WAHAI GURU
AYO MENULIS BUKU AJAR
Oleh: Nanang M. Safa’
Kali ini saya memilih judul berbau formal. Dua unsur dalam judul yang saya pilih sangat jelas menyuratkan formalitas tersebut. Guru dan buku ajar adalah dua unsur yang berhubungan erat dengan dunia pendidikan.
Guru adalah subyek tak tergantikan dalam dunia pendidikan. Tidak setiap orang mampu menjadi guru. Bukan masalah persyaratan formal yakni ijazah guru atau sertifikat pendidik. Lebih dari itu, guru adalah simbol kemuliaan, simbol kedisiplinan, simbol kebaikan, dan simbol ilmu pengetahuan.
Ada ujaran “guru itu digugu dan ditiru”. Digugu artinya ucapan guru akan dipatuhi oleh murid-muridnya bahkan bisa lebih dari itu. Ditiru artinya sikap dan perilaku seorang guru akan dijadikan standard moral bagi murid-muridnya bahkan bisa lebih dari itu.
Jika ditilik dari asal katanya, guru berasal dari bahasa Sanskerta yang secara harfiah berarti berat. Guru adalah seorang pengajar suatu ilmu. Kata guru dalam bahasa Indonesia merujuk pada pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didiknya. (https://id.wikipedia.org/wiki/Guru). Mengingat begitu beratnya tanggung jawab seorang guru untuk masa depan generasi bangsa, maka sangat selaras dengan faktanya jika guru diartikan berat.
Tugas seorang guru tidak hanya sebatas mengajar. Jika hanya mengajar yang berarti menransfer pengetahuan dan pengalaman, siapapun bisa melakukan asalkan memiliki pengetahuan dan pengalaman. Bahkan seperti yang terjadi sekarang ini, di saat pandemi Covid-19 sedang melanda dunia, para siswa cukup dipandu secara daring (dalam jaringan atau secara online). Dengan “berguru” pada Whatsapp, Youtube atau media sosial lain, siswa sudah bisa mendapatkan pengetahuan dan pengalaman. Bahkan mungkin lebih dari apa yang bisa diberikan oleh gurunya.
Namun apakah pendidikan hanya sekedar itu?
Anda sebagai orang tua pasti bisa merasakan bagaimana susahnya menjadi guru pengganti untuk putra-putri anda. Anda juga bisa merasakan ada ruang kosong yang tidak bisa anda isi. Putra-putri andapun juga pasti merasakan hal yang sama seperti yang anda rasakan. Itulah nilai-nilai pendidikan yang hakiki yang hanya bisa didapatkan dari seorang guru.
Guru Harus Kreatif
Berkaitan dengan tugasnya sebagai pengajar, seorang guru tentu dituntut kreatif dan inovatif. Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan dinamis yang selalu mengalami perubahan dan sangat adaftif. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi komunikasi adalah dua hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan pembelajaran. Maka tak ada kata lain bagi guru selain harus terus mengupdate dan mengupgrade ilmu dan pengalamannya.
Guru kreatif adalah guru yang mampu melakukan inovasi berkaitan dengan tugasnya sebagai guru. Guru kreatif tidak hanya sekedar menyampaikan namun mampu menciptakan. Guru kreatif bukan sekedar mampu mengajar dengan metode-metode konvensional namun lebih dari itu, dia mampu menemukan kesulitan-kesulitan dalam mengajarnya kemudian melakukan analisa dan akhirnya mampu menemukan metode mengajar yang bisa menyelesaikan kesulitan-kesulitan tersebut. Guru kreatif tidak hanya sekedar mampu membuat siswanya meraih nilai tinggi, namun guru kreatif mampu membuat siswanya merefleksikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan kesehariannya. Guru kreatif adalah guru yang mampu menjadikan siswanya juga kreatif.
Menjadi guru kreatif itu butuh proses, tidak serta merta dan instan. Setidaknya ada delapan langkah yang bisa ditempuh untuk menjadi guru kreatif sebagaimana diungkapkan oleh Marisa Constanides (2015), seorang konsultan pendidikan, yaitu: Pertama, menjadi guru berpengetahuan. Kedua, berhubungan dengan guru-guru lain. Ketiga, menjadi kolektor ide-ide tentang mengajar. Keempat, sharing pembelajaran. Kelima, menghilangkan penghalang untuk berpikir kreatif. Keenam, mempraktekkan kreativitas. Ketujuh, memulai eksperimen dan merefleksikan cara mengajar kreatif, dan Kedelapan, menjadikan kreativitas sebagai suatu tujuan harian. (https://www.timesindonesia.co.id/read/news/214654/menjadi-guru-kreatif).
