PENDIDIKAN - REMAJA - KELUARGA

20/01/2018

Rapat di Lembaga Pendidikan

RAPAT DI LEMBAGA PENDIDIKAN

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.       Latar Belakang Masalah

Rapat merupakan salah satu cara untuk dapat memediasi berbagai kepentingan dan tuntutan dari individu-individu yang bernaung dalam sebuah lembaga termasuk lembaga pendidikan (sekolah). Rapat, selain berfungsi sebagai media konsolidasi, juga berperan sebagai media komunikasi, harmonisasi dan ekspansi program sesuai dengan rancangan dari situasi mutakhir yang terjadi. Dari rapat akan kelihatan mana personel yang serius dan bekerja keras untuk kemajuan lembaga, serta mana yang setengah-setengah dan hanya mencari keuntungan finasial.[1] Namun demikian seringkali pula muncul komentar-komentar yang bernada negative terhadap penyelenggaraan rapat maupun menyangkut hasil rapat. Atau seringkali pula seseorang sudah merasa jengah atau tidak suka ketika mendengar kata rapat. Ada yang berkomentar sudah terlalu sering rapat, rapat hanya buang-buang waktu, rapat tidak menghasilkan apa-apa, dan sejenisnya.

Sebenarnya jika sebuah rapat bisa berjalan efektif maka akan dapat menghasilkan keputusan yang baik dan membangun rasa kebersamaan. Sebaliknya, rapat yang tidak efektif hanya membuang-buang waktu. Rapat bukan aktivitas yang dapat diselenggarakan tanpa biaya. Jadi, rapat yang tidak efektif tidak menghasilkan sesuatu kecuali hanyalah keputusan yang tidak tepat dan pemborosan waktu.  Untuk mewujudkan rapat yang efektif diperlukan perencanaan yang matang, tujuan yang pasti, dan penyusunan agenda yang rinci. Dan saat rapat berakhir, setiap peserta mengetahui hasil rapat seutuhnya.

Dr. Peter Drucker, dalam bukunya The Effective Executive, mengatakan: Kita menyelenggarakan rapat karena orang-orang yang melaksanakan pekerjaan yang berbeda-beda harus bekerja sama untuk melaksanakan tugas khusus. Kita rapat karena pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan dalam suatu situasi tertentu tidak terdapat di dalam pikiran satu orang, melainkan terbagi dalam pikiran beberapa orang.[2]

Oleh karena itu, pertimbangan perlu tidaknya menyelenggarakan rapat menjadi hal penting. Tidak perlu diadakan rapat kecuali bila topiknya penting, tidak dapat ditunda dan memerlukan suatu pertukaran ide-ide. Jika aliran informasi hanya bersifat satu arah dan tidak memerlukan umpan balik maka tidak perlu menjadwalkan sebuah rapat. Ingat, biaya nyata sebuah rapat adalah produktivitas yang hilang dari para personel atau pelaku kerja akibat kewajiban mereka menghadiri sebuah rapat. Untuk memutuskan apakah tujuan rapat tersebut penting, sebaiknya diadakan diskusi singkat dari orang-orang kunci yang dalam lembaga pendidikan bersangkutan, utamanya tentang perlu tidaknya menyelenggarakan rapat. Dengan demikian, penyelenggaraan rapat benar-benar akan dapat memunculkan ide-ide segar dan dapat menghasilkan keputusan yang baik.

 

B.        Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka untuk memudahkan pembahasan, dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1.    Apakah pengertian rapat?

2.    Apa saja jenis-jenis rapat di lembaga pendidikan?

3.    Apakah fungsi diselenggarakannya rapat di lembaga pendidikan?

4.    Bagaimana menyelenggarakan rapat yang baik?

 

C.      Tujuan Pembahasan

Tujuan pembahasan dalam makalah ini agar pembaca tahu tentang:

  1. Pengertian rapat.
  2. Jenis-jenis rapat di lembaga pendidikan.
  3. Fungsi diselenggarakannya rapat di lembaga pendidikan.
  4. Penyelenggaraan rapat yang baik.

