PENDIDIKAN - REMAJA - KELUARGA

18/05/2013

Hikmah Agung di Balik Peristiwa Isra’ Mi’raj

HIKMAH AGUNG DI BALIK PERISTIWA ISRAK MI’RAJ

Oleh: Nanang M. Safa'

 

Mahasuci Dzat yang telah menjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada waktu sebagian dari malam hari dari masjid Al-Haram ke masjid Al-Aqsha yang telah Kami beri berkah sekelilingnya agar Kami dapat menunjukkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami.Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS : Al Isra’ : 1)

 Beberapa hari lagi kita akan melewati sebuah peristiwa sejarah yang sangat monumental. Momentum sejarah tersebut adalah peristiwa yang terjadi sekitar 14 abad Hijriyah silam, yaitu peristiwa Isra’ Mi’raj.Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. terjadi pada tahun 12 kenabian, tanggal 27 bulan Rojab, tepatnya malam Senin tahun 622 Masehi. Perjalanan dari Masjid Al-Haram di Mekah menuju Masjid Al-Aqsha di Palestina, hingga naik ke Sidratul Muntaha itu ditempuh hanya semalam.

Sebelum Isra' Mi'raj, situasi dan kondisi Nabi Muhammad SAW sangat memprihatinkan karena wafatnya paman beliau, Abu Thalib, dan istri beliau, Siti Khadijah.Padahal, keduanya merupakan pelindung dan pendukung utama Nabi Muhammad SAW dalam mengemban risalah Islam. Dengan Isra' Mi'raj, keimanan atau kekuatan mental beliau bertambah kuat. Keganasan, kebrutalan, dan kekerasan umat yang didakwahinya dihadapi dengan kesabaran yang luar biasa, karena yakin akan perlindungan Allah SWT dan kebenaran risalah yang dibawanya.

Di kalangan ulama muncul pendapat, bahwa tujuan Isro' Mi'roj adalah:

·         lit-tatsbit (untuk memantapkan atau mengukuhkan Nabi Muhammad dalam posisi kenabian dan kerasulannya),

·         lit-takrim (untuk memuliakan Nabi Muhammad SAW sebagai makhluk pilihan Allah SWT),

·         listi'dalil quwah (untuk mempersiapkan kekuatan jasmaniah, ruhaniah, dan aqliah Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan tugas-tugas kenabian dan kerasulannya).

Hikmah utama peristiwa Isra' Mi'raj adalah perintah shalat. Shalat adalah satu-satunya kewajiban dan menjadi kebutuhan umat Islam yang perintahnya diturunkan langsung oleh Allah SWT. Hal itu menunjukkan betapa tingginya posisi ibadah shalat. Wajar, kalau kemudian shalat, sebagaimana tersebut dalam sejumlah hadis Nabi Muhammad SAW, merupakan "tiang agama", akan runtuh keislaman seseorang jika meninggalkan atau tidak mendirikan shalat. Sebab, shalat merupakan penentu diterima-tidaknya amal shalih seseorang serta menjadi ibadah (ritual) paling utama dalam Islam.Shalat juga merupakan amal perbuatan yang pertama kali dihisab di akhirat dan menentukan baik-buruknya amal seseorang.

Shalat merupakan ibadah yang tidak boleh ditinggalkan, pembeda antara umat Islam dan kafirin serta merupakan manifestasi inti akidah Islam (tauhid). Bagi orang-orang yang meninggalkan shalat akan mendapatkan 12 (dua belas) kesengsaraan; 3 sewaktu hidup di dunia, 3 saat ajal tiba, 3 saat di alam kubur dan 3 ketika besok di akherat.

