Oleh: Nanang M. Safa
Beberapa hari ini saya sangat menantikan kehadirannya. Sepatu kerja utama saya sepertinya sangat butuh sentuhannya. Sepatu itu sebenarnya belum genap lima bulan saya pakai menggantikan sepatu lama saya yang memang sudah tidak layak lagi. Namun entahlah, mengapa sepatu itu solnya sudah terlepas di beberapa titik. Makanya saya sangat menunggu kehadiran si tukang sol sepatu.
Memang sudah menjadi kebiasaan saya sejak lama, jika membeli sepatu baru, untuk memperkuatnya saya jahitkan ke tukang sol sepatu. Namun untuk sepatu saya yang satu ini, belum sempat saya menemukan tukang sol sepatu, sepatu lama saya sudah keburu harus diganti. Maklum saja, musimnya musim hujan. Mungkin agak keseringan terkena panas dan hujan sehingga warnanya cepat kusam dan kulitnya retak-retak.
Sebenarnya dua minggu lalu ada tukang sol sepatu lewat di depan rumah. Siang itu kebetulan saya sedang nyantai di teras rumah sambil momong si kecil. Namun ketika itu saya memang terlalu keasyikan guder (bercengkerama) dengan si kecil sehingga terlambat menyadari kehadiran si tukang sol sepatu tersebut. Begitu ingat bahwa saya membutuhkan jasanya, tukang sol sepatu itu sudah lewat beberapa puluh meter dari jalan di depan rumah saya. Saya panggil beberapa kali, dia terus saja melaju pergi. Percuma saja saya teriak-teriak. Barangkali memang belum rezeki saya dan belum menjadi rezekinya si tukang sol sepatu. Sejak itu belum ada lagi tukang sol sepatu yang lewat di depan rumah saya.
Baru dua minggu berikutnya, tukang sol sepatu yang saya nanti-nantikan lewat di depan rumah saya. Kebetulan pas hari Minggu. Tanpa menunggu lama, si tukang sol sepatu saya panggil. Spontan si tukang sol sepatu menghentikan laju motornya lalu masuk ke halaman rumah saya. Saya silahkan dia duduk lesehan di teras depan rumah saya, tapi dia lebih memilih tempat teduh di bawah pohon rambutan. Katanya lebih santai karena terkena sentuhan angin. siang itu memang cukup panas. Selanjutnya dia mulai menyiapkan peralatannya.
Istriku menyodorkan dua pasang sepatu dan sepasang sandal yang siap dipermak. Target utama memang hanya sepasang sepatu namun akhirnya ada dua pasang sepatu (milikku dan milik puteraku) serta sepasang sandal milik istriku. Dengan wajah sumringah (gembira), si mas tukang sol sepatu menerimanya dan langsung memulai pekerjaannya. Jari-jarinya begitu cekan memainkan jarum dan benang. Saya memperhatikannya dengan takjub. Tidak butuh waktu lama, sepasang sepatu saya sudah selesai disol. Sambil mengamati si mas tukang sol sepatu bekerja, saya sempatkan berbincang dengannya. Menurut tebakan saya, usianya sekitar tiga puluhan tahun. Ketika saya tanyakan alamatnya, dia menjawab dari Kediri. Kemudian dia bercerita bahwa di sini dia indekos, dan pulang ke Kediri seminggu sekali. Di tengah perbincangan kami, istriku membawakan kopi. Saya persilahkan si mas tukang sol sepatu meminumnya. Dia menerimanya dengan ucapan terima kasih berkali-kali.
Menjelang akhir pekerjaannya, tetangga depan rumah saya datang sambil membawa beberapa periuk kecil, lalu menyerahkannya ke si mas tukang sol sepatu. Saya awalnya heran, untuk apa periuk-periuk itu. Ternyata eee ternyata, si mas tukang sol sepatu memang multi talenta. Dia tidak hanya bisa menjahit sepatu tetapi juga bisa memperbaiki dan menambal periuk yang bocor.
Setelah dua pasang sepatu dan sepasang sandal selesai dijahit, si mas tukang sol sepatu beralih memperbaiki periuk-periuk aluminium milik tetangga saya tersebut. Periuk-periuk itu bocor dan aus di bagian pantatnya. Si mas tukang sol sepatu mulai mengukur lingkar bawah periuk berwarna hitam (karena sengatan api) itu lalu memotongnya, kemudian menggantinya dengan seng/aluminum yang baru. Tidak menunggu lama, periuk-periuk usang berpantat hitam tersebut menjelma menjadi periuk-periuk baru berpantat putih mulus.
Belum selesai sampai di situ, datang lagi tetangga sebelah saya dengan membawa sandal dan periuk bocor. Pasti si masi tukang sol sepatu penat harus memperbaiki sekian barang rusak. Duduk bersimpuh sambil bekerja dengan penuh ketelatenan dan kejelian tingkat tinggi agar hasilnya bagus. Namun tentu si masnya juga sangat bersyukur karena dengan banyaknya barang yang harus dipermak berarti semakin banyak pula rezeki yang didapatnya hari ini.
Dan yang pasti, berkat jasa si mas tukang sol sepatu saya bisa berhemat cukup banyak. Inilah contoh nyata dari simbiosis mutualisme yang saya pelajari di bangku sekolah dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...