PENDIDIKAN - REMAJA - KELUARGA: Hasil penelusuran untuk nanang musafa'
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri nanang musafa'. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri nanang musafa'. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

28/04/2023

Menjembatani Jalinan Kekeluargaan Trah Sonoredjo

MENJEMBATANI JALINAN KEKELUARGAAN

TRAH SONOREDJO

Oleh: Nanang M. Safa'

 



Dalam sepekan terakhir ini, saya yakin Anda banyak sekali menemukan kata “trah”, baik yang diucapkan oleh orang-orang di sekitar Anda maupun melalui media sosial. Ya, memang kata tersebut seringkali disebut pada hari lebaran (Idulfitri) seperti sekarang ini walaupun sebenarnya tidak selalu identik dengan Idulfitri.

Dalam Wikipedia Indonesia, kata “trah” diartikan sekelompok individu yang saling memiliki hubungan kekerabatan atau silsilah (https://id.wikipedia.org/wiki/Trah).  Trah dibentuk dengan tujuan agar anak keturunan dari seseorang tetap saling tersambung dan tidak saling melupakan sehingga tidak sampai “kepaten obor” (kehilangan suluh).

Dokumen trah harus diupdate secara berkala agar silsilah trah tidak terputus di tengah jalan. Sebagaimana disebutkan dalam https://www.babad.id/budaya/pr-3642775618/trah-keturunan-18-istilah-silsilah-atau-garis-keturunan-dalam-budaya-jawa, secara berurutan anak keturunan dalam masyarakat Jawa dapat dijelaskan sebagai berikut:

Keturunan ke-1: Anak.

Keturunan ke-2: Putu (cucu).

Keturunan ke-3: Buyut (cicit).

Keturunan ke-4: Canggah.

Keturunan ke-5: Wareng.

Keturunan ke-6: Udeg-udeg.

Keturunan ke-7: Gantung Siwur.

Keturunan ke-8: Gropak Senthe.

Keturunan ke-9: Debog Bosok.

Keturunan ke-10: Galih Asem.

Keturunan ke-11: Gropak Waton.

Keturunan ke-12: Cendheng.

Keturunan ke-13: Giyeng.

Keturunan ke-14: Cumpleng.

Keturunan ke-15: Ampleng.

Keturunan ke-16: Menyaman.

Keturunan ke-17: Menyo-Menyo.

 

Trah Sonoredjo

Trah Sonoredjo sebagaimana namanya merupakan keturunan dari eyang kakung (kakek) Sonoredjo dengan istri eyang putri (nenek) Soni. Dalam dokumen resmi Pengurus Forum Silaturahmi Trah Sonoredjo (Forsitro) disebutkan bahwa trah asli (nasab) Sonoredjo hingga tahun 2024 ini telah mencapai 161 orang.

Terbentuknya Forsitro sendiri bermula dari munculnya keprihatinan semakin renggangnya hubungan kekerabatan di antara keturunan eyang Sonoredjo - Soni. Hal ini bisa dimaklumi sebagai akibat dari semakin berkembangnya trah Sonoredjo. Akibat lanjutannya adalah anak cucu trah Sonoredjo banyak yang tidak saling kenal. Jika hal ini terus dibiarkan bisa dipastikan sekian tahun yang akan datang garis keturunan trah Sonoredjo akan sulit dilacak dan sulit dipersatukan kembali.

Melalui obrolan 3 orang cucu eyang Sonoredjo yakni Nurhasyim, Nanang Musafa’, dan Misbah Munawar akhirnya muncul inisiatif untuk membentuk sebuah paguyuban keluarga Trah Sonoredjo. Atas usul Nanang Musafa’ disepakatilah nama FORSITRO yang merupakan singkatan dari Forum Silaturahmi Trah Sonoredjo. Setelah mendapatkan restu dari para kakek buyut trah Sonoredjo (Eyang Mugi, Eyang Mugiran, Eyang Muhdi, Eyang Muhtar, Eyang Musofa, Eyang Mukiyah, Eyang Wagiran, dan Eyang Wakidi) akhirnya pada tanggal 8 Januari 2005 Forsitro resmi dibentuk.

Kepengurusan Forsitro pereode pertama adalah:

Ketua                         : Samuri

Sekretaris                  : Nanang Musafa’

Bendahara                : Misbah Munawar (alm) dan akhirnya

  digantikan oleh Ahmad Solekan

Humas                      : Nurhasyim

Forsitro sejak awal dikonsep dikhususkan sebagai sebuah paguyuban keluarga dengan satu tujuan untuk menjalin silaturahmi dengan seluruh keluarga besar trah Sonoredjo. Hal ini juga tercermin pada stempel Forsitro yakni gambar dua tangan bersalaman (berjabat tangan) dengan rekat sebagai simbol jalinan silaturahmi dan kekeluargaan.