Tiga kesengsaraan di dunia;

1.       Allah akan menghilangkan barokah dari pekerjaan dan rizqinya.

2.      Dicabut darinya cahaya orang-orang shalih.

3.      Dibenci oleh orang-orang mukmin.

Tiga kesengsaraan saat ajal tiba:

1.       Akan dicabut ruhnya dalam keadaan yang sangat haus.

2.      Mengalami rasa sakit yang sangat hebat ketika sakarotul maut.

3.      Mati dalam keadaan tidak membawa iman.

Tiga kesengsaraan di dalam kubur:

1.       Kesulitan menjawab pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir

2.      Kegelapan di alam kubur.

3.      Kuburnya akan menyempit, sehingga tulang rusuknya menyatu.

Tiga kesengsaraan di akherat:

1.       Mengalami kerepotan yang besar dalam penghitungan amal.

2.      Mendapat laknat dari Tuhannya.

3.      Merasakan panasnya siksa api neraka. (Kitab Durrotun Nashihin)

Shalat juga merupakan sebesar-besarnya tanda iman dan seagung-agungnya syiar agama. Shalat merupakan tanda syukur para hamba atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah.Peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan bukti bahwa shalat merupakan simpul terpenting dalam tatanan Islam, baik bagi setiap individu maupun masyarakat, dalam skala yang terkecil hingga level bangsa. Sebegitu pentingnya, maka layaklah Allah mewahyukannya langsung kepada Rasulullah tanpa melalui perantara. Shalat mempunyai kedudukan yang tak dapat ditandingi oleh ibadah-ibadah yang lain.

Pada bulan Rajab 1433 H. ini, khususnya momentum peringatan Isra' Mi'raj, seyogyanya kita mengevaluasi shalat kita selama ini. Sudahkah dilaksanakan sesuai sunnah Rasul? Sudah pahamkah kita akan makna bacaan dan gerakan shalat? Sudah khusyu’kah shalat kita selama ini? Berdampakkah shalat kita pada perilaku keseharian? Selain itu, dalam Al-Qur’an setidaknya disebutkan tiga golongan mushalli atau pelaku shalat, yaitu: khasyi'un (orang yang khusyu’), sahun (orang yang lalai), dan yuraun (orang yang pamer). Kita bisa melakukan introspeksi, termasuk kelompok manakah kita?

 

14/02/2013

valentine day, kemaksiatan yang dikemas dengan cinta


VALENTINE DAY,
KEMAKSIATAN YANG DIKEMAS DENGAN CINTA
Oleh: Nanang M. Safa'

Dari tahun ke tahun antusiasme remaja dalam menyambut datangnya Valentine Day pada tiap bulan Pebruari semakin menggila. Kali ini Kampus215 sengaja mengangkat topik utama tentang Valentine Day tersebut sebagai pelurus informasi kepada para generasi muda Islam agar tidak sekedar menjadi buih (Jawa: unthuk) yang hanya ikut ke mana arus air mengalir alias tidak punya prinsip hidup sehingga kita mudah dipermainkan dan diombang-ambingkan keadaan yang semakin tidak menentu ini. Padahal jelas Islam sangat tidak mentolerir sikap taklid buta (ikut-ikutan), apalagi tentang sesuatu yang menyangkut keyakinan (aqidah) dan amalan (ibadah). Rasulululloh Muhammad SAW bersabda :"Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut" (HR. At Tirmidzi).

Ini Lo Latar Belakang Sejarahnya
Konon, orang-orang Romawi Kuno yang nota bene non muslim punya satu hari raya yang diberi nama Lupercalia. Upacara pada hari raya Lupercalia tersebut adalah untuk menghormati dewa cinta mereka yang disebut Cupit. Dewa ini di kalangan mereka sangat terkenal karena kemampuannya membuat orang jatuh cinta. Pada hari raya tersebut, para pemuda berkumpul dan mengundi nama-nama gadis dalam sebuah kotak. Lalu setiap pemuda dipersilahkan mengambil nama yang ada dalam kotak tersebut secara acak. Gadis yang namanya terambil harus mau menjadi kekasihnya selama setahun penuh untuk bersenang-senang dan menjadi obyek hiburan pemuda yang memilihnya. Keesokan harinya, mereka ke kuil untuk meminta perlindungan Dewa Lupercalia dari gangguan serigala.
Pada perkembangan selanjutnya, ketika Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara tersebut dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, diantaranya dengan mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Untuk lebih memberikan nuansa gereja, maka upacara tersebut dialihfungsikan sebagai "Valentine Day" untuk mengenang seorang pendeta Nasrani bernama Santo Valentine yang dihukum mati oleh Kaisar Claudius II (penguasa Romawi) karena telah berani menentang dan melanggar larangan kaisar. Hari ekskusi tersebut jatuh pada tanggal 14 Pebruari. Inilah sejarahnya mengapa ada istilah Valentine Day pada setiap tanggal 14 Pebruari tersebut. Nah, nggak islami banget khan…

