PENDIDIKAN - REMAJA - KELUARGA: Hasil penelusuran untuk menulislah untuk tabarot
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri menulislah untuk tabarot. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri menulislah untuk tabarot. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan

02/02/2021

Menulislah dan Berbagilah

MENULISLAH DAN BERBAGILAH

Oleh: Nanang M. Safa'


“Indahnya berbagi...”

Anda tentu sudah tidak asing dengan kalimat di atas kan? Ya, indahnya berbagi... Berbagi memang indah. Saya yakin, Anda termasuk orang yang setuju dengan kalimat di atas. Biarpun tidak dijelaskan secara detail berbagi apa, pasti semua orang juga mafhum bahwa kata “berbagi” pada kalimat di atas mengandung makna positif, yakni berbagi sesuatu yang bermanfaat bagi banyak orang.

Bagi seorang penulis, ladang berbagi paling luas adalah berbagi tulisan. Tulisan yang baik dengan beragam tema pasti bermanfaat bagi banyak orang. Tulisan juga bisa dijadikan tabungan akherat. Anda bisa membaca postingan saya yang berjudul “Menulislah untuk Tabarot” di link https://kampus215.blogspot.com/search?q=menulislah+untuk+tabarot.

Banyak sekali inspirasi yang bisa Anda tuangkan dalam tulisan sebagai bahan berbagi. Dari mengamati bisa dapat inspirasi. Dari mengalami juga bisa dapat inspirasi. Dari diskusi, dari membaca, bahkan dari mimpipun Anda bisa mendapatkan inspirasi. Inspirasi terkadang memang harus dicari, tapi tanpa mencaripun inspirasi bisa datang sendiri. Bahkan maaf, ketika sedang buang hajat di kamar kecilpun, inspirasi bisa berseliweran di kepala Anda. Jadi, bukan zamannya lagi tidak menulis dengan dalih tidak dapat ide atau inspirasi. Ayo! mulailah menulis. Mulailah berbagi. Berbagi tulisan tidak akan membuat Anda jatuh miskin. Berbagi tulisan justru akan membuat Anda kaya. Dan bagi Anda yang ada di jalur dakwah, berbagi tulisan itu bisa menjadi jalan dakwah juga. Keren kan?

 

Kemampuan Menulis Itu Anugerah

Jika Anda diberi kemampuan untuk menulis maka janganlah Anda sia-siakan. Kemampuan itu adalah anugerah yang wajib Anda syukuri. Maaf, jangan lantas terburu-buru untuk mengatakan bahwa Anda tidak bisa menulis. Perlu pembuktian lebih dulu. Apakah Anda sudah mencobanya? Berapa kali Anda mencobanya? Apakah kesulitan yang Anda dapatkan setelah mencoba? Sudahkah Anda mencari solusi dari kesulitan Anda itu? Dan masih sederet pertanyaan untuk sampai kepada kesimpulan tentang pesimisme Anda bahwa Anda tidak bisa menulis. Jangan sampai kita termasuk golongannya orang-orang yang tidak bisa menyukuri nikmat hanya karena kita menyerah sebelum mencoba.

Kita sudah dianugerahi otak untuk berfikir. Kita dianugerahi tangan untuk menulis. Kita dianugerahi mata untuk membaca. Kita dianugerahi telinga untuk mendengar. Kita dianugerahi pemahaman untuk melahirkan ide, dan kita dianugerahi hati untuk merasa, dan dari merasa inilah kita perlu berbagi. Coba, “nikmat Tuhanmu mana lagi yang akan kau dustakan?”. Bukti bahwa kita tidak mendustakan nikmat Allah SWT tentu dengan cara bersyukur. Berbagi adalah salah satu bentuk syukur yang paling nyata.

Buktikan rasa syukur Anda dengan menulis. Lalu bagilah tulisan Anda itu kepada orang lain melalui blog, sosial media, facebook, atau yang lainnya. Lalu bukukan tulisan-tulisan Anda itu untuk pembaca lebih banyak lagi. Dengan cara-cara inilah Anda sudah membuktikan rasa syukur Anda sebagai penulis.

