PENDIDIKAN - REMAJA - KELUARGA: Ayo Berperang Melawan Mental Pecundang

26/01/2021

Ayo Berperang Melawan Mental Pecundang

 

AYO BERPERANG MELAWAN MENTAL PECUNDANG!

Oleh: Nanang M. Safa'

 


 

Sudah kuatkah tekad Anda untuk menjadi seorang penulis?

Pertanyaan provokatif yang mungkin membuat Anda geregetan. Maaf, anggap saja pertanyaan saya ini sebagai bentuk motivasi saya kepada Anda. Bukannya saya meragukan tekad Anda namun saya hanya ingin mengajak Anda untuk lebih yakin bahwa Anda memang benar-benar ingin menjadi seorang penulis. Sebab untuk menjadi seorang penulis andal, selain harus mengetahui dan menguasai teknik menulis, yang lebih penting lagi Anda harus memiliki mental pemenang dan membuang jauh-jauh mental pecundang.

Menjadi penulis itu seperti sedang berada di arena pertandingan. Pasang surutnya semangat yang kita miliki sangat menentukan apakah kita bisa konsisten menulis atau hanya mampu bertahan di ronde awal saja, setelah itu kita akan Knock Out (KO) dan tak bangun-bangun lagi. Banyak penulis tenar yang harus jatuh bangun dalam menjalani kariernya sebagai penulis. Namun karena mereka memiliki mental sebagai seorang pemenang, setelah jatuh mereka berusaha bangkit kembali, mengerahkan energinya untuk bisa mengalahkan mental pecundangnya. Inilah kuncinya bagaimana mereka bisa istiqamah dalam menulis.

Dalam hal apapun, tantangan pasti ada. Tantangan seorang penulis tidaklah sesepele yang Anda bayangkan. Masalah mengatur waktu saja sudah menjadi tantangan yang cukup rumit. Jika Anda tidak benar-benar punya tekad yang kuat untuk menjadi seorang penulis, maka bisa dipastikan Anda akan menjadi seorang pecundang, dan tidak akan pernah bisa menjadi seorang pemenang. Maka untuk menjadi seorang penulis, ya harus memiliki mental sebagai seorang penulis. Ditta Widya Utami (nara sumber Pelatihan Belajar Menulis PGRI hari ke-sembilan) menyampaikan bahwa untuk memiliki mental sebagai penulis hebat setidaknya ada lima hal pokok sebagai indikasi yaitu memiliki konsistensi untuk menulis, siap dikritik, siap belajar, siap ditolak, dan siap menjadi unik.

 

Memiliki konsistensi

Menulis adalah sebuah pekerjaan yang harus dibuktikan dengan tindakan nyata, bukan hanya keinginan apalagi angan-angan. Jika Anda benar-benar ingin menjadi seorang penulis, maka Anda harus disiplin menulis. Jika tidak menulis maka Anda harus siap menerima sanksi. Inilah yang disebut sebagai mental konsisten seorang penulis. Mengenali diri sendiri merupakan satu cara agar kita bisa memiliki mental untuk konsisten. Dengan mengenali diri sendiri, kita akan mampu menghadapi tantangan dan kita akan tahu apa yang harus kita lakukan untuk menaklukkan tantangan tersebut.

Mengenali diri sendiri itu kadang lebih sulit daripada mengenali orang lain. Egoistis (sifat keakuan) yang berlebihan menjadi hambatan paling besar untuk dapat mengenali diri sendiri. Kejujuran bisa tergadai oleh sifat egois. Hati-hati! Ego yang berlebihan bisa mengalahkan segala sifat baik yang ada pada diri kita. Akibat turunannya kita akan melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak diterima hati nurani kita. Plagiasi adalah satu tindakan curang yang terjadi karena sifat ego yang berlebihan itu. Kita ingin segera diakui menjadi penulis handal, akhirnya kita mengambil jalan pintas melakukan plagiasi, copy paste karya orang lain lalu diakui sebagai karya sendiri. Mudah, cepat, praktis, ekonomis. Sungguh sebuah kecurangan yang dihukumi haram di dunia kepenulisan.