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.      Pengertian Rapat

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan rapat adalah pertemuan (kumpulan) untuk membicarakan sesuatu.[3] Pengertian ini sejalan dengan yang tertulis dalam kamus bahasa Inggris yang mengartikan rapat dengan meeting yang berarti pertemuan.[4]

Daru Asih mengemukakan pengertian rapat secara singkat sebagai pertemuan para anggota organisasi/perusahaan (parastaf pegawai) untuk membahas hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan organisasi/kantor/perusahaan.[5]

Pada intinya rapat merupakan alat/media komunikasi kelompok yang bersifat tatap muka dan sangat penting, diselenggarakan oleh banyak organisasi, baik swasta maupun pemerintah untuk pengambilan keputusan. Jadi rapat merupakan bentuk komunikasi yang dihadiri oleh beberapa orang untuk membicarakan dan memecahkan permasalahan tertentu, dimana melalui rapat berbagai permasalahan dapat dipecahkan dan berbagai kebijaksanaan organisasi dapat dirumuskan. Dengan jenis pertemuan bisa dikatakan sebagai rapat jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. Pertemuan tersebut membahas tentang suatu masalah yang berhubungan dengan tujuan organisasi, dan harus dipecahkan secara bersama dalam sebuah forum musyawarah.
  2. Setiap peserta hendaknya berpartisipasi aktif dalam pertemuan tersebut.
  3. Pembahasan harus terbuka, tidak menimbulkan praduga atau prasangka negative bagi semua peserta pertemuan tersebut.
  4. Dalam pertemuan tersebut ada pemimpin yang bertugas memberikan pengarahan serta bimbingan (sebagai) pengendali terhadap jalannya pertemuan.[6]

Dengan demikian, penyelenggaraan rapat harus tetap memperhatikan berbagai hal, baik menyangkut waktu penyelenggaraan, urgensi masalah atau materi yang dirapatkan, serta hal-hal lain yang bersifat teknis.

Rapat perlu diselenggarakan jika:

  1. Pemimpin memerlukan sumbangan pemikiran atau pendapat dari para stafnya atau para pembantunya, karena pemimpin tidak mau mengambil keputusan secara sepihak.
  2. Materi yang akan dibicarakan tidak akan tepat apabila melalui saluran administrasi pada umumnya sehingga pemimpin menganggap perlu untuk dirapatkan.
  3. Pemimpin bermaksud memberikan kesempatan kepada para bawahan untuk memberikan saran-saran, pendapat secara langsung kepada pemimpin terhadap suatu masalah yang berhubungan dengan kepentingan bersama.
  4. Ada masalah yang jelas dan harus mendapat penyelesaian melalui rapat.
  5. Telah diputuskan oleh pimpinan agar diselenggarakan rapat atau telah tiba saatnya untuk diselenggarakan rapat secara berkala.[7]

 

B.       Jenis-Jenis Rapat

Jenis rapat di lembaga pendidikan sebagaimana di lembaga lain pada umumnya, dapat ditinjau dari sisi tujuan rapat, sifat rapat, waktu pelaksanaan rapat, dan frekwensi rapat.

Ditinjau dari sisi tujuannya, rapat di lembaga pendidikan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

  1. Rapat penjelasan ialah rapat yang bertujuan untuk memberikan penjelasan kepada para pendidik/tenaga kependidikan tentang kebijakan yang diambil oleh kepala lembaga pendidikan mengenai prosedur kerja baru, untuk mendapatkan keseragaman kerja.
  2. Rapat pemecahan masalah  yaitu rapat yang bertujuan untuk mencari jalan keluar, suatu masalah yang dihadapi lembaga pendidikan. Misalnya masalah antar pelajar, dll.
  3. Rapat perundingan yaitu rapat yang bertujuan menghindari timbulnya suatu perselisihan diantara pendidik/tenaga kependidikan, dan untuk mencari jalan tengah agar tidak saling merugikan kedua belah pihak.

Berdasarkan sifatnya, rapat di lembaga pendidikan dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu:

  1. Rapat formal merupakan rapat resmi yang diselenggarakan lembaga pendidikan, dengan suatu perencanaan yang matang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  2. Rapat informal merupakan rapat yang tidak direncanakan secara khusus, yang dapat diadakan setiap saat, peserta yang dilibatkan bisa berasal dari lapisan masyarakat.
  3. Rapat terbuka merupakan rapat yang bisa dihadiri oleh seluruh warga lembaga pendidikan, tidak terbatas pada tenaga kependidikan, peserta didikpun bisa terlibat pada rapat yang diselenggarakan.
  4. Rapat tertutup merupakan rapat yang dihadiri oleh oleh peserta tertentu, dan masalah yang dibahas sifatnya masih rahasia.

