SUDAHKAH LAYAKKAH ANDA DISEBUT GURU PROFESIONAL?
Oleh: Nanang M. Safa
Menurut Undang Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Arti kata profesionalisme dapat dirunut dari makna kata profesi (profession). Profesi pada hakekatnya adalah suatu pernyataan atau janji terbuka dari seseorang (to profess artinya menyatakan) bahwa seseorang itu mengabdikan dirinya pada suatu karya, kerja, jabatan dan atau pelayanan karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat dan menggeluti pekerjaan itu dengan segala konsekuensinya. Profesional adalah istilah untuk seorang pekerja yang menawarkan jasa atau layanan tertentu sesuai protokol dan aturan dalam bidang yang dijalani. Umumnya, kegiatan yang mereka lakukan memerlukan tingkat pendidikan, keterampilan, atau pelatihan tertentu (https://glints.com/id/lowongan/profesional-adalah/#apa-itu-profesional).
Orang yang memegang profesi itu hendaknya lebih mementingkan layanan kemanusiaan daripada kepentingan pribadinya. Dasar untuk ciri pertama professional ini adalah sikap altruistik dari seseorang. Dengan demikian semakin orang itu bersifat egois apalagi egois itu cenderung sempit, akan semakin sulitlah orang itu untuk menjadi profesional dalam hidupnya. Dikatakan demikian karena orang yang tidak memiliki jiwa altruistik (mementingkan orang lain) akan cenderung untuk menganggap dirinyalah yang lebih dari yang lainnya. Orang yang demikian ini cenderung tidak memiliki sikap positif terhadap sesuatu.
Masyarakat mengakui bahwa profesi itu memiliki status yang tinggi. Harbison, 1962 dalam Human Resource Development Planing in Modernizing Economies menyebut bahwa orang yang yang berprofesi itu sebagai high-level manpower. High-level manpower itu dapat dibedakan menjadi dua yakni kelompok yang ia sebut sebagai sub-professional (pegawai kantor, sekretaris, guru, dosen) dan kelompok full-professional (dokter, ekonom, ilmuwan). Kedua golongan yang telah disebutkan itu, semuanya memegang sebuah profesi dalam bidangnya masing-masing dan profesi yang dipegang tersebut berstatus baik dalam suatu masyarakat.
Praktek pofesi itu didasari oleh penguasaan dan penghayatan terhadap pengetahuan yang secara khusus dan penuh ketekunan. Pengetahuan yang pada gilirannya akan menjadi sebuah ilmu pengetahuan itu sumbernya harus nyata, jelas, dan mapan. Praktek kerja tukang sihir, tukang klenik, dan tukang santet, tidak dapat dikategorikan sebagai suatu profesi dalam pembicaraan ilmiah. Dikatakan demikian karena syarat ketiga agar suatu kerja dapat disebut sebagai suatu profesi tidak dapat dipenuhi oleh tukang sihir, tukang klenik maupun tukang santet.
Profesi itu selalu bersifat menantang orang-orang yang terlibat di dalamnya agar memiliki keaktifan intelektual dan keahlian/kemahiran. Adanya kreatifitas intelektual dan kemahiran itu merupakan salah satu ciri mendasar bagi si pemegang profesi. Sehubungan dengan hal ini dapat dinyatakan bahwa si pemegang profesi hendaknya memiliki sifat aktif, proaktif (tidak menunggu), dan kreatif (ada inovasi dalam hidupnya). Orang profesional juga akan selalu mempertimbangkan nilai-nilai moral dan etis dalam menjalankan profesinya.
Dalam sebuah profesi selalu perlu diupayakan apa yang disebut dengan istilah pertumbuhan profesi (professional growth) sebagai salah satu bentuk kreativitas intelektual/kemahiran. Kelompok orang profesional itu biasanya suka membentuk kelompok-kelompok profesional dalam bidangnya masing-masing untuk membentuk masyarakat intelektual professional (intelectual society) dan melakukan kegiatan latihan-latihan intelektual (intelectual exercises) untuk mengembangkan keprofesionalannya. Inilah dasar dari terbentuknya ikatan-ikatan profesional seperti Ikatan Dokter, Ikatan Sekretaris, Ikatan Perawat, dan sebagainya. Dalam sebuah ikatan biasanya solidaritas antar anggota terjalin sangat kuat.
Profesionalisme menjadi tuntutan setiap pekerjaan. Apalagi profesi guru yang sehari-harinya menangani makhluk hidup bernama siswa dengan berbagai karakteristik yang masing-masing individu berbeda. Pekerjaaan sebagai guru menjadi lebih berat ketika menyangkut peningkatan kemampuan siswanya, sementara kemampuan dirinya mengalami stagnasi.
Guru profesional adalah mereka yang memiliki kemampuan profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai pendidik. Mendidik memiliki makna luas dan dalam. Mendidik tidak hanya diartikan sebagai mengajar. Mengajar hanya pada sebatas penyampaian materi pelajaran dalam target tertentu. Sedangkan guru profesional harus memiliki pengalaman mengajar, kapasitas intelektual, moral, keimanan, ketaqwaan, disiplin, tanggungjawab, wawasan kependidikan yang luas, kemampuan manajerial, terampil, kreatif, memiliki keterbukaan profesional dalam memahami potensi, karakteristik, dan masalah perkembangan peserta didik, mampu mengembangkan rencana studi dan karir peserta didik serta memiliki kemampuan meneliti dan mengembangkan kurikulum.
Semua guru sebenarnya memiliki komitmen yang sama ingin mencerdaskan anak bangsa. Dewasa ini image seorang guru di mata masyarakat bergeser. Guru pada masa kini tidak lagi hanya demi pengabdian seperti guru-guru di masa lalu yang tidak mendapatkan imbalan yang layak. Guru di masa sekarang adalah sebuah profesi yang dihargai sebagai layaknya sebuah profesi. Maka tidak bisa tidak, syarat sebagai guru profesional memang merupakan hal yang harus dimiliki oleh setiap guru. Untuk menjadi seorang guru profesional tidaklah sulit, karena profesionalisme seorang guru datang dari guru itu sendiri.
Di Amerika Serikat, isu tentang profesionalisme guru sudah ramai dibicarakan pada pertengahan tahun 1980-an. Jurnal terkemuka manajemen pendidikan, Educational Leadership edisi Maret 1933 menurunkan laporan mengenai tuntutan guru profesional.
Menurut jurnal tersebut, untuk menjadi profesional, seorang guru dituntut memiliki komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswanya. Guru juga harus menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada siswa. Bagi guru, hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa hingga tes hasil belajar siswa.
Guru hendaknya mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu bagi guru untuk mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Untuk bisa belajar dari pengalaman, guru harus tahu mana yang benar dan mana yang salah, serta dampak yang ditimbulkan dari kegiatan belajar siswa. Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya PGRI dan organisasi profesi lainnya (Supriadi, 1999: 98).
Dengan bertitik tolak pada uraian di atas maka yang disebut guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Sedangkan yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya memperoleh pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau teknik di dalam kegiatan belajar mengajar serta menguasai landasan-landasan kependidikan seperti yang tercantum dalam kompetensi guru yang profesional.
Terakhir, setelah Anda membaca tulisan ini, silahkan Anda jawab pertanyaan “Sudah layakkah Anda disebut guru profesional?”.
Daftar Pustaka:
Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 1999.
Dharma, Surya, Penilaian Kinerja Guru, Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Ditjen PMPTK, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...