Kegiatan Forsitro sendiri juga terfokus pada acara halalbihalal dan reuni keluarga besar trah Sonoredjo pada setiap Idulfitri. Hingga tahun 2024 ini, sudah terselenggara acara halalbihalal dan reuni keluarga sebanyak 17 kali dengan rincian sebagai berikut:

1.         Idulfitri 1426 H/2005 M          : di rumah Eyang Mugi/Maidi.

2.        Idulfitri 1427 H/2006 M          : di rumah Eyang Wagiran/Satimah.

3.        Idulfitri 1428 H/2007 M         : di rumah Eyang Mugiran/Mutinah.

4.        Idulfitri 1429 H/2008 M         : di rumah Eyang Wakidi/Supiyah.

5.        Idulfitri 1430 H/2009 M         : di rumah Eyang Muhdi/Rohmah.

6.        Idulfitri 1431 H/2010 M          : di rumah Eyang Muhtar/Kaminem.

7.        Idulfitri 1432 H/2011 M           : di rumah Eyang Musofa/Juwariyah.

8.       Idulfitri 1433 H/2012 M          : di rumah Eyang Mukiyah/Jasmo.

9.        Idulfitri 1434 H/2013 M          : di rumah Bapak Samuri/Suyatmi.

10.    Idulfitri 1435 H/2014 M          : di rumah Bapak Misdi/Musini.

11.     Idulfitri 1436 H/2015 M          : di rumah Ibu Siti Hasanah/Muslim.

12.    Idulfitri 1437 H/2016 M          : di rumah Ibu Muayamah/Sunarto.

13.    Idulfitri 1438 H/2017 M          : di rumah Bapak Mukijan/Maryatun.

14.    Idulfitri 1439 H/2018 M          : di rumah Bapak Nurhasyim/Sri

  Kadarwati.

15.    Idulfitri 1440 H/2019 M          : di rumah Ibu Umiatun/Subani.

Idulfitri 1441 H/2020 M          : CORONA.

Idulfitri 1442 H/2021 M          : CORONA.

Idulfitri 1443 H/2022 M          : CORONA.

16.    Idulfitri 1444 H/2023 M          : di rumah Ibu Rufi’ah/Suyatni.

17.   Idulfitri 1445 H/2024 M          : di rumah Ibu Nasropin/Kanidi.

Kegiatan halalbihalal dan reuni keluarga trah Sonoredjo diisi dengan do’a bersama untuk para leluhur, pembacaan silsilah trah Sonoredjo, pengundian lot giliran sahibul bait (yang ditempati) pada tahun berikutnya, mauidzah hasanah (ceramah agama), musafahah (berjabat tangan), serta ramah-tamah.

Dari tahun ke tahun penyelenggaraan halalbihalal dan reuni keluarga trah Sonoredjo bisa dihadiri oleh hampir seluruh keluarga besar trah Sonoredjo. Dengan demikian manfaat penyelenggaraan acara benar-benar bisa dirasakan sehingga diharapkan dibentuknya FORSITRO benar-benar bisa menjembatani jalinan kekeluargaan keluarga besar trah Sonoredjo – Soni.

21/12/2021

Nanang M. Safa' (Semaikan Benih Literasi di Segala Lini)

 

NANANG M. SAFA'

(SEMAIKAN BENIH LITERASI DI SEGALA LINI)

 

 


 

 Bersahaja dan apa adanya. Itulah kesan pertama ketika mengenal profil Sketsa yang satu ini. Bapak Nanang Musafa’, biasa dipanggil Pak Nanang atau Pak Safa’ ini memang tidak suka mengada-ada, termasuk dalam berpenampilan. Jika dilihat dari tampilan fisiknya, Pak Safa’ ini berpostur sedang-sedang saja. “Ya, memang, berat dan tinggi saya ini termasuk belum ideal…,” demikian Pak Safa’ mengawali perbincangan dengan senyum khasnya.

Namun siapa sangka, di balik penampilan fisiknya yang sedang-sedang saja ini, ternyata Pak Safa’ memiliki kemampuan cukup andal. Cukup banyak prestasi yang beliau ukir di bidang kepenulisan. Di antaranya, Juara III, Lomba Mengarang Tingkat MA/PGA se-Jawa Timur (1991), Juara I, Lomba Menulis Kritik RRI Surabaya (1999), Juara I, Lomba Menulis Artikel Kategori Guru, Mahasiswa dan Umum, Tingkat Jawa Timur  (2011), dan yang terbaru Juara I, Lomba Menulis Artikel Ilmiah dalam rangka HAB Kemenag ke-75 Tingkat Kabupaten Trenggalek (2021).

