PROPOSAL PENELITIAN
MANAJEMEN KEUANGAN
DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
(Studi Multi Kasus di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Model
Prigi dan
Madrasah Ibtidaiyah Karanggandu Kecamatan Watulimo
Kabupaten Trenggalek)
A.
Latar Belakang Masalah
Lembaga pendidikan Islam sebagaimana lembaga pendidikan
pada umumnya memiliki tanggung jawab berat dalam mewujudkan cita-cita luhur
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk kepribadian bangsa yang berbudi
luhur serta mempersiapkan sumber daya
manusia yang berkualitas sehingga mampu berkompetisi dalam persaingan
dunia global. Dengan demikian satu kata kunci untuk mencapai itu semua adalah
peningkatan mutu pendidikan tidak bisa ditunda-tunda lagi. Peningkatan kualitas pendidikan bukanlah
tugas ringan karena tidak hanya berkaitan dengan permasalahan teknis, tetapi
mencakup berbagai persoalan yang sangat rumit dan kompleks, baik yang
menyangkut perencanaan, pendanaan, maupun efisiensi dan efektifitas
penyelenggaraan sistem sekolah.[1]
Pada dasarnya pemerintah telah melakukan berbagai upaya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Salah satu kebijakan yang
mencerminkan upaya pemerintah ini adalah dengan menerapkan kebijakan paling
mendasar terkait penanggungjawab penyelenggara pendidikan yang semula bersifat
sentralistik menjadi bersifat desentralistik. Perubahan tersebut ditandai
dengan diterbitkannya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
yang membawa konsekwensi kewenangan daerah sehingga lebih otonom, termasuk
bidang pendidikan.[2]
Dengan diterbitkannya undang-undang tersebut tentu akan
berimplikasi pada kebijakan pemerintah daerah dan juga lembaga pendidikan
bersangkutan dalam menentukan arah kebijakan, termasuk pada perumusan
program-program pendidikan dan pembelajaran serta nilai-nilai yang akan
ditanamkan pada peserta didiknya. Program-program suatu lembaga pendidikan tidak dapat
dilepaskan dari upaya-upaya pemerintah daerah dan lembaga pendidikan
bersangkutan dalam mendesain dan mengarahkan tujuan pendidikannya pada tataran
intelektual dan tataran nilai yang akan diinginkan, sebab setiap daerah dan
setiap lembaga pendidikan memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda baik
tingkat perumusan program maupun pada tingkat pelaksanaannya, walaupun secara
adminstratif harus tetap mengacu pada peraturan pemerintah pusat. Jadi konsep
ideal kewenangan pemerintah daerah dalam hal pendidikan adalah memberi ruang
yang lebih luas kepada sekolah untuk menyelenggarakan programnya, sehingga
layanan belajar menjadi semakin menarik dan kompetitif.[3] Untuk
mewujudkan pendidikan yang berkualitas, perlu adanya pengelolaan secara
menyeluruh dan profesional terhadap sumberdaya yang ada dalam lembaga
pendidikan. Salah satu sumberdaya yang harus dikelola dengan baik adalah
masalah keuangan.
Proses pendidikan dan pembelajaran merupakan kegiatan
terencana yang dalam penyusunannya tidak dapat lepas dari faktor pembiayaan.
Hal ini karena di dalam pelaksanaannya, ada banyak hal yang harus dilakukan,
disiapkan, dan selanjutnya diadakan agar proses berlangsung lancar. Berbagai
hal harus disiapkan dan disediakan oleh pengelola pendidikan, khususnya sarana
dan prasarana pendidikan dan pembelajaran. Dengan dana ini, semua sarana dan
prasarana serta operasional pendidikan dapat disediakan oleh sekolah.[4]
Kelengkapan sarana dan prasarana pembelajaran akan berimplikasi pada semangat
siswa untuk belajar dan memudahkan guru dalam mengajar.
Sedangkan soal yang menyangkut keuangan di sekolah pada
garis besarnya berkisar pada: uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), uang
kesejahteraan personel dan gaji, serta keuangan yang berhubungan langsung
dengan penyelenggaraan sekolah seperti perbaikan sarana dan peningkatan mutu
pendidikan.[5]
Pengelolaan keuangan secara umum sebenarnya telah
dilakukan dengan baik oleh semua sekolah. Hanya kadar substansi pelaksanaannya
yang beragam antara sekolah yang satu dengan yang lain. Adanya keberagaman ini
sangat dipengaruhi oleh status sekolah bersangkutan, letak/lokasi sekolah serta
jumlah siswa di sekolah itu sendiri. Pada sekolah-sekolah biasa yang daya
dukung masyarakatnya masih tergolong rendah, pengelolaan keuangannya masih
sederhana. Sedangkan pada sekolah-sekolah yang daya dukung masyarakatnya
tinggi, tentu saja pengelolaan keuangannya cenderung menjadi lebih rumit.
Kecenderungan ini dilakukan karena sekolah harus mampu menampung berbagai
kegiatan yang semakin banyak dan beragam sesuai tuntutan masyarakat.
Pendidikan dianggap sebagai suatu investasi paling
berharga dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk pembangunan suatu
bangsa. Seringkali kebesaran suatu bangsa diukur dari sejauh mana masyarakatnya
mengenyam pendidikan. Semakin tinggi pendidikan suatu bangsa maka semakin
majulah bangsa tersebut. Kualitas pendidikan tidak hanya dilihat dari kemegahan
fasilitas pendidikan yang dimiliki, tetapi sejauh mana output suatu lembaga
pendidikan dapat membangun manusia yang paripurna sebagaimana tahapan
pendidikan.[6]
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh lembaga survey pendidikan menunjukkan kemerosotan
pendidikan di Indonesia.