 

Siap Dikritik

Sebuah kritik memang kadang terasa pahit. Kita tidak tahu pasti apa sebenarnya tujuan dari orang yang mengkritik kita. Mungkin di antara kritik yang ditujukan kepada kita memang ada yang bertujuan positif namun mungkin ada juga yang justru bertujuan negatif. Apalagi jika kritik itu melalui media sosial.

Ketika kita memutuskan untuk memosting atau memublikasikan tulisan kita di blog, dalam bentuk buku, di media massa, dan sebagainya, maka hal pertama yang harus kita sadari adalah tulisan kita itu akan menjadi “milik publik”. Dengan demikian mental kita juga harus siap menerima kritikan. Dan di antara sekian banyak kritik yang kita terima, bisa saja ada kritik yang menurut kita hanya bernada bully sehingga membuat rasa percaya diri kita terganggu. Sebenarnya terganggunya rasa percaya diri itu juga bisa bermanfaat sebagai motivasi untuk belajar dan terus belajar untuk meningkatkan kemampuan diri. Terganggunya rasa percaya diri juga bisa dijadikan pengendali diri agar tidak “kepedean” sebab kepedean bisa membuat kita terlena dengan capaian kita sekarang. Akibatnya kita jadi malas belajar karena sudah merasa sempurna. Ini akan sangat membahayakan bagi mental seorang penulis. Dunia kepenulisan itu adalah dunia dinamis yang selalu berkembang mengikuti trend dan isu terkini. Seorang penulis yang statis akan mengalami stagnasi dan akhirnya tidak akan bisa menghasilkan karya yang disukai pembaca. Pada akhirnya dengan sendirinya akan tenggelam ditelan kepedeannya.

Namun juga harus diperhatikan, jangan sampai gangguan rasa percaya diri karena kritik tersebut sampai menjadi character killer (pembunuh karakter). Ini juga akan sangat berbahaya bagi keberlangsungan semangat menulis kita. Coba Anda bayangkan, di saat-saat Anda sedang bersemangat menulis dan memosting tulisan Anda itu ke blog, misalnya, kemudian ada pembaca blog Anda yang menulis komentar yang menurut Anda sangat tidak menghargai jerih payah Anda ketika menulis postingan itu, betapa Anda akan merasa kesal, kecewa, dan marah. Maka ketika kita ingin terhindarkan dari keadaan-keadaan tidak nyaman seperti itu, lebih baik kita atur kolom komentar di blog kita menggunakan moderasi sehingga komentar pembaca yang membuat semangat kita surut apalagi sampai padam bisa kita kendalikan.

Sebenarnya sepahit apapun kritik yang kita terima, pasti ada manfaatnya juga. Seperti obat, sepahit apapun rasanya, pasti akan berdampak positif pada kesembuhan kita. Namun seperti obat juga, jika over dosis bisa membuat kita tersungkur. Maka ketika kita memang merasa bahwa kritik yang disampaikan sudah terlalu menyudutkan dan kita rasa hanya akan membuat kita tersungkur, maka lebih baik kita abaikan saja.

 

Siap Belajar

Jika kita sudah bisa konsisten menulis dan siap menerima kritikan, kita harus siap belajar untuk bertumbuh. Belajar bertumbuh bagi seorang penulis bisa dilakukan dengan mengadakan riset (penelitian) serta menambah bacaan. Riset bisa dilakukan dengan berkunjung di perpustakaan, berkunjung ke toko buku untuk mengamati buku-buku bestseller, melacak apa yang sedang menjadi trend di sosial media maupun dengan google traffic, dan lain-lain.