Dari Bahan Ajar ke Buku Ajar
Guru pasti berkutat dengan berbagai sumber belajar setiap harinya. Guru membutuhkan banyak sumber belajar untuk mendapatkan bahan ajar yang akan disampaikan kepada para siswanya. Semakin banyak sumber belajar yang digunakan maka akan semakin baik untuk disampaikan kepada para siswanya. Guru tersebut akan kaya pengetahuan dan memiliki wawasan yang luas. Sangat disayangkan ketika bahan ajar yang didapatkan dari berbagai sumber belajar tersebut hanya menjadi catatan berserak dan akhirnya hilang dalam tumpukan kertas usang.
Selain itu seorang guru sudah pasti akan menemukan berbagai persoalan sekaligus cara-cara ampuh untuk menyelesaiannya. Guru juga pasti memiliki banyak catatan tentang kegiatan pembelajaran dan tentang para siswanya.
Guru kreatif tentu akan berusaha untuk mendokumentasikan semua catatan keren tersebut. Satu cara paling baik adalah dengan menyusunnya menjadi sebuah buku dan menerbitkannya.
Dengan menerbitkan buku, anda sebagai guru setidaknya akan memperoleh manfaat berikut:
1. Peningkatan karier.
Sebagai seorang guru, pasti anda menginginkan peningkatan karier dan status jabatan. Untuk keperluan tersebut, anda membutuhkan Angka Kredit (AK). Angka Kredit antara lain bisa dikumpulkan melalui kegiatan publikasi ilmiah. Salah satu cara untuk mendulang angka kredit melalui kegiatan publikasi ilmiah bagi guru adalah dengan menerbitkan buku.
Dalam buku 4 tentang Pedoman Program Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru Pembelajar yang dirilis Kemdikbud dijelaskan bahwa buku ber-ISBN yang diedarkan secara nasional diganjar angka kredit 4. Buku teks pelajaran yang lolos penilaian BSNP diberi angka kredit 6. Dan buku teks pelajaran yang diterbitkan penerbit ber-ISBN, angka kreditnya 3. Sementara buku teks pelajaran yang dirilis penerbit tapi belum ber-ISBN memperoleh angka kredit 1. (https://ekoprasetyo.id/article/2017/07/buku-dan-angka-kreditnya-641184).
2. Peningkatan reputasi.
Seorang guru yang menerbitkan buku (apalagi ber-ISBN) tentu secara otomatis akan meningkat reputasinya. Bukan saja di kalangan guru namun juga di kalangan masyarakat luas. Masih sedikitnya guru yang mau menulis dan menerbitkan buku tentu menjadikan guru yang bersangkutan termasuk golongan elit minoritas yang tentu memiliki reputasi khusus sebagai guru penulis.
3. Peningkatan finansial.
Buku yang anda terbitkan jika bisa laris di pasaran tentu akan menjadi ladang uang bagi anda sebagai penulisnya. Royalti yang akan anda terima dari penerbit atas hasil penjualan buku anda akan membuat anda bisa mewujudkan impian anda. Berangkat umrah, membangun rumah yang nyaman, kendaraan yang bagus, atau rekreasi bersama keluarga akan menjadi kenyataan. Royalti itu juga akan bisa anda wariskan kepada anak cucu anda selagi buku anda masih dibutuhkan banyak orang. Sungguh rejeki yang tak pernah anda bayangkan.
4. Kepuasan batin.
Buku adalah sebuah karya monumental yang akan menjadi bukti sejarah tak terbantahkan tentang keberadaan anda di dunia. Kalaupun pada saatnya anda harus meninggalkan dunia ini, anak cucu anda masih bisa mengenang warisan berharga anda yakni buku yang telah anda tulis. Mereka pasti akan merasa bangga kepada anda. Dan mereka juga akan termotivasi untuk mengukir sejarah mereka sendiri sebagai generasi penerus anda.
Empat hal inilah setidaknya yang akan anda dapatkan jika anda menjadi guru yang juga penulis buku.
Anda masih belum tertarik untuk menulis buku?
Anda masih ingin menyia-nyiakan bahan ajar yang berserak di tumpukan laci meja anda dimakan kutu?
Semua terserah anda.
Terimakasih sudah berbagi Pak
BalasHapusSehat selalu
Setuju sekali. Mukai saatnya guru mwngembamgkan diri dengan menulis buku ajar.
BalasHapusSangat memotivasi.hebat Pak... Terus berkarya salam literasi
BalasHapus