Berdasarkan waktu pelaksanaannya, rapat di lembaga pendidikan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:

  1. Rapat Mingguan yaitu rapat yang dilaksanakan sekali seminggu, membahas masalah-masalah yang bersifat rutin yang dihadiri oleh kepala lembaga pendidikan beserta wakilnya.
  2. Rapat Bulanan merupakan rapat yang diselenggarakan sekali sebulan, membahas masalah atau peristiwa rutin yang terjadi sebulan yang lalu.
  3. Rapat Semesteran merupakan rapat yang diselenggarakan selesai ujian semester, untuk mengevaluasi secara rutin proses pembelajaran yang dilakukan selama semester yang lalu.
  4. Rapat Tahunan merupakan rapat yang dilakukan sekali setahun, untuk membahas kinerja lembaga pendidikan selama setahun yang lalu.

Berdasarkan frekuensinya, rapat di lembaga pendidikan di bedakan menjadi dua macam, yaitu:

  1. Rapat Rutin merupakan rapat yang waktunya sudah ditentukan, misalnya mingguan, bulanan.
  2. Rapat Insidental ialah rapat yang dilakukan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi[8]

 

C.    Fungsi Diselenggarakannya Rapat

Fungsi diselenggarakannya rapat dilembaga pendidikan sebagaimana di lembaga lain, dapat dikemukakan sebagai berikut:

  1. Untuk menerima laporan dari peserta rapat.Lebih dari itu juga terbuka kesempatan berdiskusi untuk menentukan langkah lebih lanjut.
  2. Untuk mencapai keputusan bersama. Rapat memberi kesempatan kepada setiap peserta rapat untuk menyatakan pendapatnya. Kesepakatan berkembang dari berbagai masukan yang disampaikan oleh peserta rapat melalui persetujuan bersama. Peserta rapat perlu mengetahui sesuatu yang mereka harapkan dari awal sampai akhir, saat rapat menetapkan keputusan.
  3. Untuk menganalisis atau memecahkan permasalahan. Pada saat permasalahan teridentifikasi, suatu solusi atau cara bertindak yang dapat dilakukan akan muncul dari pembicaraan dalam rapat. Rapat akan efektif jika terdapat keseimbangan interaksi ide, pengalaman, informasi, dan wawasan. Hasil terbaik akan diperoleh melalui interaksi.
  4. Untuk mencapai kesamaan pemikiran, program, atau keputusan.Ide, program, dan keputusan baru merupakan “komoditas” yang dapat ditawarkan kepada pihak lain. Tolak ukur tingkat kualitasnya adalah kesediaan audiensi dalam rapat untuk menerimanya. Apabila peserta rapat secara aklamasi dapat menerima, hal ini membuktikan “komoditas” tersebut mempunyai daya jual.
  5. Untuk menyatukan pandangan yang berbeda. Perbedaan pendapat yang tajam merupakan sesuatu yang wajar terjadi dan dapat dimanfaatkan oleh suatu lembaga. Pertukaran pemikiran merupakan suatu kekuatan yang kreatif dan dinamis. Namun, jika perbedaan sudut pandang berkembang dan meninggalkan  kecenderungan yang tidak diharapkan, hal tersebut dapat meluas menjadi konflik di tempat kerja. Rapat akan membantu terciptanya kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan peluang untuk pengembangan pandangan atau penilaian peserta sehingga dapat tercapai kesamaan pandangan tentang suatu subyek.
  6. Untuk menyampaikan informasi penting kepada audiensi.Cara ini merupakan komunikasi dalam rapat yang sangat penting.
  7. Untuk memastikan bahwa setiap audiensi sependapat tentang informasi yang mereka peroleh dari rapat.[9]

D.      Penyelenggaraan Rapat yang Baik

Ada kalanya hasil rapat tidak banyak memberikan kontribusi nyata terhadap kemajuan lembaga pendidikan bersangkutan. Kadang justru malah memunculkan masalah baru yang dapat mengganggu roda lembaga pendidikan tersebut. Maka perlu dicermati apakah rapat yang diselenggarakan sudah memenuhi kriteria sebagai rapat yang baik.

Secara umum rapat yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1.      Tujuan rapat diketahui dan dipahami oleh semua peserta rapat.

2.      Agenda disusun untuk mencapai tujuan rapat.

3.      Rapat diikuti oleh orang-orang yang berkompeten, baik sebagai kontributor ataupun penerima informasi dari rapat.

4.      Rapat berlangsung sesuai waktu yang ditetapkan, sesuai agenda, dan memenuhi tujuan tanpa ada waktu dan tindakan yang sia-sia.