 

Berbagi sebagai Suntikan Motivasi

Berbagi tulisan bisa mendatangkan manfaat bagi orang lain, juga kepada diri sendiri. Orang yang membaca tulisan Anda sudah pasti akan mendapatkan manfaat dari tulisan Anda tersebut. Sesederhana apapun tulisan Anda, sudah pasti ada suatu yang mengandung pelajaran di dalamnya. Seremeh apapun tulisan Anda, pasti ada mutiara hikmah di dalamnya. Maka jangan lantas Anda merasa malu dengan tulisan Anda yang Anda anggap jelek, tidak berisi, tidak bermanfaat, tidak mengandung pelajaran, tidak layak dibaca orang lain. Mulai sekarang hilangkan stigma seperti itu. Yakinlah bahwa apa yang Anda tulis itu bukan sampah. Yakinlah bahwa apa yang Anda tulis itu berguna bagi orang lain.

Maka yang perlu Anda ingat ketika menulis adalah menulislah dengan jujur, dan niatkanlah menulis itu sebagai jalan menyebarkan kejujuran. Kebalikannya, janganlah Anda menulis sesuatu yang negatif. Janganlah Anda menulis sesuatu yang mengandung pornografi. Janganlah Anda menulis sesuatu yang bisa membuat orang lain tersinggung. Janganlah Anda menulis sesuatu yang bersifat sensitif menyangkut suku, agama, ras, dan antar golongan (sara).

Nah, setelah tulisan Anda selesai, segera bagilah kepada orang lain. Dengan membagi tulisan itu, Anda akan mendapatkan bagian manfaat dari apa yang Anda bagikan tersebut. Prinsipnya berbagi sesuatu yang baik dan bermanfaat itu sudah pasti akan mendapatkan balasan kebaikan dan kemanfaatan juga. Manfaat yang akan Anda dapatkan minimal Anda akan mendapatkan suntikan motivasi untuk lebih giat lagi menulis dan menghasilkan karya tulis yang lebih baik dan lebih bermanfaat.

 

Personal Branding dan Ladang Uang

Manfaat lain yang akan Anda dapatkan dengan berbagi adalah Anda bisa menciptakan personal branding sebagai seorang penulis. Jangan dikira brand sebagai penulis itu hal yang murah, mudah, tidak bermutu, dan tidak keren. Brand sebagai penulis itu justru sangat mahal, sangat sulit, sangat bermutu, dan sangat keren. Tidak sembarang orang bisa mendapatkannya. Butuh proses panjang dan keistiqamahan dalam menulis untuk bisa menciptakan personal branding sebagai penulis. Bukti dari keistiqamahan itu adalah karya tulis yang Anda hasilkan terutama dalam bentuk buku.

Menulis juga bisa menjadi ladang uang. Satu artikel ilmiah populer yang dimuat di koran atau majalah bisa dihargai antara Seratus Lima Puluh Ribu Rupiah hingga Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah. Cukup menggiurkan bukan? Apalagi ketika Anda bisa menerbitkan buku best seller, maka keuntungan berlipat bisa Anda dapatkan hanya dengan menulis buku.

Andrea Hirata adalah penulis novel best seller “Laskar Pelangi” yang terjual lebih dari 600.000 eksemplar. Dari hasil penjualan satu novelnya ini, Adrea mendapatkan penghasilan lebih dari Rp 3,6 miliar. Habiburrahman El Shirazy lewat novelnya “Ayat-Ayat Cinta (AAC)” yang terjual lebih dari 400.000 eksemplar berhasil meraup penghasilan Rp 2,4 miliar. Mira W. dari novel-novel best sellernya mendapatkan lebih dari Rp 2 milliar. Asma Nadia, seorang penulis belia dengan tulisan-tulisan berbau remajanya mampu menghasilkan lebih dari Rp. 300 juta.  (https://www.sastrawan.web.id/8-penulis-fenomenal-dengan-pendapatan-terkaya-di-indonesia). Itulah beberapa penulis berpenghasilan tinggi dari kegiatan menulisnya. Dan masih banyak penulis lain yang menjadi kaya hanya dengan menulis.

