AWAS! MENULIS BISA MEMBUAT ANDA GILA
Oleh: Nanang M. Safa'
Menulis bukanlah pekerjaan sulit. Kita tinggal pegang pena lalu mulai menggoreskannya di selembar kertas. Atau kita tinggal membuka layar Mcrosoft Word lalu mulai meneyentuh tombol-tombol keyboard di hadapan kita. Dimulai dari satu huruf kemudian merangkai sebuah kata, dari sebuah kata dirangkai menjadi sebuah kalimat, dan dari sebuah kalimat dirangkai menjadi sebuah paragrap. Demikian seterusnya hingga tersusun sebuah naskah tulisan yang utuh, lalu siap dinikmati. Kata kuncinya hanya satu, action.
Eva Hariyati Israel (Sahabat Rumah Belajar NTT 2020) ketika menjadi nara sumber pada acara Pelatihan Menulis untuk Guru Angkatan 17 dalam paparannya yang diberi judul “Pengalaman menjadi Penulis Buku Kilat” menceritakan pengalamannya ketika mengawali karirnya sebagai penulis. Awalnya beliau juga dihantui perasaan tidak pd (percaya diri), canggung, tidak yakin dengan kemampuannya, tidak fokus serta berbagai hambatan yang memang dialami oleh setiap penulis pemula. Untung saja Eva segera menyadari bahwa apa yang dialaminya tersebut bukan hal yang baik. Eva mulai mengidentifikasi segala masalah yang mengganggunya itu dan merubahnya menjadi sebuah motivasi. Setahap demi setahap Eva memulainya hingga bisa mengantarnya menjadi penulis sukses. Kesuksesan itu dibuktikannya dengan melahirkan buku hanya dalam 7 hari. Amazing, suatu hal yang mustahil namun ternyata tidak. Kuncinya adalah hilangkan keraguan, hargai potensi yang dianugerahkan Allah serta yakinkan diri bahwa hambatan akan bisa ditaklukkan. “Hadza min fadli rabbi” (ini adalah karunia dari Allah semata), demikian berkali-kali Eva nyatakan sebagai ungkapan rasa syukur atas capaiannya.
Bagaimana dengan kita?
Tumpukan Ide
Jika kita masih sering merasa kesulitan mendapatkan ide untuk bisa dijadikan sebuah tulisan, sebenarnya bukanlah demikian yang sedang kita rasakan. Melainkan otak kita sedang dipenuhi oleh ide. Maka saking banyaknya ide yang ada di dalam otak kita itu, membuat kita merasa kebingungan ide mana yang pertama kali ingin kita tuangkan dalam tuliskan.
Menulis itu awalnya memang akan terasa sulit, bahkan mau memulai saja sudah bingung. Ada saja yang menjadi batu sandungan ketika kita ingin menulis. Kekosongan ide, kehabisan kata-kata, bingung harus mulai dari mana, tulisan tidak nyambung, tidak runtut dan seterusnya. Itu semua sudah menjadi permasalahan dari dulu sampai sekarang khususnya bagi para penulis pemula. Lantas apa yang harus dilakukan? Jawabannya hanya satu, harus tetap fokus untuk menulis, jangan sampai berhenti menulis. Berhenti menulis sama dengan menyerah sebelum bertanding. Dan ketika sudah menyerah maka selanjutnya sudah pasti kita akan gagal, selamanya. Akhirnya hanya tinggal menunggu satu kata akhir “menyesal” di kemudian hari.
Memang berat di awal. Tapi yakinlah akan terasa ringan setelah beberapa langkah kita tempuh. Bahkan lama-lama tidak akan terasa lagi membebani. Tulisan kita akan terasa mengalir seperti air, dari hulu menuju ke hilir. Kita akan dapat menghasilkan karya tulis berkualitas dan bermanfaat bagi banyak orang. Jika kita sudah bisa sampai pada tahap ini barulah kita akan bisa tersenyum dan merasakan manisnya buah perjuangan kita tempo dulu.
Masih Suka Berdalih Sibuk?
Seringkali kita menjadikan kesibukan sebagai ketidaksungguhan kita untuk menulis. Jika kita mau sedikit jujur, mestinya kita akan merasa malu mengatakan hal itu. seberapa sibukkah kita jika dibandingkan dengan Gus Dur dan Kuntowijoyo. Padahal tanpa kita sadari waktu senggang kita di sela-sela kesibukan hanya kita habiskan untuk mengobrolkan hal-hal yang tidak ada ujung pangkalnya. Jika kita seorang guru misalnya, bisa saja di sela-sela jam mengajar kita sempatkan waktu untuk menulis satu kalimat hingga satu paragrap. Jika saja kita bisa memaksimalkan waktu “receh” seperti ini, maka kita akan bisa menghasilkan lusinan karya tulis yang akan membuat waktu kita lebih bermakna.