Kemaksiatan yang Dikemas Lewat Cinta
Sudah menjadi trend di kalangan masyarakat (khususnya remaja) bahwa pada tanggal 14 Pebruari itu mereka saling tukar kado dengan nuansa warna pink sembari disertai ungkapan cinta dan kasih sayang. Belum lagi munculnya banyak iklan yang gencar di media massa yang sengaja mengekspos dan mempromosikan hari Valentine. Tempat-tempat hiburan dan tempat-tempat belanja, hotel, even organizer dan juga organisasi-organisasi remaja begitu getol memprovokasi para generasi muda untuk ikut hanyut dalam gegap gempitanya Valentine Day.
Makanya ada sebagian remaja yang dianggap kuper dan tidak modern ketika pada hari itu mereka tidak mendapatkan kado atau memberikan kado pada remaja lain dengan maksud agar bisa dikenang dan berkesan. Bahkan ada yang cenderung menggunakan kersempatan tersebut untuk pesta dan hura-hura dengan cara berpasang-pasangan muda-mudi yang akhirnya mengarah pada pesta sex dan narkoba. Naudzubillah!

Bagaimana Kita Menyikapinya
Jika ditilik dari akar sejarah dan fakta yang terjadi di lapangan, maka sudah sangat jelas bahwa sebagai generasi muslim kita mesti bersikap tegas dan berani mengatakan "TIDAK!" pada peringatan Valentine Day apapun nama dan kemasannya.
Pertanyaannya sekarang adalah "Apakah ungkapan kasih sayang itu hanya untuk orang-orang tertentu? Apakah untuk mengungkapkan kasih sayang itu harus menunggu 14 Pebruari? Bukankah berbagi kasih sayang itu untuk semua orang yang membutuhkan terutama anak-anak yatim dan anak-anak jalanan, fakir miskin serta orang-orang yang sedang tertimpa musibah?! Bukankah hidup ini memang harus saling menyayangi dan mengasihi, seperti yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasululloh Muhammad SAW; kapanpun, di manapun dan dengan siapapun, agar hidup ini terasa indah dan penuh kedamaian. Jadi mengapa mesthi menunggu tanggal 14 Pebruari?!
Semoga Allah Maha Rahman dan Rahim selalu melimpahkan kasih sayangNya kepada kita dalam segala waktu dan keadaan.


20/12/2012

kejujuran vs kecurangan massal



KEJUJURAN vs KECURANGAN MASSAL
Oleh: Nanang M. Safa'