Saya yakin, ketika mereka memulai karir sebagai penulis, mereka juga tidak pernah bermimpi akan menjadi kaya dengan menulis. Bagi mereka (dan bagi kita juga) yang penting adalah menulis dengan sungguh-sungguh untuk bisa menghasilkan karya tulis berkualitas sehingga disukai banyak orang. Saya juga yakin bahwa dalam proses menulisnya, mereka juga mengalami kesulitan dan kemandegan.

Tahapan paling sulit bagi seorang penulis adalah istiqamah dalam menulis. Tantangan paling besar bagi seorang penulis adalah berasal dari diri penulis itu sendiri. Godaan paling besar bagi seorang penulis adalah rasa malas untuk menulis. Kata “sibuk” atau “belum sempat” adalah dua kata yang sering kita dengar sebagai alasan untuk tidak menulis. Satu cara ampuh agar tetap istiqamah dan untuk menghilangkan rasa malas adalah dengan “Coba, Lakukan, Budayakan, Konsisten (CLBK)”. Dengan cara ini dijamin Anda akan tetap semangat menulis dan menulis, berbagi dan berbagi.

Ayo! Menulislah dan berbagilah!

 

06/01/2021

Menulislah untuk Tabarot

 

MENULISLAH UNTUK TABAROT

Oleh: Nanang M. Safa'

 


Jika kita disodori pertanyaan “menulis itu penting apa tidak?” Tentu jawaban kita bisa “penting” bisa juga “tidak penting”, dan kedua jawaban ini berimbang atau berat sebelah. Bagi orang-orang yang mencintai ilmu pengetahuan maka secara tegas akan menjawab menulis itu sangat penting sebagai bentuk sumbangsih nyata orang yang mencintai ilmu pengetahuan. Sedangkan bagi orang-orang yang menganggap ilmu pengetahuan itu sebagai kebutuhan tambahan, maka dengan enteng akan menjawab menulis itu sesuatu yang sungguh tidak penting. Atau justru menganggap menulis itu pekerjaan orang-orang yang tidak punya kerjaan.

Pertanyaan berikutnya ditujukan khusus kepada orang-orang yang memang punya greget untuk menulis. pertanyaannya berbunyi “menulis itu susah apa gampang?” Jawaban dari petanyaan lanjutan inipun masih juga beragam. Orang-orang yang menganggap menulis itu sebagai hobi dan kebutuhan tentu akan menjawab menulis itu semudah mengupas kacang tanah, gampang asal tahu rahasianya. Sementara bagi orang-orang yang baru mengenal tata cara menulis, maka dia pasti akan menyatakan menulis itu ribet seribet membuat adonan roti, butuh beragam peralatan dan takaran yang pas agar tidak bantat atau justru terlalu lumer sehingga nantinya bisa menjadi roti yang disuka banyak orang. Kesimpulan dari pertanyaan kedua ini mungkin akan berbunyi: menulis itu gampang-gampang susah, susah-susah gampang. Nah, sekarang silahkan dilanjutkan pada pertanyaan-pertanyaan selanjutnya.

 

Menulis dalam Blog

Wijaya Kusumah (akrab dipanggil Omjay) yang digelari Guru Bloger Indonesia, pada bukunya “Menulislah Setiap Hari dan Buktikan Apa yang Terjadi” memaparkan, modal utama seorang penulis adalah membaca. Membaca dan menulis itu adalah dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan. Kalau boleh saya mengibaratkan membaca dan menulis itu seperti sepasang suami isteri. Dengan banyak membaca maka kita akan banyak menghasilkan karya tulis. Dan sebaliknya, seseorang yang produktif menulis pasti punya hobi membaca.

Seorang penulis tentu membutuhkan beribu bahkan berjuta ide untuk bisa produktif dalam melahirkan karya tulis. Ide bisa muncul salah satunya dengan cara membaca. Membaca sendiri sebenarnya bisa dimaknai luas bukan sekedar membaca deretan-deretan kalimat tekstual, namun juga membaca secara kontekstual termasuk membaca fenomena alam dan fenomena sosial yang terhampar di sekitar kita. Dengan membaca dalam makna luas inilah, seorang penulis tidak akan pernah merasa kekeringan ide. Justru dia akan merasa kewalahan dan kekurangan waktu untuk menuangkan ide-ide yang bersliweran tersebut menjadi karya tulis.

