MENYEMAI BENIH LITERASI DI TAMAN BACAAN
Oleh: Nanang M. Safa'
Literasi selalu berhubungan dengan kegiatan membaca dan memulis, biarpun literasi itu sebenarnya lebih luas dari sekedar membaca dan menulis. Namun tidak bisa dipungkiri, membaca menjadi prasyarat utama untuk dapat dikuasai dan dikembangkannya pengetahuan, keterampilan, kemampuan berfikir kritis, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berkomunikasi serta pengembangan potensi diri. Buah dari literasi itu adalah kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2018, jumlah penduduk buta aksara hanya 3,29 juta orang atau sekitar 1,93 persen dari total populasi penduduk Indonesia. (https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/08/jumlah-penduduk-buta-aksara-turun-menjadi-329-juta).
Ketika membaca data di atas tentu Anda gembira seperti saya. Mengapa?
Tingkat melek huruf penduduk Indonesia pada awal kemerdekaan (tahun 1945), sungguh sangat memrihatinkan. 97% penduduk Indonesia masih buta huruf. Berkat usaha sungguh-sugguh pemerintah dan didukung oleh berbagai elemen masyarakat, dari tahun ke tahun tingkat melek huruf bangsa Indonesia semakin baik. Tingkat melek huruf berpengaruh besar terhadap kemajuan suatu bangsa.
Taman Bacaan Bukan Ladang Cari Nafkah
Taman Bacaan Masyarakat (TBM) didefinisikan sebagai sebuah wadah atau tempat yang didirikan dan dikelola oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memberikan akses layanan bahan bacaan bagi masyarakat sebagai sarana pembelajaran seumur hidup dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitarnya (https://indoprogress.com/2018/03/peran-taman-bacaan-problem-sosial-dan-literasi-kontekstual/). Istilah yang lazim digunakan sebagai turunan dari taman bacaan adalah rumah baca, ruang baca, serambi baca, pondok baca, kebun baca, dan perpustakaan komunitas.
Pendirian dan pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) selain dilakukan oleh pemerintah, juga dilakukan oleh perusahaan dan instansi, serta warga masyarakat secara mandiri. Taman bacaan didirikan semata hanyalah untuk memberikan, bukan mencari atau mendapatkan. Artinya ketika Anda mendirikan taman bacaan maka jiwa Anda harus benar-benar bersih dari godaan finansial. Di sisi lain, justru dengan mendirikan taman bacaan, Anda harus siap dan rela memberikan pengorbanan.
Taman bacaan yang Anda dirikan dan Anda kelola memerlukan modal untuk pengadaan dan penambahan koleksi buku. Taman bacaan juga memerlukan biaya perawatan. Sebagai pendiri dan pengelola taman bacaan, Anda harus siap berkorban tenaga, waktu, dan biaya bahkan berkorban perasaan. Anda harus siap dicibir oleh orang-orang yang tidak sepaham dengan Anda bahwa keberadaan taman bacaan akan menjadi lahan persemaian benih literasi yang sangat efektif. Anda juga harus siap bergerak sendiri agar taman bacaan yang Anda dirikan dan Anda kelola bisa tetap eksis dan menarik minat warga sekitar.
Bambang Purwanto (akrab dipanggil Mr. Bams), yang telah lama malang-melintang di dunia taman bacaan menceritakan pengalamannya dalam mengelola taman bacaan.
Ketika itu, tahun 2011, Salwa, puteri semata wayangnya baru berusia 8 tahun. Setiap malam Mr. Bams bersama istrinya harus menyiapkan buku cerita anak, majalah anak-anak, serta koran sebagai bahan bacaan putrinya. Buku, majalah dan koran tersebut disimpan di rak plastik susun tiga. Rak itu disimpan Mr. Bams di teras halaman rumah kecilnya yang tanpa pagar. Lambat laun, anak-anak seusia Salwa ikut tertarik dan main ke rumah Mr. Bams. Tentu saja ini membuat Salwa sangat bahagia. Anak-anak itu begitu asyik mengolak-alik dan membaca buku cerita, majalah dan koran yang ada. Mr. Bams juga sangat termotivasi dengan kehadiran dan keasyikan anak-anak yang datang ke rumahnya. Ketika hari Minggu, Mr. Bams sengaja mengeluarkan satu meja, dan menaruh buku-buku di atasnya. Trik yang dilakukan Mr. Bams ini ternyata cukup berhasil. Semangat anak-anak yang datang untuk melihat-lihat dan membaca buku koleksi “TBM Ayah Salwa” (demikian taman bacaan itu dinamai) begitu tinggi.