5.      Alat bantu visual dengan gambar yang jelas dan tajam digunakan pada saat yang memungkinkan.

6.      Peserta rapat memahami peran masing-masing, hadir dengan persiapan yang direncanakan, dan memberikan kontribusi.

7.      Pimpinan rapat membuat ringkasan materi rapat yang telah dibahas secara tuntas.

8.      Langkah lanjut purna rapat disusun dengan baik.[10]

Maka secara teknis, rapat juga memerlukan  persiapan yang matang agar proses dan hasil rapat dapat membawa manfaat besar bagi instansi/lembaga bersangkutan. Agar terselenggara rapat yang baik, perlu diadakan persiapan terlebih dahulu. Adapun persiapan tersebut adalah:

  1. Agenda, yaitu menentukan materi yang akan dibahas dan banyaknya waktu yang diperlukan untuk membahas materi tersebut.
  2. Working paper, jika dianggap perlu harus ditentukan siapa yang akan membuatnya, jika sudah siap kepada siapa working paper itu dibagikan.
  3. Pemimpin rapat, tentukan siapa yang akan memimpinnya.
  4. Jumlah peserta rapat, perlu diperhitungkan jumlah anggota rapat. Terlalu banyak anggota rapat akan mengurangi keefektifan rapat.
  5. Undangan rapat, sebaiknya diedarkan jangan terlalu jauh dari hari H-nya.
  6. Pengaturan ruang rapat, perlu diperhatikan cahaya dan ventilasi serta pengaturan tempat duduk.
  7. Alat perlengkapan rapat. Agar rapat terselenggara dengan baik perlengkapan perlu disiapkan dengan baik. Alat-alat tersebut misalnya pengeras suara, papan tulis (whiteboard) lengkap dengan penghapus dan alat tulis, OHP, dan alat lain yang diperlukan.
  8. Kesehatan termasuk di dalamnya menu konsumsi serta obat.
  9. Akomodasi jika dianggap perlu, jika rapat memakan waktu lebih dari satu hari.[11]

Rapat merupakan sarana komunikasi dalam sebuah organisasi, yang pada prinsipnya bertujuan untuk menciptakan adanya saling pengertian. Seorang pimpinan rapat, haruslah memberikan kesempatan kepada para peserta rapat untuk menyampaikan ide atau gagasan, pendapat, dan saran, secara langsung dalam sebuah forum rapat. Bagi peserta rapat, kesempatan ini merupakan kesempatan baik untuk berkomunikasi dan bertatap muka langsung dengan pimpinan sekaligus dengan para personel lain dalam sebuah organisasi.

Tujuan diadakannya rapat adalah untuk memecahkan atau mencari jalan keluar suatu masalah, untuk menyampaikan informasi, perintah atau pernyataan, sebagai alat koordinasi, agar peserta rapat dapat ikut berpartisipasi dalam memecahkan masalah yang sedang terjadi, mempersiapkan suatu kegiatan, serta menampung permasalahan dari arus bawah (para peserta rapat).

Agar dapat mencapai tujuan maka rapat harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut:

  1. Seorang pemimpin rapat haruslah orang yang baik, aktif, cakap, berwawasan luas, serta dapat memberikan pengarahan dan bimbingan ketika sedang berlangsung rapat. Memiliki kemampuan berbicara dengan jelas, bisa bersikap tegas, tidak mendominasi jalannya rapat, tidak otoriter, serta mampu bersikap adil yakni memberikan kesempatan yang sama pada setiap peserta rapat untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya.
  2. Rapat berlangsung dalam suasana terbuka, artinya tidak ada hal-hal yang disembunyikan. Setiap peserta rapat menyampaikan pendapatnya secara terbuka dan tanpa paksaan sehingga tidak menimbulkan prasangka negative bagi peserta rapat yang lain.
  3. Setiap peserta rapat hendaknya bisa menghindari monopoli pembicaraan serta berpartisipasi secara aktif.
  4. Selalu mendapatkan pengarahan dan pengawasan. Dalam hal ini pemimpin rapat berfungsi sebagai pembimbing dan pengarah bagi peserta rapat. Pemimpin rapat harus mampu mengendalikan jalannya rapat agar pembicaraan tidak menyimpang dari tujuan rapat.
  5. Hindari debat kusir. Rapat tidak akan efektif jika terjadi perdebatan berkepanjangan tanpa arah yang jelas, sehingga hanya menghabiskan waktu dan khirnya tujuan rapat tidak bisa tercapai.[12]