Pada tahun 2011 World Bank
menyimpulkan kualitas
pendidikan di Indonesia masih
rendah. Survey yang melibatkan 50 negara di dunia menempatkan pendidikan
Indonesia lebih rendah
dibawah Brasil dan Meksiko. Survei dilakukan
terhadap sistem pendidikan di 50 negara,
dengan memadukan hasil tes internasional dan data-data, seperti tingkat
kelulusan antara 2006 dan 2010 yang diambil berdasarkan tes setiap tiga atau
empat tahun di berbagai
bidang, termasuk matematika, sains, dan kesusastraan.[7]
Sementara berdasarkan data dalam Education
for All (EFA) Global Monitroring Report 2011 yang dikeluarkan UNESCO
dan diluncurkan di New York pada Senin, 1 Maret 2011, indeks
pembangunan pendidikan Indonesia berada pada urutan 69 dari 127 negara yang
disurvei. Lembaga yang selalu memonitor perkembangkan pendidikan di berbagai negara
di dunia setiap tahun itu menempatkan kualitas pendidikan Indonesia masih lebih
baik daripada Filipina, Kamboja, dan Laos. Tetapi apa artinya dengan
membandingkannya dengan tiga negara yang memang selama ini peringkatnya tidak
pernah berada di atas Indonesia. Survei ini menggunakan empat tolok ukur, yaitu angka partisipasi
pendidikan dasar, angka melek huruf pada anak usia 15 tahun ke atas, angka
partisipasi menurut kesetaraan jender, dan angka bertahan siswa hingga kelas V SD. Di Jawa Timur saja beberapa waktu lalu pemerintah
provinsi Jawa Timur mengumumkan dari 37 juta penduduk Jawa Timur masih terdapat
kurang lebih 6 juta penduduk yang masih buta huruf. Begitu juga dengan tolok
ukur mengenai kesetaraan jender dalam praktik pendidikan masih jauh dari
angka ideal. Kendati isu kesetaraan jender terus dikumandangkan dan pemerintah
secara khusus mengangkat menteri untuk menangani masalah perempuan, pembangunan
kesetaraan jender masih menemui banyak kendala di Indonesia. Malah ada yang
menganggap kesetaraan jender adalah agenda masyarakat Barat dan
bertentangan dengan nilai budaya bangsa, lebih-lebih nilai agama (Islam).[8]
Di
Tingkat Asia saja saat ini Indonesia masih tertinggal dari Brunei Darussalam yang berada
di peringkat ke-34. Brunai Darussalam masuk kelompok pencapaian tinggi bersama
Jepang, yang mencapai posisi nomor satu Asia. Adapun Malaysia berada di
peringkat ke-65 atau masih dalam kategori kelompok pencapaian medium seperti
halnya Indonesia. Meskipun demikian posisi Indonesia saat ini masih jauh lebih baik
dari Filipina (85), Kamboja (102), India (107), dan Laos (109).[9]
Dari paparan di atas tampak jelas bahwa manajemen
keuangan merupakan satu hal penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Oleh karena itu peneliti ingin menggali informasi dan temuan hasil penelitian
yang berkenaan dengan manajemen keuangan atau pendanaan yang efektif dalam
meningkatkan mutu pendidikan di MIN Model Prigi Kecamatan Watulimo dan MI
Karanggandu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek.
Pemilihan lokasi penelitian di MIN Model Prigi Kecamatan
Watulimo sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut: (1)
madrasah ini merupakan satu-satunya madrasah berstatus negeri dan menjadi
percontohan (model) pendidikan dasar di bawah naungan Kementerian Agama
Kabupaten Trenggalek, (2) MIN Model Prigi Watulimo termasuk salah satu madrasah
yang mendapat bantuan proyek Madrasah Education Development Project
(MEDP), (3) jumlah murid di MIN Model Prigi Watulimo paling banyak untuk
lingkup pendidikan tingkat dasar (SD/MI) di wilayah Kecamatan Watulimo yaitu
sekitar 400 siswa pada tahun pelajaran 2012/2013, serta (4) sarana dan
prasarana yang dimiliki cukup lengkap dan memadai.
Sedangkan pertimbangan pemilihan lokasi penelitian di MI
Karanggandu Kecamatan Watulimo adalah: (1) MI Karanggandu Watulimo merupakan
satu-satunya madrasah tingkat dasar yang dikelola swasta yang cukup maju di
wilayah Kecamatan Watulimo, (2) MI Karanggandu Watulimo merupakan satu-satunya
MI swasta di Watulimo yang mendapat bantuan proyek Madrasah Educatioan
Development Project (MEDP), (3) memiliki jumlah siswa paling banyak di
wilayah Kecamatan Watulimo untuk MI swasta yakni sekitar 300 siswa, (3) animo
masyarakat cukup tinggi untuk memasukkan anaknya ke madrasah ini sehingga
memiliki prospek cerah dalam pengembangannya ke depan.
Berawal dari fakta dan paparan latar belakang masalah di
atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang yang berfokus pada
manajemen keuangan dengan judul “Manajemen Keuangan dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan (Studi Multi Situs di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Model Prigi dan
Madrasah Ibtidaiyah Karanggandu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek)”.
B.
Fokus Penelitian
Berdasarkan
uraian di atas, maka penelitian ini difokuskan pada Manajemen Keuangan dengan
rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana perencanaan keuangan dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Model Prigi dan
Madrasah Ibtidaiyah Karanggandu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek?
2.
Bagaimana penggunaan keuangan dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah
Ibtidaiyah Negeri Model Prigi dan Madrasah Ibtidaiyah Karanggandu Kecamatan
Watulimo Kabupaten Trenggalek?
3.
Bagaimana pertanggungjawaban keuangan dalam meningkatkan mutu pendidikan di
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Model Prigi dan Madrasah Ibtidaiyah Karanggandu
Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek?
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka tujuan
penelitian yang dilakukan adalah:
1.
Untuk mengetahui perencanaan keuangan dalam meningkatkan mutu
pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri
Model Prigi dan Madrasah Ibtidaiyah Karanggandu Kecamatan Watulimo Kabupaten
Trenggalek?
2.
Untuk mengetahui penggunaan keuangan dalam meningkatkan mutu pendidikan di
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Model Prigi dan Madrasah Ibtidaiyah Karanggandu
Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek?
3.
Untuk mengetahui pertanggungjawaban keuangan dalam meningkatkan mutu
pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Model Prigi dan Madrasah Ibtidaiyah
Karanggandu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek?
D.
Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi berbagai pihak terutama yang berperan dalam dunia pendidikan. Adapun
kegunaan yang diharapkan adalah sebagai berikut:
a.
Kegunaan secara teoritis
Memberikan
kontribusi keilmuan bagi ilmu pendidikan terutama mengenai konsep implementasi
manajemen keuangan di lembaga pendidikan Islam tingkat dasar.
b.
Kegunaan secara praktis
1.
Bagi pihak MIN Model Prigi dan MI Karanggandu Kecamatan Watulimo Kabupaten
Trenggalek, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang
manajemen keuangan dalam meningkatkan mutu pendidikan.
2.
