk ketika memasuki lokasi ujian “Harap Tenang, Ada Ujian”.
Temuan yang lain berkenaan dengan kesiapan teknis yakni padamnya aliran listrik. Kejadian ini tentu membuat pihak sekolah penyelenggara panik. Genset yang disiapkan, yang sebelumnya sudah diuji coba dan tidak ada masalah, ternyata ketika benar-benar dibutuhkan, justru ngadat. Petugas PLN yang dihubungi juga tidak bertindak cepat ketika dilapori pihak sekolah. Akibatnya penyelenggaraan UNBK sesi I harus mundur hingga hampir satu jam. Dampak dari penundaan ini terutama pada psikis para peserta UNBK. Mereka yang sebelumnya begitu bersemangat, akhirnya mengalami anti klimaks sebelum ujian dimulai. Dan akibat gangguan ini tentu juga berimbas pada penyelenggaraan sesi berikutnya (UNBK dilaksanakan 3 sesi setiap harinya pada masing-masing mata pelajaran).
Hal teknis lain yang juga sempat mengganggu kelancaran UNBK adalah terjadinya down jaringan yang mengakibatkan komputer error sehingga mengganggu kerja proktor sebagai pemegang kunci utama kesuksesan penyelenggaraan UNBK.

Perlu Upaya Keras dari Sekolah Penyelenggara
Upaya pemerintah untuk bisa menyelenggarakan UNBK pada Tahun Pelajaran 2017/2018 sepertinya sudah cukup baik, semisal adanya jaminan tidak terjadinya kebocoran soal atau pembajakan sistem oleh peretas. Pemerintah pusat telah mengantisipasinya sedemikian rupa, sehingga data-data sudah tersinkronkan. Soal UNBK tidak bisa dibuka tanpa password yang hanya bisa dimunculkan ketika sudah masuk jam UNBK dimulai.
Namun upaya ini tentu akan bertepuk sebelah tangan jika pihak sekolah/madrasah sebagai penyelenggara UNBK tidak berupaya keras untuk bisa melaksanakannya sesuai Prosedur Operasional Standar (POS) yang telah digariskan. Memang, sejak awal banyak sekolah/madrasah “pinggiran” yang merasa “dipaksa” untuk menyelenggarakan UNBK. Jika demikian adanya, kesimpulannya selaras dengan yang dilontarkan Ki Supriyoko (Jawa Pos, Selasa, 2 Mei 2017) bahwa UNBK belum bisa dijadikan acuan untuk pemetaan mutu sebuah sekolah/madrasah, apalagi untuk lingkup nasional.

*)Dimuat di majalah “Suara PGRI Trenggalek, bulan Juli 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar ya...