Selain persyaratan-persyaratan tersebut, rapat di lembaga pendidikan sehararusnya juga direncanakan dengan baik dan dilaksanakan sesuai rencana tersebut, serta ditindaklanjuti sesuai dengan kesepakatan yang telah dicapai dalam rapat. Agar rapat dapat terselenggara dengan baik, hendaknya sebelum rapat sudah disiapkan data-data tentang berbagai persoalan penting yang sangat menonjol dan dapat mempengaruhi lembaga pendidikan bersangkutan. Perlu disiapkan juga alat-alat bantu yang diperlukan dan dapat digunakan pada saat rapat dilaksanakan.

Dari sisi pemimpin rapat (sebagai orang yang paling berperan dalam pengambilan keputusan) juga harus mendasarkan diri padahal-hal berikut:

  1. Menciptakan situasi yang baik dengan sikap ramah-tamah, menjadi pendengar yang baik terhadap pendapat-pendapat atau saran-saran dari peserta.
  2. Menguasai ruang lingkup masalah dan materi yang dibicarakan dalam rapat dan menghadapkan masalah-masalah yang sudah direncanakan kepada para peserta untuk berpartisipasi secara aktif selama rapat berlangsung, dan berusaha membantu mereka, terutama yang kurang berpengalaman, dalam mengemukakan ide-ide atau pendapat pada rapat.
  3. Mengatur arah dan fokus pembicaraan selama rapat berlangsung, penyimpangan dari ruang lingkup masalah yang dibahas dapat dihindari.
  4. Memberikan penjelasan tambahan dan/atau interpretasi objektif tentang pendapat dan/atau usul anggota rapat yang dirasakan kurang jelas, sehingga dapat dimengerti dan diterima oleh seluruh anggota rapat.
  5. Mencari titik-titik persamaan dan menetralisasi perbedaan pendapat yang menonjol di kalangan peserta rapat dan mengarahkannya kepada fokus masalah utama yang akan dipecahkan bersama, sehingga ada kesepakatan pendapat antara pimpinan rapat dengan peserta rapat.
  6. Pimpinan rapat menutup/mengakhiri suatu rapat dengan manfaat yang besar dalam suasana yang dapat memuaskan.[13]

 

BAB III

KESIMPULAN

  1.  Rapat adalah pertemuan atau kumpulan di suatu lembaga untuk membicarakan, merundingkan dan memutuskan suatu masalah berdasarkan hasil kesepakatan bersama. Rapat dimaksudkan untuk berkomunikasi, perencanaan, penetapan kebijaksanaan, pengambilan keputusan, atau pemberian motivasi.
  2. Jenis rapat di lembaga pendidikan dapat ditinjau dari sisi tujuan rapat, sifat rapat, waktu pelaksanaan rapat, dan frekwensi rapat. Ditinjau dari sisi tujuannya, meliputi rapat penjelasan, rapat pemecahan masalah dan rapat perundingan. Dari sisi sifatnya, meliputi rapat formal, rapat informal, rapat terbuka dan rapat tertutup. Dari sisi waktu pelaksanaannya, meliputi rapat mingguan, rapat bulanan, rapat semesteran dan rapat tahunan. Dari sisi frekwensinya meliputi rapat rutin dan rapat insidentil.
  3. Fungsi diselenggarakannya rapat di lembaga pendidikan adalah: untuk menerima laporan dari peserta rapat; untuk mencapai keputusan bersama; untuk menganalisis atau memecahkan permasalahan; untuk mencapai kesamaan pemikiran, program, atau keputusan; untuk menyatukan pandangan yang berbeda; untuk menyampaikan informasi penting kepada audiensi; untuk memastikan bahwa setiap audiensi sependapat tentang informasi yang mereka peroleh dari rapat.
  4. Rapat yang baik harus diawali dari rencana yang baik, dilaksanakan sesuai rencana tersebut, dan ditindaklanjuti sesuai yang telah disepakati dalam rapat. Rapat yang baik adalah rapat yang menunjukkan satu kesatuan berkaitan dengan pimpinan rapat, agenda rapat, waktu pelaksanaan rapat, tujuan rapat, suasana rapat, perlengkapan rapat, serta partisipasi peserta rapat.