Bagi peneliti sendiri, hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan peneliti dalam praktik manajemen keuangan di Madrasah Ibtidaiyah.
E.
Penegasan Istilah
1.
Penegasan istilah secara konseptual.
Manajemen keuangan (financial management) adalah
segala aktifitas organisasi yang berhubungan dengan bagaimana memperoleh dana,
menggunakan dana, dan mengelola aset sesuai tujuan organisasi secara
menyeluruh.[10]
Dengan demikian, manajemen keuangan sekolah merupakan rangkaian aktivitas
mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan,
pengawasan, dan pertanggungjawaban keuangan sekolah.[11]
Mutu adalah derajat keunggulan suatu produk atau hasil
kerja, baik berupa barang atau jasa.[12]
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan mutu adalah ukuran,
baik buruk suatu benda; taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan); kualitas.[13]
Sementara jika dilihat dari sisi pendidikan, mutu
pendidikan dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara
operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan
sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut
norma/standar yang berlaku.[14]
Mutu pendidikan juga mengandung pengertian derajat keunggulan dalam pengelolaan
pendidikan secara efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan akademis dan
ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang
pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu.[15]
2.
Penegasan istilah secara operasional.
Secara operasional yang dimaksud penulis dalam judul
“Manajemen Keuangan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan (Studi Multi Situs di
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Model Prigi dan Madrasah Ibtidaiyah Karanggandu
Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek)” adalah suatu penelitian ilmiah untuk
memperoleh keterangan atau data-data mengenai bagaimana perencanaan,
penggunaan, dan pertanggungjawaban keuangan serta unsur-unsur pendukung dan
penghambat dalam manajemen keuangan sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan
di kedua madrasah tersebut.
F.
Tinjauan Pustaka
Secara etimologi, kata manajemen berasal dari bahasa
Perancis Kuno menagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan
mengatur. Dalam bahasa Inggris, kata manajemen berasal dari kata to manage
artinya mengelola, membimbing dan mengawasi. Jika diambil dalam bahasa Italia,
berasal dari kata maneggiare memiliki arti mengendalikan, terutamanya
mengendalikan kuda. Sementara itu dalam bahasa Latin, kata manajemen berasal
dari kata manus yang berarti tangan dan agere yang berarti
melakukan, jika digabung memiliki arti menangani.[16]
Secara terminologi, para ahli tidak memiliki rumusan yang
sama tentang definisi manajemen. Stoner sebagaimana dikutip Handoko merumuskan
manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber-sumber
daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.[17]
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia secara efektif, yang didukung oleh
sumber-sumber lainnya dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. [18]
Manajemen juga diartikan sebagai usaha yang sistematis
dalam mengatur dan menggerakkan
orang-orang yang ada dalam organisasi agar mereka bekerja dengan sepenuh
kesanggupan dan kemampuan yang dimilikinya.[19]
Nanang Fatah mengartikan manajemen sebagai suatu proses merencana,
mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala
aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.[20]
Sedangkan manajemen pendidikan sendiri mengandung arti
suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan secara produktif dan bagaimana menciptakan suasana yang
baik bagi manusia yang turut serta dalam mencapai tujuan yang disepakati
bersama.[21]
Salah satu obyek garapan dalam manajemen pendidikan
adalah menajemen keuangan. Kegiatan di sekolah yang sangat kompleks membutuhkan
pengaturan keuangan yang baik. Keuangan di sekolah merupakan bagian yang amat
penting sebab setiap kegiatan membutuhkan pendanaan (uang). Untuk itu perlu
manajemen keuangan yang baik sehingga seluruh program sekolah yang telah
disusun dapat terlaksana dengan baik. Manajemen keuangan (financial
management) mengandung makna segala aktivitas organisasi yang berhubungan
dengan bagaimana memperoleh dana, menggunakan dana, dan mengelola aset sesuai
tujuan organisasi secara menyeluruh.[22]
Di dalam manajemen keuangan sekolah terdapat rangkaian aktivitas terdiri dari
perencanaan program sekolah, perkiraan anggaran, dan pendapatan yang diperlukan
dalam pelaksanaan program, pengesahan dan penggunaan anggaran sekolah .[23]
Sedangkan mutu menurut Sudarwan Danim dapat didevinisikan
sebagai derajat keunggulan suatu produk atau hasil kerja, baik berupa barang atau
jasa.[24] Sedangkan
D.L. Goetsch dan S. Davis, seperti dikutip Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, mendefinisikan
mutu sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.[25]
Sementara itu, jika dilihat dari segi korelasi mutu
dengan pendidikan, sebagaimana dikemukakan oleh Djaujak Ahmad, bahwa mutu
pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan
efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga
menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang
berlaku.[26]
Menurut Oemar Hamalik, pengertian mutu dapat dilihat dari
dua sisi, yaitu segi normatif dan segi deskriptif. Dalam arti normatif, mutu
ditentukan berdasarkan pertimbangan (kriteria) intrinsik dan ekstrinsik.
Berdasarkan kriteria intrinsik, mutu pendidikan merupakan produk pendidikan
yakni manusia yang terdidik, sesuai dengan standard ideal. Berdasarkan kriteria
ekstrinsik, pendidikan merupakan instrumen untuk mendidik tenaga kerja yang
terlatih. Adapun dalam arti deskriptif, mutu ditentukan berdasarkan keadaan
senyatanya, misalnya hasil tes prestasi belajar.[27]
Sudarwan Danim memiliki pandangan lain tentang mutu
pendidikan, yakni mengacu pada masukan, proses, luaran, dan dampaknya. Mutu
masukan dapat dilihat dari beberapa sisi. Pertama, kondisi baik atau
tidaknya masukan sumber daya manusia, seperti kepala sekolah, guru, laboran,
staf tata usaha, dan siswa. Kedua, memenuhi atau tidaknya kriteria
masukan material berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum, prasarana, sarana
sekolah, dan lain-lain. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan
yang berupa perangkat lunak, seperti peraturan, struktur organisasi, dan
deskripsi kerja. Keempat, mutu masukan yang bersifat harapan dan
kebutuhan, seperti visi, motivasi, ketekunan, dan cita-cita. Mutu proses
pembelajaran mengandung makna bahwa kemampuan sumber daya sekolah
mentransformasikan multi jenis masukan dan situasi untuk mencapai derajat nilai
tambah tertentu dari peserta didik. Dilihat dari hasil pendidikan, mutu
pendidikan dipandang berkualitas jika mampu melahirkan keunggulan akademis dan
ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang
pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu.[28]
Dengan demikian kualitas jasa pendidikan dapat diketahui
dengan cara membandingkan persepsi pelanggan atas pelayanan yang diperoleh atau
diterima secara nyata oleh mereka dengan dengan pelayanan yang sesungguhnya
diharapkan. Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, pelayanan dapat
dikatakan bermutu. Sebaliknya, jika kenyataan kurang dari yang diharapkan,
pelayanan dapat dikatakan tidak bermutu. Namun, apabila kenyataan sama dengan
harapan, maka kualitas pelayanan disebut memuaskan. Dengan demikian, kualitas
pelayanan dapat didefinisikan seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan
harapan para pelanggan atas layanan yang diterima mereka.[29]
G.