Ada cerita lucunya juga, ketika Mr. Bams mengeluarkan meja dan menaruh beberapa kursi bambu sederhana buatannya di teras rumah, banyak orang menyangka Mr. Bams akan jualan. Ada juga yang menyangka Mr. Bams akan membuat pos ronda. Jika mengingat hal itu, Mr. Bams tertawa sendiri.
Seiring dengan semakin berkembangnya TBM Ayah Salwa, akhirnya Mr. Bams mengganti nama TBM Ayah Salwa menjadi TBM Lebakwangi. TBM ini secara resmi didirikan pada tanggal 5 Oktober 2011 di Perumahan Lebakwangi Asri Blok D4 No 18 RT 04 RW 13 Desa Lebakwangi Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung. Koleksi buku-buku di TBM Lebakwangi sekarang sudah cukup banyak. Selain dari usaha Mr. Bams, buku-buku tersebut merupakan hasil sumbangan para donatur dari berbagai kalangan. TBM Lebakwangi juga berhasil meraih beberapa penghargaan di tingkat Kabupaten Bandung maupun Propinsi Jawa Barat, antara lain peraih Sabilulungan Award 2018 dan Juara 1 Keteladanan Lembaga TBM Kabupaten Bandung 2019 (https://lebakwangimembaca.wordpress.com/perihal/).
Mengelola Taman Bacaan
Sebuah taman bacaan kelak diharapkan akan menjadi besar dan dapat memberikan sumbangsih nyata di bidang literasi. Maka sejak awal pendiriannya, juga harus dilakukan secara sungguh-sungguh. Salah satu bentuk kesungguhan itu adalah dengan dilengkapinya administrasi pendiriannya seperti surat izin tetangga, surat domisili dari desa, akte pendirian dari notaris, serta surat ijin operasional dari Dinas Pendidikan setempat. Dokumen itu tentu saja sangat dibutuhkan sebagai bentuk legalitas taman bacaan sehingga ketika akan mengadakan kegiatan, sudah memiliki payung hukum yang jelas. Hal ini sangat penting demi kebaikan semua pihak, termasuk untuk menghindari prasangka buruk masyarakat sekitar.
Banyak sekali kegiatan yang bisa dilakukan di taman bacaan sebagai tempat persemaian benih literasi. Membaca buku, meminjam buku, bedah buku, menerbitkan buku, diskusi, belajar menulis, mendongeng, menggambar, mewarnai, belajar internet, dan semua hal positif yang ada kaitannya dengan kegiatan literasi, yakni kegiatan-kegiatan untuk penguasaan pengembangan pengetahuan, keterampilan, kemampuan berfikir kritis, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berkomunikasi serta pengembangan potensi diri.
Taman bacaan sekarang banyak bertebaran di tanah air ini. Tampilnya anak-anak muda kreatif yang perduli dengan gerakan literasi mampu membangkitkan semangat literasi di berbagai kalangan. Sungguh sangat menggembirakan.
Mengelola sebuah taman bacaan memang harus kreatif, apalagi di era digital sekarang ini. Banyak taman bacaan yang mati suri gara-gara pengelolanya tidak kreatif. Syarifudin Yunus, Kepala Program TBM Lentera Pustaka yang juga Dosen Universitas Indraprasta (Unindra) Jakarta menerapkan konsep “TBM-Edutainment” dalam pengelolaan taman bacaannya. TBM-Edutainment merupakan sebuah tata kelola taman bacaan masyarakat yang memadukan edukasi dan entertainment. Program yang digulirkan TBM Lentera Pustaka memang cukup kreatif, semisal senam literasi, doa literasi, laboratorium baca, membaca di alam terbuka, WiFi gratis, anugerah pembaca terbaik setiap bulan, serta beberapa program kreatif lainnya. Program tersebut terbukti bisa menarik minat anak-anak sebagai sasaran dari TBM Lentera Pustaka (https://kumparan.com/syarif-yunus/21-cara-unik-dan-kreatif-taman-bacaan-lentera-pustaka-1r4uI8eM7uZ).
Bagaimana dengan Anda?
Apakah Anda tidak ingin mengambil bagian Anda di dunia literasi?
Semua terserah Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...