PEMBINAAN MODERASI BERAGAMA
WARGA MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 4 TRENGGALEK
MELALUI KEGIATAN SAPUIJUK
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Judul Pembinaan Moderasi Beragama Warga Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Trenggalek Melalui Kegiatan Sapuijuk
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Latar Belakang Masalah Kementerian Agama Republik Indonesia akhir-akhir ini sedang giat mengampanyekan moderasi beragama. Moderasi beragama berarti cara beragama jalan tengah sesuai pengertian moderasi tadi. Dengan moderasi beragama, seseorang tidak ekstrem dan tidak berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya. Orang yang mempraktekkannya disebut moderat (Tim Kementerian Agama RI, 2019: 2). Moderat dalam hal ini diartikan sebagai cara beragama yang penuh toleransi. Kata toleransi sendiri berarti tidak menganggap keyakinannya paling benar dan sebaliknya keyakinan orang lain yang tidak sama dengannya adalah salah dan sesat. Kebalikan dari toleransi adalah fanatik. Dalam istilah agama toleransi sama artinya dengan tasamuh dan fanatik sama artinya dengan dengan istiqamah. Sebenarnya kedua sikap ini memang sangat diperlukan oleh seseorang dalam beragama, namun penerapannya tentu tidak boleh sembarangan. Di sinilah diperlukan pemahaman yang mendalam tentang konsep moderasi beragama. Dari pemahaman ini nantinya akan tercermin dalam sikap dan perilaku keseharian dalam kehidupan beragama seseorang. Seseorang bisa saja melakukan hal-hal berbau radikal bahkan bisa saja melakukan teror atas nama agama ketika tingkat pemahaman terhadap konsep moderasi beragama dangkal. Hal ini tentu sangat membahayakan terhadap kelangsungan kedamaian dalam hidup bermasyarakat. Sikap moderat dalam beragama akan lebih mudah diterapkan jika seseorang memiliki pengetahuan agama yang baik dan memadai. Pengetahuan luas akan menghantarkannya menjadi orang yang bijaksana. Berpengetahuan itu penting karena untuk dapat berdiri di tengah, seorang yang moderat perlu tahu tafsir agama yang ada di ujung ekstrem kiri dan ujung ekstrem kanan (Tim Kementerian Agama RI, 2019: 19). Kampanye ini termasuk bagian dari deradikalisasi terhadap faham keagamaan yang berbahaya yang seringkali menimbulkan pemikiran-pemikiran radikal yang memunculkan perpecahan di kalangan masyarakat. Bahkan tidak jarang pemikiran radikal tersebut menimbulkan kegaduhan dan teror dengan dalih agama. Padahal Islam sendiri tidak pernah mengajarkan kekerasan dan permusuhan. Islam adalah ajaran rahmatan lil ‘alamin, artinya Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan sangat mendambakan perdamaian. Madrasah sebagai sebuah lembaga pendidikan formal bermuatan agama harus benar-benar dimaksimalkan sebagai tempat pembinaan moderasi beragama bagi warganya. Warga sebuah madrasah tentu saja sangat heterogen, baik dari guru dan tenaga kependidikannya maupun dari siswa dan orang tua siswa. Hal ini bisa saja menimbulkan konflik sikap dan perilaku keseharian termasuk di dalamnya yang berhubungan dengan keyakinan (biarpun sesama muslim), juga budaya yang dianutnya. Maka sangat penting bagi sebuah madrasah untuk mengembangkan program kegiatan yang bertujuan meminimalisir gesekan-gesekan dan konflik akibat perbedaan faham/keyakinan serta budaya tersebut. Di MTsN 4 Trenggalek ada satu kegiatan yang cukup efektif sebagai ajang pembinaan terhadap moderasi beragama warga madrasahnya. Kegiatan tersebut diberi nama SAPUIJUK yang merupakan akronim dari SEMANGAT BERKUMPUL ISTIGHASAH PADA JUM’AT KEDUA.. Penulis tertarik untuk meneliti tentang bagaimana efektifitas dan sejauh mana keberhasilan kegiatan Sapuijuk dalam membina moderasi beragama warga MTsN 4 Trenggalek.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Dari uraian singkat pada latar belakang masalah di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah efektifitas pembinaan moderasi beragama warga Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Trenggalek melalui kegiatan Sapuijuk? 