Penelitian Terdahulu
Sejauh yang diketahui oleh penulis, penelitian tentang
manajemen keuangan masih cukup sulit ditemui dalam bentuk buku, jurnal ilmiah,
skripsi maupun tesis, apalagi yang berhubungan dengan upaya untuk meningkatkan
mutu pendidikan. Faktor keengganan dari
para peneliti dan adanya anggapan “tabu” bagi sebagian pemegang kekuasaan di
masing-masing instansi, perusahaan atau organisasi untuk membuka diri terhadap
penelitian tentang keuangan yang menjadi “rahasia intern” instansi, perusahaan atau organisasi bersangkutan,
menjadi penyebab utama sedikitnya hasil-hasil penelitian tentang manajemen
keuangan yang terpublikasikan ke media.
Namun demikian ada beberapa judul penelitian serupa yang masih
bersinggungan langsung dengan masalah keuangan/pendanaan, antara lain:
1.
Judul penelitian “Manajemen Pembiayaan Pendidikan (Studi Kasus di SD
Islam Unggulan Bazra Sragen Tahun Ajaran 2005/2006), Sri Suranto (STAIN
Surakarta, 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen yang
diterapkan di SD Islam Unggulan Bazra Sragen sudah sesuai dengan fungsi dan
manajemen pembiayaan pendidikan dalam ruang lingkup administrasi pendidikan.[30]
2.
Judul penelitian “Pengelolaan Biaya Pendidikan” oleh Harsono (STAIN
Surakarta, 2007) yang meneliti tentang budget sekolah yang merupakan
serangkaian kegiatan sekolah, pendapatan sekolah, biaya-biya yang harus dibayar
pada waktu tertentu dan pada waktu yang akan datang. Budget sekolah
meliputi master budget yaitu budget lengkap yang dimiliki sekolah. Budget
dibuat oleh tim sekolah, namun jika warga sekolah tidak memiliki keahlian untuk
menyusun budget sekolah, maka sekolah dapat menyerahkan kepada pihak
lain yang kompeten. Penelitian Harsono ini menyimpulkan bahwa kemampuan
menyusun budget sekolah yang meliputi kegiatan dan program harus
dikerjakan oleh sekolah dari waktu ke waktu, secara transparan, akuntabel
dan responsibel.[31]
3.
Judul penelitian “Transparansi Manajemen Keuangan (Studi di Pondok
Pesantren Salaf dan Modern Masyithoh di Desa Bolo, Wonosegoro, Boyolali Tahun
Ajaran 2008/2009)”, oleh Ichsani (STAIN Surakarta, 2008). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa manajemen keuangan di pondok pesantren ini sudah
transparan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek yang mengarah kepada
perwujudan transparansi meliputi penyusunan anggaran, pembukuan keuangan,
evaluasi keuangan dan pertanggungjawaban.[32]
Penelitian-penelitian di atas lebih menitikberatkan pada masalah manajemen
pembiayaan atau keuangan serta trasparansi manajemen keuangan saja, belum
menyentuh pada tataran implikasinya terhadap peningkatan mutu pendidikan di
lembaga bersangkutan. Maka dari itu peneliti sangat tertarik untuk meneliti
manajemen keuangan dalam kaitannya dengan perencanaan keuangan, penggunaan
keuangan, dan pertanggungjawaban keuangan dalam meningkatkan mutu pendidikan di
MIN Model Prigi dan MI Karanggandu sebagaimana judul tesis yang penulis ajukan
yaitu “Manajemen Keuangan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan (Studi Multi
Situs di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Model Prigi dan Madrasah Ibtidaiyah
Karanggandu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek”.
I. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian
Fokus penelitian dalam tesis ini adalah
manajemen keuangan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Untuk mengungkap
substansi penelitian ini diperlukan pengamatan mendalam dan dengan latar yang
alami (natural setting). Dengan demikian pendekatan yang diambil
adalah pendekatan kualitatif yakni metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisa
data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada generalisasi.[33]
Pendekatan kualitatif ini digunakan karena
beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif apabila berhadapan dengan
kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakekat
hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih peka
dan lebih dapat menyelesaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.[34]
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan
keberadaan dua lembaga pendidikan dasar di bawah lingkup Kementerian Agama
sekaligus dengan status berbeda yakni Madrasah Ibtidaiyah Negeri Model
Prigi dan Madrasah Ibtidaiyah
Karanggandu Watulimo Trenggalek yakni tentang manajemen keuangan dalam
meningkatkan mutu pendidikan, maka jenis penelitian adalah penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk
mendeskripsikan kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh,
proses yang sedang berlangsung, akibat yang sedang terjadi atau kecenderungan
yang tengah berkembang.[35]
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan “apa
adanya” tentang suatu variabel, gejala atau keadaan.[36]
Dalam penelitian deskriptif, ada beberapa
variasi yaitu: studi perkembangan, studi kasus, studi multi kasus, studi
kemasyarakatan, studi perbandingan, studi hubungan, studi lanjut, studi
kecenderungan, analisis kegiatan, dan analisis dokumen atau isi.[37]
Dalam hal ini rancangan penelitian
yang peneliti lakukan adalah studi multi kasus yakni bertujuan untuk
mendapatkan hasil yang lebih valid dengan membandingkan data dari dua tempat
penelitian yang berbeda.