Sudah banyak konsep yang ditawarkan para ahli yang bermuara pada penanaman kejujuran pada siswa, mulai dari kantin kejujuran, tray out kejujuran, quiz kejujuran dan seterusnya, namun hasilnya ternyata masih jauh dari harapan. Jika dicermati dari sejumlah kasus pelanggaran ketidakjujuran yang terjadi, ternyata semuanya bermuara pada kepentingan sistem, artinya di satu sisi sebenarnya siswa sudah mulai bisa berlaku jujur, tapi di sisi lain ternyata justru ada pihak-pihak yang tidak rela jika siswa menjadi benar-benar jujur.
Contoh paling sederhana adalah pada penentuan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).  Pihak sekolah seringkali harus jaga gengsi dengan menentukan nilai KKM tinggi untuk bisa mengikuti pangsa pasar agar outputnya kelak laku di jenjang berikutnya atau di dunia kerja hingga akhirnya guru terpaksa harus "ngaji" –ngarang biji- dengan mengatrol nilai siswa agar bisa mencapai KKM yang tinggi tersebut. Dampak dari kebijakan yang tidak bijaksana ini adalah siswa menjadi acuh, cuek dan malas, toch untuk dapat mencapai nilai KKM, mereka tidak perlu bersusah payah belajar.  Sebaliknya bagi siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata menjadi kurang termotivasi untuk terus berprestasi.
Dalam sebuah diskusi kecil pada forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) ada sebuah ungkapan yang bernada sarkartis menyangkut penilaian terhadap hasil evaluasi belajar siswa. Seorang guru muda yang dikenal cukup kritis melontarkan uneg-unegnya bahwa sistem penilaian tempoe doeloe” sepertinya lebih obyektif dan bisa dipertanggung jawabkan. Penentuan nilai siswa yang tidak dipatok KKM (ditulis apa adanya sesuai hasil capaian siswa bersangkutan) justru memberikan efek positif bagi siswa dan dapat memacu siswa untuk giat belajar. Di pihak lain guru juga harus berjuang lebih giat untuk menghindari cap sebagai guru yang tidak becus mengajar lantaran banyak siswa yang nilainya dibawah enam. 
Ujian Nasional formulasi baru yang digagas Kementerian Pendidikan  Nasional sebagai  penyempurnaan dari sistem unas tahun-tahun sebelumnya juga masih menyisakan sejumlah masalah. Sistem kelulusan yang mensyaratkan 40 % kelulusan didasarkan pada nilai rapor siswa, sudah sejak awal "diantisipasi" pihak sekolah. Banyak sekolah yang merekayasa nilai rapor dengan membuat "rapor bayangan" yaitu rapor yang berisi nilai hasil modifikasi untuk mengantisipasi banyaknya siswa yang mendapat nilai rendah saat ujian nasional kelak. Belum lagi berbagai laporan kecurangan yang terjadi selama pelaksanaan Ujian Nasional digelar, seperti praktik perjokian, penunjukan siswa pandai sebagai “pemandu jawaban”, pengaturan formasi pembagian paket soal, masih adanya siswa peserta ujian dan pengawas yang membawa hp ke dalam ruang ujian, hingga adanya intimidasi terhadap para pengawas ruang oleh pihak sekolah penyelenggara.
Jauh-jauh hari sebelum Ujian Nasional digelar, Mendiknas Moh. Nuh sudah mewanti-wanti agar pihak sekolah tidak bermain-main dengan Ujian Nasional, sebab jika sampai ditemukan kecurangan yang dilakukan pihak sekolah, maka mendiknas tidak segan-segan memberi sanksi berat.
Lain mendiknas lain pula Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB-PGRI). Organisasi yang nota bene memayungi guru di Indonesia tersebut justru bisa mentolerir para guru yang yang bertindak tidak sportif dalam Ujian Nasional (Jawa Pos, Jum'at 15 April 2011). Toleransi PB PGRI ini didasarkan pada beratnya tanggung jawab sekolah sebagai pihak yang berada pada posisi terjepit yaitu bahwa sekolah punya kewajiban "tidak tertulis" harus bisa meluluskan seluruh siswanya. Tekanan itu tidak hanya datang dari masyarakat (wali murid) namun tekanan lebih keras justru datang dari atasan. Seperti sebuah mata rantai, guru ditekan oleh Kepala Sekolah, Kepala Sekolah ditekan habis-habisan oleh Kepala Dinas (sebagai kepanjangan tangan) dari Kepala Daerah yang menuntut 90 hingga 97 persen kelulusan, padahal menurut itung-itungan PGRI sendiri yang paham betul tentang kondisi sekolah-sekolah di Indonesia, jika saja Ujian Nasional dilakukan secara sportif dan obyektif maka kelulusan siswa paling banter hanya bisa mencapai 50 % saja. Maka dapat dimaklumi jika masih banyak pihak yang tidak respek terhadap hasil capaian ujian nasional sebagai tolok ukur keberhasilan pendidikan nasional.
Uraian di atas hanya sebuah gambaran kecil tentang betapa sebuah kejujuran di dunia pendidikan kita sudah menjadi barang antik yang sangat sulit dicari. Jika benar demikian, sepertinya cita-cita untuk membangun negara ini menjadi negara yang gemah ripah loh jinawi toto titi tentrem atau baldatun thoyyibatun wa roobun ghofur hanya ada dalam kidungan. Mari kita renungkan!