Seorang penulis juga harus siap menjadi seorang literat, salah satunya dengan meningkatkan daya baca. Daya baca berbeda dengan minat baca. Daya baca tidak sekedar membaca namun membaca yang bisa menghasilkan ide baru dari bacaan yang telah dibacanya. Dari ide baru inilah akhirnya akan melahirkan tulisan baru juga.

 

Siap Ditolak

Ketika tulisan kita ingin dipublikasikan di media massa atau ingin diterbitkan di penerbit mayor, biarpun menurut kita tulisan kita itu sudah yang terbaik, ada kemungkinan tulisan kita akan ditolak. Seseorang yang telah memiliki mental sebagai seorang penulis, tentu akan bersikap cerdas dengan mencari alternatif lain semisal menerbitkan sendiri melalui penerbit indie atau memublikasikannya di blog atau jalur lain. Coba baca kembali liku-liku perjuangan para penulis tenar seperti Dewi Lestari, JK Rowling, atau Stephen King. Tidak diragukan lagi tentang kualitas tulisan mereka. Namun ternyata mereka pernah merasakan pahit getirnya tulisan mereka ditolak oleh penerbit. Bayangkan, seandainya saja mereka menyerah, tentu kita tidak akan bisa membaca karya-karya hebat mereka.

 

Siap Menjadi Unik

Sebagai seorang penulis tentu kita ingin karya-karya kita disukai banyak orang karena mampu memberikan kesan lain dari yang lain. Inilah yang disebut unik. Jadi unik itu berkaitan dengan ciri khas. Jadilah diri sendiri ketika menulis. Anda mungkin memiliki penulis idola. Namun jika ingin menjadi penulis besar, Anda seharusnya tidak mengopy idola Anda tersebut. Belajarlah untuk menjadi diri Anda sendiri.

Emha Ainun Najib dengan sentilan-sentilan nakalnya, Dewi Lestari dengan novel-novel ilmiah populernya, Raditya Dika dengan humor-humor segarnya, atau Kahlil Gibran dengan kalimat-kalimat panjang yang menghipnotis pembacanya. Mereka memiliki pembaca setia (penggemar) karena gaya khasnya masing-masing. Dan yakinlah, Andapun akan menemukan keunikan Anda sendiri. Jadilah diri Anda sendiri, temukan gaya Anda sendiri dalam menulis. Dengan usaha yang sungguh-sungguh, keunikan itu akan bisa Anda temukan. Teruslah berlatih menulis dengan jujur, banyak membaca untuk memperkaya kosa kata dan wawasan, serta gunakan gaya bahasa Anda sendiri.

Mengenali diri adalah hal pertama yang harus dilakukan untuk bisa menciptakan keunikan. Mengenali diri semisal mengenali hobi, mengenali kemampuan, mengenali pengalaman, mengenali karakter, termasuk mengenali perasaan sendiri merupakan cara jitu untuk menciptakan keunikan. To be your self. Kita mungkin tidak bisa 100% terhindar dari pengaruh penulis idola kita, namun jangan lantas penulis idola kita itu membuat kita ingin menirunya 100%.

Nah, jika Anda telah siap direpoti lima hal di atas, berarti Anda sudah siap berperang melawan mental pecundang. Dan saya ucapkan “SELAMAT” karena Anda akan menjadi PEMENANG.

 

6 komentar:

  1. Bapak sangat menginspirasi dan selalu memberikan motivasi ....trmksh ftony 😀
    jos...sukses selalu bapak

    BalasHapus
  2. tulisan yang bagus, enak dibacanya, semangat berkarya, semangat menginspirasi

    BalasHapus
  3. Pak Nanang Mantap Motivasinya .....Terimakasih dah berkunjung dan berkenan suport.....mf br sempat main

    BalasHapus
  4. Joss resume Pak Nanang. Informatif, lengkap, dan rapi.

    BalasHapus
  5. wes jadi penulis nih.lanjut

    BalasHapus
  6. Luar Biasa Mantap....Truslah Berjuang pasti Kau Raih Kemenangan

    BalasHapus

Silahkan komentar ya...