Situs yang pertama adalah MIN Model Prigi yang
terletak di Desa Prigi Kecamatan Watulimo Trenggalek dan situs kedua adalah MI
Karanggandu Watulimo Trenggalek. Beberapa perbedaan dari kedua tempat
penelitian ini adalah: (a) MIN Model Prigi berstatus negeri dan merupakan
sekolah model (percontohan) sedangkan MI Karanggandu dikelola lembaga swasta
yakni dibawah naungan Ma’arif, (b) MIN Model Prigi didominasi oleh pendidik dan
tenaga kependidikan berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil) yakni lebih dari 75 %,
sedangkan MI Karanggandu didominasi oleh pendidik dan tenaga kependidikan
swasta berstatus honorer dan satu-satunya yang berstatus PNS adalah kepala
madrasahnya. Kedua perbedaan mendasar ini tentu berpengaruh besar terhadap
manajemen keuangan di kedua lembaga pendidikan Islam tersebut.
2.
Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian kualitatif, peran peneliti sangat penting yakni sebagai instrumen kunci. Hal ini dapat difahami bahwa keabsahan data nanti
akhirnya diserahkan pada subyek penelitian, apakah data yang diperoleh maupun
analisisnya benar-benar sesuai dengan persepsi/pandangan subyek. Oleh karena
itu kehadiran peneliti berperan sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data,
penganalisis, penafsir data, dan sekaligus melaporkan hasil penelitian.[38]
Untuk memenuhi kriteria tersebut,
peneliti berupaya menjalin hubungan baik dengan para informan selama penelitian
berlangsung dengan melakukan perbincangan agar menambah keakraban dan
keterbukaan informasi. Namun demikian,
peneliti tetap
hati-hati dan cermat serta selektif dalam mencari, memilih, dan menyaring data, sehingga data
yang terkumpul benar-benar relevan dan terjamin keabsahannya. Sebagai
penelitian ilmiah, peneliti
berusaha sedapat mungkin menghindari subyektifitas dan memperhatikan
fakta-fakta yang ada serta menjaga
terjadinya pandangan curiga dari pengelola madrasah sehingga
informan merasa tidak sedang diteliti dan dapat memberikan informasi secara obyektif (apa adanya) dan tidak mengada-ada dengan tujuan
tertentu.
3.
Lokasi Penelitian
Lokasi dalam
penelitian ini adalah Madrasah Ibtidaiyah Negeri Model Prigi Watulimo
Trenggalek yang beralamat di Dusun Sumber RT.
RW. Desa Prigi Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek yakni berjarak
sekitar 1 km ke arah utara dari kantor Kecamatan Watulimo. Sedangkan Madrasah Ibtidaiyah
Karanggandu beralamat di Dusun Gading RT. 09 RW. 03 Desa Karanggandu Kecamatan
Watulimo Kabupaten Trenggalek, yakni berjarak sekitar 1,5 km ke arah selatan
dari kantor Kecamatan Watulimo.
4.
Sumber Data
Sumber data kualitatif adalah apa yang dikatakan oleh orang-orang
berkaitan dengan seperangkat pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Yang
merupakan sumber utama data kualitatif adalah data yang diperoleh secara verbal melalui suatu wawancara atau dalam bentuk
tertulis melalui analisa dokumen atau respon survei.[39] Dalam klasifikasinya, sumber data dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu person (sumber data yang berupa orang), place
(sumber data yang berupa tempat), paper (sumber data yang berupa
simbol).[40]
Sedangkan yang dimaksud data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan
bahan untuk menyusun suatu informasi. Sedangkan informasi adalah hasil
pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan.[41]
Sebagaimana yang dikemukakan Moleong bahwa
kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan
sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis dan
melalui perekaman video atau audio tape, pengambilan foto atau film, pencatatan
sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan berperan serta sehingga
merupakan hasil utama gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya.[42]
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah
kata-kata dan tindakan kepala sekolah, bendahara, komite madrasah, pegawai TU,
serta para siswa MIN Model Prigi Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenngalek dan MI
Karanggandu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek.
Adapun sumber data skunder dalam penelitian ini adalah dokumen atau
bahan tertulis atau bahan perpustakaan, yakni buku-buku, artikel, jurnal
ilmiah, dan koran yang membahas masalah-masalah yang relevan dengan penelitian
ini, seperti sejarah madrasah, visi misi,
struktur organisasi, daftar guru dan tenaga kependidikan, dll. Sumber data
sekunder lain adalah dokumentasi foto, seperti foto-foto kegiatan yang
berhubungan dengan manajemen keuangan dalam meningkatkan mutu pendidikan,
segala aktifitas maupun sarana prasarana yang ada, yang dapat memberikan
gambaran nyata pada aspek-aspek yang diteliti, seperti ruang kelas, ruang UKS
(Usaha Kesehatan Sekolah), ruang IT (Informasi Teknologi), ruang lab IPA, ruang
lab bahasa, ruang perpustakaan, musholla, dll.
5.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang
diperlukan.[43]
Pada penelitian kualitatif, pada dasarnya teknik pengumpulan data yang lazim
digunakan adalah observasi partisipan, wawancara mendalam, dan dokumentasi.
Kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi dan wawancara
mendalam untuk menjelajahi dan melacak secara memadai terhadap realitas
fenomena yang tengah distudi.[44]
Maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga teknik tersebut,
yaitu:
a.
Observasi patisipan
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki.[45]
Sedangkan observasi partisipan atau pengamatan terlibat menurut Parsudi
Suparlan sebagaimana dikutip Hamid Patilima merupakan sebuah teknik pengumpulan
data yang mengharuskan peneliti melibatkan diri dalam kehidupan dari masyarakat
yang diteliti untuk dapat melihat dan memahami gejala-gejala yang ada, sesuai
maknanya dengan yang diberikan atau dipahami oleh para warga yang ditelitinya.[46]
Dengan demikian peneliti hadir di lapangan (di
lokasi penelitian) secara langsung untuk mengetahui keberadaan obyek, situasi,
konteks, dan maknanya dalam upaya mengumpulkan data penelitian yakni mengenai
fenomena-fenomena dan hal-hal yang berhubungan dengan manajemen keuangan dalam
meningkatkan mutu pendidikan. Data-data dari pengamatan ini berupa catatan
lapangan.
b.
