PENDIDIKAN - REMAJA - KELUARGA: Merasakan Sensasinya Jaring Tarik

07/12/2021

Merasakan Sensasinya Jaring Tarik

 

MERASAKAN SENSASINYA JARING TARIK

Oleh: Nanang M. Safa

 



Masih tentang cerita masa lalu.

Sekitar tahun 1980-an hingga 1990-an, jaring tarik menjadi salah satu alat penangkap ikan andalan di pantai Prigi dan sekitarnya. Jaring tarik adalah alat penangkap ikan terbuat dari benang dengan ukuran tertentu yang dirajut sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah jaring memanjang. Panjangnya tergantung selera sang juragan. Di ujung pertemuan kedua sisi jaring dipasang kantong (jaring dengan ukuran lobang cukup kecil yang berfungsi untuk menampung ikan yang terjebak di jaring). Saya tidak tahu pasti berapa ukuran dan apa nama resmi untuk jenis jaring ini. 

Ketika saya telusuri di search angine google, ternyata ada beberapa jenis jaring penangkap ikan di laut yakni surrounding net (jaring lingkar), seine net (pukat), trawl, dredge (penggaruk), lift net (jaring angkat), falling gear (alat yang dijatuhkan), gill net, entangling nets (jaring insang dan jaring puntal), trap (perangkap). Setelah saya baca uraiannya sekilas, menurut saya jaring tarik yang saya ceritakan ini masuk dalam kategori seine net atau pukat (https://suksesmina.wordpress.com/2016/03/23/jenis-jenis-alat-tangkap-ikan-menurut-klasifikasi-fao/).

Pukat adalah jaring yang cukup panjang dalam ukuran besar yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat di sisi bawahnya. Pukat ini membentuk semacam dinding yang melingkari kumpulan ikan sehingga ikan-ikan tersebut tidak bisa melarikan diri. (https://id.wikipedia.org/wiki/Pukat).

Jaring tarik dioperasikan dari pinggir pantai dengan cara ditarik oleh dua regu penarik. Masing-masing regu terdiri dari 10 sampai 20 orang. Satu regu di satu ujung dan satu regu lagi di ujung lainnya. Jaring ditebar ke tengah laut dalam jarak tertentu dengan posisi melengkung. Kedua ujung pluntur (tali) selanjutnya siap ditarik oleh masing-masing regu penarik.



Saya dulu juga sempat merasakan sensasinya menjadi anggota regu jaring tarik. Ketika itu tentu saya masih anak-anak, kelas 5 atau 6 Madrasah Ibtidaiyah (MI). Tentu hanya sebagai anggota regu tambahan saja karena tenaga anak-anak seusia saya tentu tidak seberapa. Istilahnya ikut “sambatan”. Saya ikut bersama dua teman saya yang ayahnya ikut menjadi anggota regu inti penarik jaring milik salah satu juragan besar ketika itu.

Lokasi yang menjadi obyek penebaran jaring ada di pantai Damas. Tentu dulu tidak seperti sekarang. Untuk menuju ke pantai Damas, kami harus berangkat pagi buta. Jalan kaki menyusuri jalan setapak, melewati hutan dan bukit (Tumpak Tileng dan Tumpak Ampo) dengan jarak tempuh sekitar 7 km. Sampai di Damas, kami sempatkan sarapan dengan bekal nasi bungkus dari rumah.

Aktifitas dimulai oleh tim perahu getek. Mereka bertugas menebar jaring ke tengah laut. Perahu getek adalah perahu sederhana yang dibuat dari rangkaian bambu betung (Dendrocalamus asper) yang dirakit sedemikian rupa sehingga cukup kuat dan tahan hempasan ombak. Pengoperasiannya dengan cara didayung oleh dua orang di kedua sisinya. Setelah jaring ditebar, pasukan penarik yang sudah siap di kedua ujung jaring siap melaksanakan tugasnya. Kedua ujung pluntur diikatkan kuat-kuat di sebuah pohon atau di sebuah patok kayu untuk mengunci dan menggulung pluntur agar tidak ruwet. Jarak kedua pasukan penarik diatur sedemikian rupa tergantung panjang jaring yang ditebar.



Menarik tali jaring ternyata juga tidak bisa sembarangan, harus tepat waktu dan kompak. Ketika ombak laut menepi, tali baru bisa ditarik sementara ketika ombak kembali ke pantai, tali harus diikatkan kuat-kuat agar tidak tertarik kembali ke tengah laut. Maka untuk menjaga kekompakan, setiap kali terdengar aba-aba “Yooo!” kami spontan menarik pluntur secara bersama-sama. Setelah 6-10 langkah dengan spontan juga kami menghentikan tarikan. Begitu terus yang kami lakukan secara pereodik. Jeda waktunya tetap, gerakannya tetap, aba-abanya juga tetap. Satu kali tarikan bisa menarik pluntur sepanjang 1,5 sampai 2 meter. Begitu seterusnya hingga jaring tarik sampai di bibir pantai. Jika dihitung, menurut perkiraan saya satu kali putaran butuh waktu 2,5 sampai 3 jam.


Ketika jaring sudah mendekati bibir pantai, jarak regu 1 dan regu 2 semakin mendekat atau lebih tepatnya menciut. Hingga ketika sudah sampai ke bagian jaring kantong (penampung ikan), jaring tarik disatukan agar ikan-ikan yang terjebak di kantong tidak lepas kembali. Tibalah saatnya ikan-ikan yang tertangkap siap dipindahkan ke keranjang-keranjang yang juga sudah disiapkan. Hiruk-pikuk mewarnai proses evakuasi ikan-ikan hasil tangkapan. Kami para anggota regu penarik sesekali ikut mengambili ikan-ikan yang tercecer di jaring luar kantong sebagai tambahan lawuhan (lauk) untuk dibawa pulang. Jumlahnya tentu tidak seberapa. Makanya untuk mendapatkannyapun harus berebut. Prinsipnya siapa cepat dia dapat. Tak jarang mandor (orang yang diserahi tugas oleh juragan jaring tarik sebagai pengawas) teriak-teriak seperti orang kesurupan untuk mengendalikan kegaduhan. Tapi memang begitulah kehidupan pantai. Bukan hal aneh bagi kami.

Setelah jaring dirapikan, tim perahu getek siap menjalankan kembali tugasnya menebar jaring ke tengah laut. Dalam satu hari bisa 3 sampai 4 kali putaran. Maka sepanjang hari itu kami harus berpanas-panas atau berhujan-hujan dan berlelah-lelah. Siang hari ada jeda istirahat untuk shalat zuhur dan makan siang dengan menu sederhana kiriman sang juragan. Biarpun begitu rasanya cukup nikmat. Mungkin karena faktor lelah dan lapar serta kebersamaan senasib hingga rasa nikmat itu benar-benar bisa kami rasakan.

Sore hari menjelang Asar, setelah mandi di belik (sumber air) di sekitar pantai Damas, kami mengantre untuk menerima upah dan jatah lawuhan. Kami yang masih anak-anak menerima upah setengah orang dewasa. Ya … lumayanlah.

Inilah kenangan masa lalu saya tentang jaring tarik. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar ya...