Nah, sepertinya kita harus mulai membangun kesadaran dalam diri kita bahwa sesibuk apapun, kita masih punya cukup waktu untuk menulis. Marilah kita rubah mindset dalam otak kita untuk tidak menjadikan rutinitas keseharian kita sebagai dalih untuk tidak menulis. Marilah kita motivasi diri kita untuk bisa menghasilkan karya tulis (syukur-syukur bisa dalam bentuk buku) sebagai bentuk sumbangsih nyata kita di dunia pendidikan. Menulis tidak akan menganggu rutinitas keseharian kita. Menulis tidak akan mengurangi keasyikan kita dalam menikmati waktu istirahat. Menulis juga tidak akan mengurangi kehappyan kita bercengkerama bersama keluarga. Justru dengan menulis semua rutinitas keseharian, keasyikan dan kehappyan itu akan terabadikan dalam tulisan. Kita tinggal mengolahnya sesuai dengan selera kita. Mau dikemas menjadi artikel, tips dan trik, cerpen, puisi atau yang lainnya, semua tinggal meracik bumbunya agar terasa lezat ketika dihidangkan.
Menulis Bisa Membuat Anda Gila
Menakutkan bukan? Ya, menulis memang bisa membuat kita menjadi gila. Menulis itu seperti candu yang memabukkan. Ketika kita sudah bisa merasakan fly karena nikmatnya menulis, maka kita akan merasa enggan untuk berhenti menulis. Menulis dan terus menulis. Itulah yang ingin terus kita lakukan. Menulis juga seperti wanita cantik yang mempesonakan. Siapakah orangnya yang tidak akan tergila-gila dan selalu merindu dengan seorang wanita cantik yang aduhai? Seseorang yang mendedikasikan hidupnya untuk menulis, maka baginya tiada yang bisa membuatnya happy selain bisa menghasilkan karya tulis. Jika saja tubuhnya bisa diajak kompromi maka maunya menulis dan terus menulis. Bahkan dalam keadaan sakit sekalipun dia masih ingin menulis dan terus menulis. Coba baca kisah hidup KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) atau Kuntowijoyo. Bagi orang-orang seperti mereka, menulis sudah menjadi bagian dari nafas kehidupannya. Mereka adalah kelompok orang-orang yang memiliki kegilaan dalam menulis.
Mampukah kita menjadi penulis seperti Gus Dur dan Kuntowijoyo? Pertanyaan ini sebenarnya sangat subyektif. Jawabannya tergantung pada masing-masing orang sesuai kadar keyakinannya. Namun mestinya kita menjawab dengan tegas, “mampu”. Eva (yang saya ceritakan di awal tulisan ini) sudah membuktikannya. Di awal karirnya sebagai penulis, dia sudah bisa menulis buku dalam waktu 7 hari. Eva mengakui, hal itu sepertinya menjadi hal yang mustahil namun berkat kesungguhan dan ketekunannya, Eva bisa membaliknya menjadi kenyataan. Kita tentu tidak akan pernah bisa menjadi seperti mereka, 10 %-nya saja mungkin tidak bisa selagi kita suka memvonis diri sendiri sebagai orang yang tidak memiliki peluang menjadi pemenang dan pada akhirnya seperti persangkaan kita, kita hanya akan menjadi pecundang.
Bagaimana, sudah siapkah Anda menjadi “gila” bersama saya?
Mantap... super...tetap semangat sehat dan sukses slalu...aamiin
BalasHapusInspiratif untuk penulis pemula seperti saya. Terima kasih untuk ilmunya
BalasHapusKreeen tulisannya.. Semoga kita sukses aamiin
BalasHapusIni sih penulis profesional. Mantaps
BalasHapusMantaap..
BalasHapusKeren pak...bukan tulisan pemula lagi...sudah jadi penulis yg sesungguhnya
BalasHapussudah ada peta konsepnya
BalasHapusTetap semangat dan lanjutkan bapak punya bakat sebagai penulis terkenal semoga sukses dan selalu diberikan kesehatan bersama keluarga Aamiin
BalasHapusMantul Bapak, lanjutkan...👍
BalasHapuskeren, mantap, luar biasa. semangat berkarya semangat menginspirasi
BalasHapusSuper sekali, inspiratif. Aku ingat, ketika di SWANTARA PGA Tulungagung, Bapak memang jago nuls. Matur suwun motifasinya.
BalasHapus