Wawancara mendalam (indepth interview)
Menurut Michael Quinn Patton sebagaiman dikutip oleh Rulam Ahmadi cara yang utama
dilakukan oleh ahli peneliti
kualitatif untuk memahami persepsi, perasaan dan pengetahuan orang-orang adalah
wawancara mendalam dan intensif. Yang dimaksud dengan wawancara mendalam,
mendetail atau intensif adalah upaya menemukan pengalaman-pengalaman informan
dari topik tertentu atau situasi spesifik yang dikaji. Oleh karena itu, dalam
melaksanakan wawancara untuk mencari data digunakan pertanyaan-pertanyaan yang
memerlukan jawaban berupa informasi.[47] Wawancara atau interview merupakan metode
pengumpulan data yang menghendaki komunikasi secara langsung antara peneliti
dengan subyek atau responden.[48] Hal
paling penting dari wawancara mendalam adalah peneliti berbaur dan mengambil
bagian aktif dalam situasi sosial penelitian, sehingga peneliti dapat
memanfaatkan pendekatan ini untuk mengumpulkan data selengkap-lengkapnya.[49]
Untuk mengatasi terjadinya bias informasi yang diragukan
kesahihannya, maka pada setiap wawancara
dilakukan pengujian informasi dari informan
sebelumnya dan diadakan pencarian
sumber informasi baru. Seperti ketika peneliti mewawancarai kepala sekolah dan
para wakil kepala sekolah, wawancara direkam
dan dipelajari secara mendalam, lalu peneliti berdiskusi dengan
para guru atau informan
lain yang memiliki hubungan erat dengan data-data penelitian yang
ingin dikumpulkan. Selain itu juga dibuatkan panduan
wawancara sesuai
kebutuhan penelitian.
c.
Dokumentasi
Penggunaan teknik dokumentasi bertujuan untuk
melengkapi data yang diperoleh dari teknik observasi partisipan dan wawancara
mendalam.
Dokumen adalah catatan kejadian yang sudah
lampau yang dinyatakan dalam bentuk lisan, tulisan, dan karya bentuk.[50] Dokumen
menurut Pohan (2007) sebagaimana dikutip Andi Prastowo juga bisa berbentuk
arsip-arsip, akta, ijazah, rapor, peraturan perundang-undangan, buku harian, surat-surat
pribadi, catatan biografi, dan lain-lain yang memiliki keterkaitan dengan
masalah yang diteliti.[51]
6.
Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sistesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.[52]
Analisis
data dalam penelitian kualitatif menurut Matthew B. Milles terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan,
yaitu: reduksi data, penyajian data, dan verifikasi atau penarikan
kesimpulan.[53]
1). Reduksi data
Reduksi data merupakan proses berfikir sensitive yang memerlukan
kecerdasan, keluasan, dan kedalaman wawasan yang tinggi.[54] Data yang didapat dari lokasi penelitian dituangkan dalam laporan
secara rinci. Kemudian dalam proses ini peneliti dapat melakukan pilihan-pilihan
terhadap data yang hendak dikode, mana yang akan dihilangkan dan mana yang akan
dipakai sebagai data penelitian.[55] Dengan demikian data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk mendapatkan
data selanjutnya.
3)
Penyajian data
Penyajian
data atau display data
merupakan
proses penyajian sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.[56] Penyajian
data dimaksudkan untuk mempermudah peneliti
melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian tertentu dari penelitian secara
akurat (valid).
4)
Verifikasi data (conclusion drawing)
Dalam
penelitian ini proses verifikasi dilakukan terus menerus selama proses
penelitian berlangsung. Saat memasuki obyek penelitian (lapangan) serta selama
proses pengumpulan data, peneliti berusaha menganalisis serta mencari arti dari
data yang terkumpul, yakni mencari pola-pola, penjelasan,
konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat serta proposisi.[57] Kesimpulan
dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum
pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang
sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi
jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.[58]
Data Collection
|
Data Display
|
Data Reduction
|
Conclusion Drawing
|
Bagan 1. Analisis Data Interaktif Model[59]
Penelitian ini menggunakan studi multi kasus di dua situs
berbeda yakni MIN Model Prigi dan MI Karanggandu. Analisis
data lintas kasus dimaksudkan sebagai proses membandingkan temuan-temuan yang
diperoleh dari tiap-tiap kasus, sekaligus sebagai proses memadukan antar kasus.
Awalnya temuan yang diperoleh dari MIN
Model Prigi disusun kategori dan tema, dianalisis secara
induktif konseptual dan dibuat penjelasan naratif yang selanjutnya dikembangkan
menjadi teori substantif I.
Teori
substantif I dianalisis dengan teori substantif II (temuan di MI
Karanggandu) untuk menemukan
perbedaan karakteristik masing-masing kasus sebagai konsepsi teoritis
berdasarkan perbedaan. Selanjutnya dilakukan analisis lintas kasus antara kasus
I dan kasus II dengan cara yang sama. Analisis akhir ini dimaksudkan untuk
menyusun konsepsi sistematis berdasarkan analisis data dan interpretasi teoritis
yang selanjutnya dijadikan bahan untuk mengembangkan temuan teori substantif.
Temuan sementara
|
Pengumpulan dan analisis data dalam Situs 1
|
Pengumpulan dan analisis data dalam Situs 2
|
Analisis lintas kasus
|
Temuan sementara
|
Temuan akhir
|
Bagan 2. Analisis Lintas Kasus
7.
Pengecekan Keabsahan data
Pengecekan atau pemeriksaan diperlukan untuk
menjamin keabsahan data. pemeriksaan data menganut teknik tertentu yang
dipandang sesuai dengan model penelitian yang dilakukan.
Dalam penelitian kualitatif, ada berbagai
model teknik pemeriksaan keabsahan data, yakni perpanjangan keikutsertaan,
ketekunan pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat, kecukupan referensial,
kajian kasus negatif, pengecekan anggota, uraian rinci, audit kebergantungan,
dan audit kepastian.[60] Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan teknik ketekunan pengamatan, triangulasi,
dan pengecekan sejawat.
Ketekunan pengamatan dilakukan dengan cara
peneliti mengadakan pengamatan secara teliti dan cermat, serta berkesinambungan. Dengan cara seperti
ini maka kepastian data dari urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti
dan sistematis.[61]
Untuk mendukung cara ini, peneliti banyak membaca referensi buku maupun hasil
penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang
diteliti. Dengan membaca ini maka diharapkan wawasan peneliti akan semakin luas
dan tajam, sehingga dapat digunakan untuk memeriksa data yang ditemukan itu
benar/terpercaya atau tidak.
Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data
dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Ada tiga macam
triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi
waktu. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah
diperoleh melalui berbagai sumber. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik berbeda. Sedangkan
triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara,
observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.[62]
Pengecekan
sejawat dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang didapatkan dalam bentuk
diskusi dengan rekan-rekan
sejawat.[63] Dengan diskusi
akan menghasilan
masukan dalam bentuk kritik, saran, arahan, dan lain-lain sebagai bahan
pertimbangan berharga bagi proses pengumpulan data selanjutnya dan analisis
data sementara serta analisis data akhir.