 

DAFTAR PUSTAKA

 Asih, Daru. Komunikasi Bisnis. Pusat Pengembangan Bahan Ajar – UMB.

 Asmani, Jamal Ma’mur. (2009). Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan Profesional, Panduan Quality Control bagi Para Pelaku Lembaga Pendidikan. Jogjakarta: Diva Press.

http://berbagi-informasi-dan-pengetahuan.blogspot.com/2012/02/pengertian-rapat.html.

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2180898-jenis-rapat-di-sekolah/.

 http://iibhabibah.blogspot.com/2012/05/management-rapat.html.

Machfoedz, Mahmud. (2005). Rapat dan Presentasi Lisan yang Efektif. Yogjakarta: C.V. Andi Offset.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan Bahasa.(1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: BalaiPustaka.

Widjaja.(1997). Komunikasi dan Hubungan Masyarakat.Jakarta: Bumi Aksara.

Wojowasito, S. dan Tito Wasito W. (1980). Kamus Lengkap Inggris – Indonesia, Indonesia – Inggris. Bandung: Penerbit Hasta.

 Wursanto. (2000). Etika Komunikasi Kantor.Yogyakarta:  Kanisius.

 

 

 



[1]Jamal Ma’mur Asmani, Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan Profesional, Panduan Quality Control bagi Para Pelaku Lembaga Pendidikan, Diva Press, Jogjakarta, 2009, hlm. 184.

[3]Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, hlm. 819.

[4]Wojowasito dan Tito Wasito W, Kamus Lengkap Inggris – Indonesia, Indonesia – Inggris, Bandung: Penerbit Hasta, 1980, hlm. 111.

[5]Daru Asih, Komunikasi Bisnis, Pusat Pengembangan Bahan Ajar – UMB, hlm. 1.

[6]Ibid.,hlm. 4-5.

[7]Wursanto, Etika Komunikasi Kantor, Yogyakarta: Kanisius, 2000, hlm. 137.

[9]Dalam http://iibhabibah.blogspot.com/2012/05/management-rapat.html., dikses tanggal 14 Nopember 2012.

 [10]Mahmud Machfoedz, Rapat dan Presentasi Lisan yang Efektif, Yogjakarta: C.V. Andi Offset, 2005, hlm.9-11.

[11]Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bumi Aksara,1997,hlm. 157.

[12]DaruAsih,KomunikasiBisnis, PusatPengembanganBahan Ajar – UMB, hal.5-6.

[13]Dalam: http://berbagi-informasi-dan pengetahuan.blogspot.com/2012/02/ pengertian-rapat.html, dikses tanggal 14 Nopember 2012.


13/01/2018

Implementasi Kurikulum 2013 di MTsN Watulimo Trenggalek






IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DI MTsN WATULIMO TRENGGALEK


  • Siapapun gurunya …
  • Apapun mata pelajarannya …
  • Bagaimanapun metodenya …
Harus menghasilkan peserta didik yang religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan berintegritas

Pengembangan kurikulum memang merupakan suatu keniscayaan, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan sosial ekonomi, dan perkembangan global serta dilakukan secara periodik. Dalam rangka peningkatan kompetensi siswa madrasah sesuai dengan dinamika pendidikan nasional dan global, maka perlu adanya pengembangan kurikulum.
Kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang telah berlaku selama kurang lebih 6 tahun dikembangkan menjadi Kurikulum 2013 dengan didasari pemikiran tentang tantangan masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan paedagogi, kompetensi masa depan, dan fenomena negatif yang mengemuka.
Pada tahun ajaran 2013/2014, tepatnya sekitar pertengahan tahun 2013, Kurikulum 2013 diimpelementasikan secara terbatas pada sekolah perintis, yakni pada kelas I dan IV untuk tingkat SD/MI, kelas VII untuk SMP/MTs, dan kelas X untuk jenjang SMA/MA/SMK. Sedangkan pada tahun 2014, Kurikulum 2013 sudah diterapkan di Kelas I, II, IV, dan V sedangkan untuk SMP Kelas VII dan VIII dan SMA Kelas X dan XI. Jumlah sekolah yang menjadi sekolah perintis adalah sebanyak 6.326 sekolah tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.