Pak Safa’ lahir dan dibesarkan di Desa Margomulyo, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek dari pasangan petani tulen H. Muhtar dan Hj. Kaminem. Putra kedua dari lima bersaudara ini menempuh pendidikan dasarnya di MI Margomulyo (1987), kemudian melanjutkan ke MTsN Trenggalek Filial di Prigi (1989). Setelah itu melanjutkan ke PGAN Tulungagung (1991). Setamat dari PGAN Tulungagung, beliau melanjutkan studinya di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1998). Kemudian di sela-sela kesibukannya mengajar di MTsN 4 Trenggalek, beliau menyempatkan diri melanjutkan kuliah S.2 di STAI Diponegoro Tulungagung (2013).

 



Pemimpin Redaksi majalah Sketsa MTsN 4 Trenggalek ini menuturkan, “Banyak sekali rintangan yang saya hadapi di awal karier kepenulisan saya. Seorang penulis memang harus memiliki mental tahan ejekan apalagi untuk masa-masa awal kepenulisannya. Semasa kuliah, saya sering digojlok oleh teman-teman satu kos. Namun justru gojlokan itulah yang menjadi motivasi saya untuk terus menulis dan membuktikan bahwa saya bisa. Baru setelah tulisan pertama saya muncul di harian Surya Surabaya ketika itu, teman-teman kos saya tidak berani lagi menggojlok saya. Saya masih ingat betul, honor tulisan pertama saya itu, saya gunakan untuk mentraktir mie ayam teman-teman satu kos yang biasa menggojlok  saya tersebut,” cerita Pak Safa’ bernostalgia.

Lelaki sederhana yang sekarang masih menjabat Ketua MGMP Mapel Al Qur’an Hadits tingkat MTs Kabupaten Trenggalek ini juga menuturkan, “Seorang penulis itu sama dengan seorang perenang. Sebanyak apapun teori yang dimiliki jika tidak menceburkan diri ke air, maka sampai kapanpun tidak akan pernah bisa berenang. Demikian juga dengan menulis. Teori menulis penting sebagai bekal awal, namun praktek menulis jauh lebih penting agar kita benar-benar bisa menjadi seorang penulis. Dengan banyak menulis maka keterampilan menulis akan terkuasai dengan sendirinya”.

Tulisan-tulisan Pak Safa’ (artikel maupun cerpen) telah dimuat di media massa cetak seperti Harian Radar (Jawa Pos Grop), Majalah MPA Kemenag Jawa Timur, Majalah PGRI Trenggalek, Harian surya Surabaya, Majalah Rindang Semarang, dan Majalah Ampeldenta BDK Surabaya. Selain itu tulisan-tulisan beliau juga bisa dibaca di blog pribadinya https://kampus215.blogspot.com/. Untuk merawat semangat literasinya, lelaki yang memiliki motto «Semaikan Benih Literasi di Segala Lini» ini juga bergabung di website YPTD Jakarta, serta grup Guru Penggerak Indonesia, Guru Bloger Indonesia, dan Guru Penulis Indonesia. Jejak kepenulisan beliau juga telah terabadikan di beberapa buku ber-ISBN baik buku antologi bersama para pegiat literasi nusantara maupun buku tunggal.

Di akhir perbincangannya, suami dari Siti Khoriyah ini memberikan satu resep ampuh sebagai bekal agar bisa menjadi seorang penulis. “Jika ingin menjadi penulis jangan terburu-buru bermimpi menjadi penulis hebat. Jadilah penulis nekad saja dulu. Setelah Anda berani menjadi penulis nekad barulah Anda boleh berharap menjadi penulis hebat. Tapi ingat lo ya! buang jauh-jauh mental plagiasi sebab jika Anda masih terbelenggu pada mental plagiasi, selamanya Anda tidak akan merasakan nikmatnya menjadi seorang penulis.” Pesan yang sangat filosofis tentunya.

Terakhir ayah dari 3 putra (Ilham, Azzam, Ulwan), dan 1 putri (Ara) ini berharap madrasah sebagai lembaga pendidikan berbasis agama hendaknya mampu menjadi wadah gerakan literasi secara nyata. Para siswa dan guru madrasah sebagai kumpulan para intelektual muslim hendaknya terus menghidupkan semangat literasi dengan karya nyata bukan sekedar jargon. Bukankah perintah pertama dalam Islam adalah membaca dan menulis seperti yang disebutkan dalam surat al ‘Alaq ayat 1-5? Bukankah kata “iqra’” dan “al qalam” adalah bentuk nyata gerakan literasi dalam Islam? Maka marilah kita “Semaikan Benih Literasi di Segala Lini”.

Jika ingin berkomunikasi dengan Pak Safa’, bisa kontak di email: nanangmusafa215@gmail.com atau di nomor WA: 082228928897. Sebagai selingan menulisnya, Pak Safa’ juga belajar bikin konten video di channel youtube: portal215. “Jangan lupa like dan subscrib-nya ya….” Demikian Pak Safa’ mengakhiri perbincangannya, tetap dengan senyum khasya.