8.
Tahapan-Tahapan Penelitian
Tahapan-tahapan
penelitian dalam penelitian kualitatif menurut Moleong seperti dikutip oleh Ahmad Tanzeh terdiri
dari tahap pralapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisa data, dan tahap
pelaporan hasil penelitian.[64]
Dalam tahap pralapangan, peneliti melakukan
persiapan yang terkait dengan kegiatan penelitian, misalnya mengirim surat ijin
ke tempat penelitian. Apabila tahap pralapangan sudah berhasil dilaksanakan,
peneliti melanjutkan ke tahap berikutnya sampai pada tahap pelaporan penelitian
tentang manajemen keuangan dalam meningkatkan mutu pendidikan di MIN Model
Prigi dan MI Karangandu Watulimo Trenggalek.
Penelitian
ini direncanakan mulai 28 Mei 2013 sampai dengan 24
Agustus 2013. Akan tetapi bila data yang dikumpulkan dirasa belum mencukupi
maka peneliti akan memeperpanjang waktu penelitian hingga tanggal 7 September
2013.
J.
Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan tesis ini dibagi menjadi enam bab,
yaitu:
Bab I: Pendahuluan, membahas tentang: Latar belakang
masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan
penegasan istilah.
Bab II: Kajian pustaka, membahas tentang: Konsep
manajemen keuangan, mutu pendidikan, serta hasil penelitian terdahulu.
Bab III: Metode penelitian, membahas tentang: Pendekatan
dan rancangan penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data,
teknik pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, serta
tahapan-tahapan penelitian.
Bab IV: Paparan data dan temuan penelitian, membahas
tentang: Visi dan misi madrasah, manajemen keuangan madrasah berhubungan dengan
perencanaan keuangan, penggunaan keuangan, dan pertanggungjawaban keuangan.
Bab V: Pembahasan, mencakup: Perencanaan keuangan,
penggunaan keuangan, dan pertanggungjawaban keuangan dalam meningkatkan mutu
pendidikan di MIN Model Prigi dan MI Karanggandu Kecamatan Watulimo Kabupaten
Trenggalek.
BabVI: Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Jamal
Ma’mur, Tips Aplikasi Manajemen Sekolah. Jogjakarta: DIVA Press, 2012.
Ahmad,
Dzaujak, Petunjuk Peningkatan Mutu
Pendidikan di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud, 1996.
Ahmadi, Rulam,
Memahami Metodologi Penelitian Kualitatif.
Malang: Universitas Negeri Malang Press, 2005.
Arikunto,
Suharsimi, Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
______, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Barnawi & M.
Arifin, Manajemen Sarana & Prasarana Sekolah. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012.
B. Milles, Matthew
dan Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-Metode
Baru. Tjetjep Rohendi Rohidi (terj.),
Jakarta: UI Press, 1992.
Bungin, Burhan, Analisis
Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
Danim, Sudarwan, Visi
Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
______, Visi
Baru Manajemen Sekolah; Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademi. Jakarta:
Bumi Aksara, 2008.
Diknas, Pendekatan
Kontekstual (Contekstual Teaching Learning/CTL). Jakarta: Dikdasmen, 2002.
Engkoswara, Paradigma
Manajemen Pendidikan Menyongsong Otonomi Daerah. Bandung: Yayasan Amal
Keluarga, 2001.
Fattah, Nanang, Landasan
Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
Fattah, Nanang
& Abu Bakar, Pengelolaan Keuangan Pendidikan, Pengantar Pengelolaan
Pendidikan. Bandung: Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan UPI, 2001.
Fauzi, Imron, Manajemen
Pendidikan ala Rasulullah. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Hadi, Sutrisno, Metodologi
Research II. Yogyakarta: Andi Ofset, 2000.
Hamalik, Oemar, Evaluasi
Kurikulum. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990.
Handoko, T. Hani
Handoko, Manajemen Edisi 2. Yogyakarta: BPFE-UGM, 2011.
Harsono, Pengelolaan
Pembiayaan Pendidikan. Tesis, STAIN Surakata, 2007.
Hartanti, A.L., Manajemen
Pendidikan. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2011.
Hikmat, Manajemen
Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009.
Ichsani, Transparansi
Manajemen Keuangan, Studi di Pondok Pesantren Salaf dan Modern Masyithoh
di Desa Bolo, Wonosegoro, Boyolali. Tesis, STAIN Surakarta, 2008.
J. Moleong, Lexy,
Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2000.
Mulyasa, E., Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007.
Mulyono, Manajemen
Administrasi & Organisasi Pendidikan. Jogjakarta: AR-Ruzz Media, 2010.
M. Muliono, Anton, Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1993.
Nasution, S., Metodologi
Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito, 1996.
Patttilima, Hamid,
Metode Penelitian Kualitatif.
Bandung: Alfabeta, 2005.
Poerwadarminta, W.J.S.,
Kamus Lengkap Inggris Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1996.
Prastowo, Andi, Metode
Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Jogjakarta:
Ar-ruzz Media, 2012.
Riyatno, Yatim, Metodologi
Penelitian Pendidikan. Surabaya: Penerbit SIC, 2001.
Riyatno, Yatim, Metodologi
Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif. Surabaya: Unesa Press,
2008.
S. Arcaro, Jerome, Pendidikan
Berbasis Mutu, Prinsip-Prinsip dan Tata Langkah Penerapan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005.
S. Sukmadinata,
Nana, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya, 2009.
Safi’i, Asyrof, Metodologi
Penelitian Pendidikan; Aplikasi Praktis Penelitian Pembuatan Usulan (Proposal)
dan Penyusunan Laporan Penelitian. Surabaya: eLKAF, 2005.
Sagala, Syaiful, Manajemen
Berbasis Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: PT. Nimas Multima, 2004.
______, Memahami
Organisasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2009.
Sallis, Edward, Manajemen
Mutu Terpadu Pendidikan. Jogjakarta: IRCiSoD, 2011.
Saroni, Mohammad, Orang
Miskin Harus Sekolah. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Satori, Djam’an dan
Aan Komariyah, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta,
2010.
Sidi, Indra Djati, Menuju
Masyarakat Belajar. Jakarta: Logos, 2003.
Sugiono, Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2001.