Pada tahun 2017, implementasi kurikulum 2013 (K-13) memasuki tahun ke-4. Di jenjang SD/MI, pada tahun 2016, K-13 telah dilaksanakan di 37.034 sekolah. Pada Tahun 2017/2018, Kemendikbud menargetkan sekolah yang mengimplementasikan K-13 sebanyak 35% sekolah sasaran baru atau sebanyak 52.572 sekolah, sehingga diharapkan sebanyak 60% dari seluruh SD/MI telah menerapkan K-13.
Di MTsN Watulimo, Kurikulum 2013 ini juga sudah mulai diujicobakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015 untuk kelas VII. Perintisan K-13 di MTsN Watulimo ini mengikuti instruksi dari Kementerian Agama sesuai dengan Keputusan Menteri Agama RI nomor 165 tahun 2014 tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 (Kurma 13) mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab, yang merekomendasikan bahwa madrasah negeri harus sudah menerapkan K-13 pada tahun pelajaran 2014/2015. Namun penerapan K-13 di MTsN Watulimo pada saat itu hanya berjalan selama satu semester saja. Banyak kendala yang dihadapi oleh guru, siswa dan madrasah. Ketersediaan perangkat, seperti Buku pelajaran, Aplikasi penilaian, SDM yang belum memadai dan sarana lainnya yang masih belum siap.
Pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015, MTsN Watulimo kembali menerapkan KTSP, namun khusus mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab menggunakan semi K-13. Disebut semi K-13 pada PAI dan Bahasa Arab ini, karena Standar Kompetensinya mengikuti Kurikulum Madrasah 2013, sedangkan penilaiannya masih memakai sistem KTSP.
Penerapan kurikulum memang tidak bisa dilakukan serta merta, harus berjalan secara bertahap dan konsisten. Seiring dengan perjalanan waktu, para guru juga sudah mengikuti diklat/workshop K-13, baik yang diselenggarakan di madrasah maupun di tempat lain. Tidak kurang dari 5 kali di MTsN Watulimo telah diselenggarakan diklat/workshop K-13 untuk membekali para pendidik dan tenaga kependidikan dalam implementasi Kurikulum Madrasah 2013. Buku pelajaran juga telah disiapkan sesuai dengan kemampuan madrasah. Akhirnya pada tahun pelajaran 2015/2016 diterapkan kembali K-13 bagi kelas VII. Selanjutnya pada tahun berikutnya, 2016/2017 kelas VII dan Kelas VIII sudah berlaku K-13 untuk semua pelajaran. Dan pada tahun pelajaran 2017/2018 ini MTsN Watulimo telah memberlakukan Kurikulum 2013 secara total dari kelas VII sampai kelas IX.
Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdikbud, Hamid Muhammad, menjelaskan bahwa Kurikulum 2013 atau yang sering disingkat Kurtilas ini sudah mengalami beberapa kali perbaikan atau revisi. Mulai Kurikulum 2013 revisi 2016 dan saat ini Kurikulum 2013 revisi tahun 2017.
Adapun perbaikan atau revisi Kurikulum 2013 tahun 2017 adalah menyangkut 3 hal yang sangat penting. Tiga hal tersebut adalah:
Mengintegrasikan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di dalam pembelajaran. Karakter yang diperkuat terutama 5 karakter, yaitu: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. PPK ini sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017.
Menguatkan budaya literasi. Budaya literasi juga ditumbuhkan melalui integrasi dalam pembelajaran, utamanya dalam penerapan pendekatan saintifik yang meliputi mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan yang dikenal dengan 5M.
Pembelajaran abad 21 atau yang diistilahkan dengan 4-C (Creative, Critical thinking, Communicative, dan Collaborative). Pembelajaran dengan menyertakan 4-C inilah yang kemudian oleh para ahli dikategorikan dalam istilah Higher Order of Thinking Skill (HOTS), yaitu kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Beberapa pakar menjelaskan pentingnya penguasaan 4-C sebagai sarana meraih kesuksesan, khususnya di abad 21, abad di mana dunia berkembang dengan sangat cepat dan dinamis. 4-C adalah jenis softskill yang pada implementasi keseharian, jauh lebih bermanfaat ketimbang sekedar pengusaan hardskill.
Sehubungan dengan Kurtilas revisi tahun 2017 di atas, yang mengutamakan penguatan pendidikan karakter (PPK), budaya literasi dan pembelajaran abad 21, di MTsN Watulimo sebetulnya jauh sebelum tahun 2017 sudah membudayakan 3 hal di atas, utamanya pendidikan karakter dan budaya literasi.