2. Sejauh mana keberhasilan pembinaan moderasi beragama warga Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Trenggalek melalui kegiatan Sapuijuk? Selaras dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui efektifitas pembinaan moderasi beragama warga Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Trenggalek melalui kegiatan Sapuijuk. 2. Untuk mengetahui keberhasilan pembinaan moderasi beragama warga Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Trenggalek melalui kegiatan Sapuijuk. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang efektifitas pembinaan moderasi beragama warga MTsN 4 Trenggalek melalui kegiatan Sapuijuk. Hasil dari penelitian ini sangat bermanfaat bagi pengambil kebijakan dalam merumuskan program dan melaksanakan kegiatan khususnya yang berhubungan dengan pembinaan moderasi beragama di madrasah.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Kajian Teori Secara bahasa moderasi berasal dari bahasa Inggris moderation yang memiliki arti sikap yang sedang (S. Wojowasito, 1980: 116). Moderasi beragama adalah proses memahami sekaligus mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, agar terhindar dari perilaku ekstrem atau berlebih-lebihan saat mengimplementasikannya (Tim Kementerian Agama RI, 2019: iii). Landasan moderasi beragama adalah surat al Baqarah ayat 143. Pada ayat tersebut disebutkan kata “washat” yang artinya “jalan tengah” (Zaini Dahlan dan Bahauddin Noersalim, 1999: 38). Imam Thobari dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa kata "washat" mempunyai arti sesuatu yang berada diantara kedua kutub yang saling berlawanan. Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan kata "washat" untuk mensifati sikap orang-orang muslim yang moderat dalam beragama. Tidak termasuk dari golongan yang berlebih-lebihan dalam beragama dan juga tidak termasuk dari golongan yang ceroboh beragama, sehingga meninggalkan sakralitas dari ajaran agama itu sendiri (https://www.kompasiana.com/muhamadsaprudin/kajian-tafsir-al-quran-dan-hadits-tentang-moderasi-beragama). Moderasi beragama sangat penting dalam iklim kehidupan yang penuh pruralisme/kemajemukan seperti Indonesia ini. Di Indonesia ada 6 agama yang diakui secara sah yaitu Islam, Kristen (Protestan), Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Konfusius)". Ada 245 aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (https://www.jawapos.com/opini/jati-diri/08/11/2017/pengakuan-terhadap-penghayat-kepercayaan/). Ditambah lagi berbagai organisasi yang tumbuh dan berkembang dari masing-masing agama tersebut. Keragaman ini tentu menuntut sikap moderat dalam beragama. Moderat dalam beragama bukan berarti membolehkan sesuatu yang dilarang dan sebaliknya melarang sesuatu yang dibolehkan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Tinjauan Pustaka/Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian tentang moderasi beragama yang telah dilakukan sebelumnya: Penelitian berjudul ”Moderasi Beragama di SMA Negeri 1 Krembung - Sidoarjo (Suatu Pendekatan Pendidikan Agama Islam dalam Menghadapi Tantangan Ekstrimisme).” Penelitian ini dilakukan oleh Ulfatul Husna, mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Ampel, Surabaya, tahun 2020. Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan desain moderasi beragama di SMAN 1 Krembung dengan pendekatan persuasif dan preventif mampu meredam gejolak ekstrimisme. Moderasi beragama yang didesain guru PAI dalam pembelajaran, mampu menyadarkan peserta didik akan keberagaman sebagai sebuah kehendak Tuhan yang tidak dapat dinafikan. Realitas keberagamaan di SMA Negeri 1 Krembung memperlihatkan keberagaman yang moderat dan menerima keberagaman. Namun terkadang masih diwarnai pernak-pernik fanatisme dan absolutisme oleh beberapa guru dan peserta didik dalam mengajarkan agama dan beragama, sehingga pada proses pengimplementasiannya kurang menunjukkan jati diri sebagai pemeluk agama yang rahmah (http://digilib.uinsby.ac.id/). Penelitian berjudul “Peran Guru PAI dalam Membangun Moderasi Beragama di SDN Beriwit 4 dan SDN Danau Usung 1 Kabupaten Murung Raya”. Penelitian