Suhardan, Dadang, Organisasi
dan Manajemen Pendidikan Nasional dalam
Pengantar Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Tim Dosen Jurusan Administrasi
Pendidikan UPI, 2001.
Sulistyorini, Manajemen
Pendidikan Islam. Surabaya: Elkaf, 2006.
Suprayogo dan
Thobroni, Metodologi, Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2003.
Suratno, Sri,
Manajemen Pembiayaan Pendidikan, Studi Kasus di SD Islam Unggulan Bazra Sragen.
Tesis, STAIN Surakarta 2005.
Tanzeh, Ahmad, Pengantar
Metode Penelitian. Yogyakarta: Teras, 2009.
Tim Penyusun, Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1999.
Tjiptono,
Fandi dan Anastasia Diana, Total
Quality Management. Yogyakarta: Andi Offset, 2009.
Umiarso & Imam
Gojali, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan. Jogjakarta:
IRCiSod, 2011.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokus Media, 2006.
[4]Mohammad
Saroni, Orang Miskin Harus Sekolah (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h.
11.
[5]Sulistiorini,
Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya: Elkaf, 2006), h. 97.
[6]Deni
Kuswara, Cepti Triatna, Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 287.
[7]http://lpsa.or.id/lembaga-survey-pendidikan-utama-pearson-mutu-pendidikan-indonesia-masih-rendah/, diakses pada tanggal 26 Maret 2013.
[9]http://azharmind.blogspot.com/2012/02/kualitas-pendidikan-indonesia-ranking.html,
diakses pada tanggal 26
Maret 2013.
[10]Mulyono, Manajemen
Administrasi & Organisasi Pendidikan (Jogjakarta: AR-Ruzz Media, 2010),
h. 180.
[11]Jamal Ma’mur
Asmani. Tips Aplikasi Manajemen Sekolah (Jogjakarta: DIVA Press, 2012),
h. 217.
[12]Sudarwan
Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah; Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademi
(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 53.
[13]Tim
Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991),
h. 677.
[14]Dzaujak
Ahmad, Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar (Jakarta:
Depdikbud, 1996), h. 8.
[15]Umiarso
& Imam Gojali, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan
(Jogjakarta: IRCiSod, 2011), h. 125-126.
[16]Barnawi
& M. Arifin, Manajemen Sarana & Prasarana Sekolah (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), h. 13.
[17]T. Hani
Handoko, Manajemen Edisi 2 (Yogyakarta: BPFE-UGM, 2011), h. 8.
[18]Hikmat, Manajemen
Pendidikan (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), h. 11.
[19]Dadang
Suhardan, Organisasi dan Manajemen Pendidikan Nasional. Dalam Pengantar
Pengelolaan Pendidikan (Bandung: Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan
UPI, 2001), h. 16.
[20]Nanang
Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2009), h. 1.
[21]Engkoswara, Paradigma
Manajemen Pendidikan Menyongsong Otonomi Daerah (Bandung: Yayasan Amal
Keluarga, 2001), h. 2.
[22]Mulyono, Manajemen
Adminstrasi & Organisasi Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010),
h. 180.
[23]Jamal Ma’mur
Asmani, Tips Aplikasi Manajemen Sekolah (Jogjakarta: DIVA Press, 2012),
h. 217.
[24]Sudarwan
Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah; Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademi
(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 53.
[25]Fandy
Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management (Yogyakarta: Andi
Offset, 2009), h. 4.
[26]Djaujak
Ahmad, Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar (Jakarta:
Depdikbud, 1996), h. 8.
[27]Oemar
Hamalik, Evaluasi Kurikulum (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990), h. 33.
[28]Sudarwan
Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah; Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik,
h. 53.
[29]Umiarso dan
Imam Gojali, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan
(Jogjakarta: IRCiSoD, 2011), h. 126.
[30]Sri Suratno,
Manajemen Pembiayaan Pendidikan, Studi Kasus di SD Islam Unggulan Bazra Sragen
(Tesis, STAIN Surakarta 2005).
[31]Harsono, Pengelolaan
Pembiayaan Pendidikan (Tesis, STAIN Surakata, 2007).
[32]Ichsani, Transparansi
Manajemen Keuangan, Studi di Pondok Pesantren Salaf dan Modern Masyithoh
di Desa Bolo, Wonosegoro, Boyolali (Tesis, STAIN Surakarta, 2008).
[33]Sugiono, Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2001),
h. 9.
[35]Asyrof
Safi’i, Metodologi Penelitian Pendidikan; Aplikasi Praktis Penelitian
Pembuatan Usulan (Proposal) dan Penyusunan Laporan Penelitian (Surabaya:
eLKAF, 2005), h. 21.
[36]Suharsimi
Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 310.
[37]Nana S.
Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Rosdakarya, 2009), h. 77.
[38]S. Nasution,
Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1996),
h. 5.
[39]Rulam Ahmadi, Memahami
Metodologi Penelitian Kualitatif (Malang: Universitas Negeri Malang Press,
2005), h. 63.
[40]Suharsimi
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), h. 129.
[42]S. Nasution, Metodologi Penelitian..., h. 157.
[43]Ahmad
Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 57.
[44]Burhan
Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2005), h. 70-71.
[45]Sutrisno
Hadi, Metodologi Research II (Yogyakarta: Andi Ofset, 2000), h. 106.
[46]Hamid Patilima, Metode
Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2005), h. 71.
[47]Rulam
Ahmadi, Memahami Metodologi Penelitian Kualitatif (Malang: Universitas
Negeri Malang Press, 2005),
h. 71.
[48]Yatim
Riyatno, Metodologi Penelitian Pendidikan (Surabaya: Penerbit SIC,
2001), h. 67.
[49]Yatim
Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif
(Surabaya: Unesa Press, 2008), h. 26.
[50]Djam’an
Satori dan Aan Komariyah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:
Alfabeta, 2010), h. 108.
[51]Andi
Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian
(Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2012) h. 226.
[52]Sugiono, Metode
Penelitian..., h. 244.
[53]Matthew B. Milles dan
Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru,
Tjetjep Rohendi Rohidi (terj.),
(Jakarta: UI Press, 1992), h. 15.
[55]Suprayogo dan
Thobroni, Metodologi, Metodologi Penelitian Sosial Agama (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003), h. 194.
[58]Sugiono, Metode
Penelitian..., h. 253.
[61]Sugiono, Metode
Penelitian..., h. 272.
[64]Ahmad
Tanzeh, Metode Penelitian..., h. 170.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...