Serangkaian kegiatan pembiasaan dan ekstrakurikuler yang dilaksanakan di MTsN Watulimo mulai dari siswa datang sampai siswa pulang adalah wujud kongkret dari pendidikan karakter yang diterapkan di madrasah. Siswa ke madrasah dilarang membawa sepeda motor, selalu berpakaian sopan dan rapi, turun dari sepeda ketika masuk gerbang madrasah, berjabat tangan dengan guru adalah contoh nyata pendidikan karakter siswa sehari-hari. Peringatan hari besar Islam dan nasional yang selalu diselenggarakan oleh madrasah juga menggambarkan pendidikan karakter yang bersifat religius dan nasionalis. Dan masih banyak lagi kegiatan penguatan pendidikan karakter lainnya bagi siswa di MTsN Watulimo.
Budaya literasi di MTsN Watulimo juga sudah lama sekali didengungkan kepada seluruh civitas akademika madrasah mulai dari guru, pegawai sampai dengan siswa. Setiap siswa wajib memiliki Kartu Perpustakaan, adanya Buku Kunjungan di Perpustakaan, kegiatan Bulan Bahasa, lomba mengarang dan sebagainya. Dan yang cukup membanggakan adalah terbitnya Koran Pelajar ”Sketsa” setiap 3 bulan sekali. Koper ‘Sketsa’ merupakan wahana komunikasi yang efektif untuk menyalurkan bakat jurnalistik bagi warga MTsN Watulimo. Pada bulan September 2017 ini sudah edisi yang ke 23. Hal ini tentunya juga merupakan bentuk kegiatan penguatan budaya literasi madrasah yang dimasukkan dalam revisi K-13 tahun 2017.
Pada Kurikulum 2013 pembelajarannya menggunakan pendekatan saintifik (5-M : mengamati, menanya, mencoba, menalar, mengomunikasikan), sedangkan penilaiannya menggunakan penilaian autentik (asli, menyeluruh). K-13 memiliki empat aspek penilaian, yaitu aspek spiritual (KI-1), aspek sosial (KI-2), aspek pengetahuan (KI-3), dan aspek ketrampilan KI-4). Sikap dan perilaku (moral) adalah aspek penilaian yang teramat penting (nilai aspek 60%). Apabila salah seorang siswa melakukan sikap buruk, maka dianggap seluruh nilainya kurang.
Penilaian hasil belajar oleh guru di MTsN Watulimo menggunakan berbagai instrumen penilaian yang berupa tes, pengamatan, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik. Penilaian dilakukan dalam bentuk penilaian harian, penilaian akhir semester dan penilaian akhir tahun.
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang harus dicapai oleh peserta didik MTsN Watulimo adalah 75 untuk semua mata pelajaran. Laporan hasil penilaian pendidikan pada akhir semester, dan akhir tahun ditetapkan dalam rapat dewan guru berdasar hasil penilaian oleh pendidik dan hasil penilaian oleh madrasah. Kenaikan kelas dan/atau kelulusan peserta didik ditetapkan melalui rapat dewan guru.

Laporan hasil penilaian akhir yang diterapkan dalam K-13 di MTsN Watulimo telah memakai sistem aplikasi Raport yang berpedoman pada Permendikbud nomor 53 tahun 2015 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Penulisan Raport dengan menggunakan sistem aplikasi ini sangat membantu wali kelas dalam mendokumentasikan hasil perolehan nilai siswa, sehingga dapat diselesaikan dengan lebih efektif dan efisien.
Itulah sekelumit paparan tentang implementasi Kurikulum 2013 di MTsN Watulimo yang saat ini sudah masuk tahun ke-3. Harapannya, semoga Pemerintah bisa konsisten terhadap penerapan Kurtilas ini, sehingga dunia pendidikan benar-benar bisa merasakan hasilnya sesuai dengan yang dicita-citakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Keberhasilan pendidikan tidak hanya bertumpu pada sekolah saja, karena menurut Ki Hajar Dewantara, ada Tripusat pendidikan yang selalu berkaitan dan mendukung suksesnya pendidikan, yaitu pendidikan keluarga, pendidikan sekolah dan pendidikan lingkungan. Keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 di MTsN Watulimo juga tergantung pada jalinan kerjasama seluruh stakeholder madrasah yang meliputi pemerintah, pendidik/tenaga kependidikan, siswa, orang tua/komite dan masyarakat.@