ini dilakukan oleh Achmad Akbar, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Palangka Raya, tahun 2020. Hasil penelitian menunjukan Peran guru PAI dalam membangun moderasi beragama di SDN Beriwit 4 dan SDN Danau Usung 1 Kabupaten Murung Raya sebagai Conservator (guru PAI bertanggung jawab akan sikapnya), Transmiter (guru PAI bertindak sebagai motivator dan pembimbing), Innovator (guru PAI sebagai pengembang), Organizer (pelaksana) (guru PAI sebagai pelaksana kegiatan), Transformator (guru PAI menjadi figur untuk murid). Sedangkan nilai-nilai moderasi beragama yang dibagun meliputi adil (adl), seimbang (tawazun), kesederhanaan (i’tidal), kesatuan dan persaudaraan (ittihad wa ukuwah). Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam membangun moderasi beragama di sekolah meliputi faktor pendukung berupa kapasitas diri dan pengalaman guru PAI dalam membangun moderasi beragama, serta lingkungan masyarakat yang mendukung terhadap kegiatan sekolah, terkhusus kegiatan keagamaan. Adapun faktor penghambatnya antara lain usia murid sangat berpengaruh untuk pelaksanaan program bina keagamaan karena murid baru berada pada tataran beradaptasi untuk bersekolah, terbatasnya fasilitas sekolah sebagai tempat proses pembimbingan keagamaan seperti tidak memiliki musholla sekolah (http://digilib.iain-palangkaraya.ac.id/). Penelitian berjudul “Penerapan Nilai-Nilai Moderasi Beragama pada Pendidikan Anak Usia Dini Melalui Pendidikan Agama Islam”. Penelitian ini dilakukan oleh Anjeli Aliya Purnama Sari, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Tadris Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini IAIN Bengkulu, tahun 2021. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penerapan nilai-nilai moderasi beragama di PAUD saat ini sudah dilaksanakan dalam pembelajaran namun belum secara jelas dan tegas. Bentuk dari nilai-nilai moderasi beragama dalam pembelajaran pendidikan agama Islam pada PAUD sudah diterapkan dalam penanaman sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan yang beragama, dengan mengenalkan 6 agama yang ada di Indonesia, termasuk pengenalan nama-nama tempat ibadah melalui miniature atau alat peraga edukatif seperti masjid, gereja, vihara, kelenteng, dan pura. Ketika memasuki tema negaraku anak juga dikenalkan nama negara, suku, budaya, lambang negara dan lain sebagainya. Serta pembiasaan akhlak mulia dalam kehidupan anak didik, yaitu jujur, sopan-santun, toleransi, tanggung jawab, rendah hati. Juga pengajaran tentang segala bentuk ibadah sehari-hari dan tata cara pelaksanaannya bagi anak, serta menceritakan kisah-kisah Islam (http://repository.iainbengkulu.ac.id/5460/1/Anjeli). |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Hipotesis Pembinaan moderasi beragama warga Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Trenggalek melalui kegiatan Sapuijuk cukup efektif dan berhasil dengan baik.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Metode Penelitian Metode yang Digunakan Fokus dalam penelitian ini adalah pemahaman warga MTsN 4 Trenggalek tentang moderasi beragama serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mengungkap substansi penelitian ini diperlukan pengamatan mendalam dengan latar yang alami (natural setting). Dengan demikian pendekatan yang diambil adalah pendekatan kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, keabsahan data diserahkan pada subyek penelitian. Oleh karena itu peneliti tetap hati-hati dan cermat serta selektif dalam mencari, memilih, dan menyaring data, sehingga data yang terkumpul benar-benar relevan dan terjamin keabsahannya. Subyek Penelitian Merujuk pada pendapat Andi Prastowo (2012: 44), bahwa penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi dan sampel yang banyak. Sampelnya dipilih menurut tujuan penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah para guru, tenaga kependidikan, siswa, dan orang tua siswa. Teknik dan Alat Pengumpul Data Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan (Ahmad Tanzeh, 2009: 57). Pada penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data yang lazim digunakan adalah wawancara mendalam (indepth interview), observasi partisipan, dan dokumentasi (Burhan Bungin, 2005: 70-71). Maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga teknik tersebut. Dalam melakukan wawancara, peneliti menempuh beberapa cara yakni dengan melakukan perjanjian terlebih dahulu maupun secara spontan sesuai dengan kesempatan yang diberikan oleh informan. Wawancara selain dilakukan secara langsung (face to face), juga melalui media Hand Phone (HP). Topik wawancara diarahkan pada pertanyaan yang terkait dengan fokus penelitian untuk menghindari wawancara yang melantur dan sia-sia. Tentang hal ini, Michael Quinn Patton (2006: 199), memberikan arahan bahwa pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara harusnya berkaitan dengan: a) pertanyaan tentang tingkah laku atau pengalaman; b) pertanyaan tentang opini atau nilai; c) pertanyaan tentang perasaan; d) pertanyaan tentang pengetahuan; e) pertanyaan tentang indera; f) pertanyaan tentang latar belakang atau demografis. Teknik observasi digunakan untuk melengkapi dan menguji hasil wawancara yang kemungkinan belum menggambarkan segala situasi yang dikehendaki. Dengan demikian peneliti hadir di lokasi penelitian secara langsung untuk mengetahui keberadaan obyek, situasi, konteks, dan maknanya dalam upaya mengumpulkan data. Semua hasil pengamatan dicatat dan direkam sebagai pegamatan lapangan, yang selanjutnya dilakukan refleksi. Sedangkan dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data-data pendukung. Rencana Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif menurut Matthew B. Milles (1992: 15), terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu: penyajian data, reduksi data, dan verifikasi atau penarikan kesimpulan. Penyajian data merupakan proses penyajian sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Tujuannya untuk mempermudah peneliti melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian tertentu dari penelitian secara akurat (valid). Reduksi data merupakan proses berfikir sensitive yang memerlukan kecerdasan, keluasan, dan kedalaman wawasan yang tinggi (Sugiono, 2001: 249). Data yang didapat dituangkan dalam laporan secara rinci. Kemudian dilakukan pemilihan data, mana yang akan dihilangkan dan mana yang akan dipakai (Suprayogo, 2003: 194). Selanjutnya peneliti membuat abstrak data kasar berdasarkan data yang telah diklasifikasi dan disimpelkan menjadi uraian singkat atau ringkasan. Terakhir adalah membuat kesimpulan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas (Sugiono, 2001: 253).
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Jadwal Penelitian
|
Daftar Pustaka
B. Milles, Matthew dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru. Tjetjep Rohendi Rohidi (terj.). Jakarta: UI Press, 1992.
Bungin, Burhan. 2005. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Dahlan, Zaini dan Ahmad Bahauddin Noersalim. 1999. Qur’an Karim dan Terjemah Artinya. Yogyakarta: UII Press.
Patton, Michael Quinn. 2006. How To Use Qualitative Methods in Evaluation, terj. Budi Puspo Priyadi, Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Prastowo, Andi. 2012. Metode Penelitian Kualitatif dalam Prespektif Rancangan Penelitian. Jogjalarta: Ar-Ruzz Media.
Sugiono. 2001. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suprayogo dan Thobroni. 2003. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tanzeh, Ahmad. 2009. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Teras.
Tim Penyusun Kementerian Agama RI. 2019. Tanya Jawab Moderasi Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.
Wojowasito, S. – W.J.S. Poerwadarminta. 1980. Kamus Lengkap Inggris – Indonesia. Bandung: Penerbit Hasta. Cetakan ke-17.
http://digilib.iain-palangkaraya.ac.id/
http://repository.iainbengkulu.ac.id/5460/1/Anjeli
https://www.kompasiana.com/muhamadsaprudin/5fa8ca2e8ede482b983ef162/kajian-tafsir-al-quran-dan-hadits-tentang-moderasi-beragama.
https://www.jawapos.com/opini/jati-diri/08/11/2017/pengakuan-terhadap-penghayat-kepercayaan/