Di era digital sekarang, kita dimudahkan oleh berbagai fasilitas termasuk di dalamnya untuk mendokumentasikan dan mempublikasikan karya tulis yang kita hasilkan. Jika pada masa lalu untuk mendokumentasikan dan mempublikasikan karya tulis hanya bisa lewat jalur media massa cetak (semisal koran, majalah, buletin, atau buku) dengan prosedur dan persyaratan yang cukup rumit dan berat, maka sekarang tidak harus demikian. Banyak saluran yang tersedia baik gratisan maupun berbayar. Salah satu cara paling mudah dan praktis adalah lewat blog. Banyak sekali pltaform penyedia blog, semisal Blogger.com, WordPress.com,  Medium.com, Webs.com, Weebly.com, Wix.com, Postach.io, Tumbir.com, Lifejournal.com, Gost.org atau yang lainnya. Kita bisa memaksimalkan platform tersebut untuk sarana dokumentasi sekaligus prublikasi karya tulis kita, tanpa dihantui kekhawatiran tulisan kita ditolak.

Dalam sebuah blog kita bisa menuangkan kreatifitas kita dalam mengolah ide. Dalam sebuah blog kita juga bisa mempublikasikan tulisan-tulisan kita dengan mudah, cepat, dan tak terbatas. Semua orang di belahan bumi yang terjangkau internet bisa mengakses blog kita dan membaca tulisan-tulisan kita. Selain itu dari blog, kita bisa meraup multi keuntungan. Di samping keuntungan finansial (bagi blog yang juga difungsikan sebagai publisher), juga yang paling utama adalah bisa dijadikan lahan beramal jariyah sebagai tabarot (tabungan akherat) kita. Lo kok bisa? Coba dianalisis secara mendalam, tulisan yang kita posting di blog, jika dibaca, dicopy atau dijadikan sumber rujukan, tentu akan mendatangkan pahala. Dan sampai kapanpun selagi tulisan-tulisan kita tersebut masih bisa diakses dan bermanfaat bagi orang lain, tentu pahalanya akan terus mengalir biarpun pada saatnya nanti kita sudah meninggal dunia. Bukankah sebuah karya tulis merupakan perwujudan dari al ‘ilmu yuntafa’u bihi (ilmu yang bermanfaat) sebagaimana ditegaskan dalam hadits Rasulullah Muhammad SAW yang termasuk salah satu amal yang tak akan putus pahalanya biarpun orang yang beramal sudah meninggal dunia?

 

Menulislah dengan Jiwa

Menulislah dengan segenap jiwa, artinya tulisan yang kita hasilkan jangan sekedar pepesan kosong namun tulisan yang  benar-benar mengandung butiran mutiara hikmah. Ketika orang lain membaca tulisan kita, setidaknya orang tersebut akan mendapatkan pencerahan minimal bisa mendapatkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Bacalah kembali riwayat para penulis besar, karya mereka terus diburu dan dicari banyak orang karena lewat tulisan itulah jiwa-jiwa mereka tercerahkan, lewat tulisan itulah, kreativitas mereka tercipta, dan lewat tulisan itulah ide-ide brilyan muncul dan melahirkan maha karya bagi kemajuan dunia.

Tulisan yang syarat makna tidak lantas hanya bisa dihasilkan oleh orang-orang pintar dan terkenal. Siapapun bisa menghasilkan tulisan yang bukan sekedar pepesan kosong. Syarat untuk bisa melahirkan tulisan bermakna adalah ketekunan dalam membaca, istiqamah (keajegan) dalam menulis, ketlatenan dalam editing naskah tulisan, serta kesabaran dalam proses menghasilkan sebuah karya tulis.

Seseorang yang ingin menjadi penulis seharusnya tahan godaan sebab sudah pasti godaan yang harus dihadapinya sangat berat dan beragam, baik godaan dari dalam dirinya maupun godaan dari luar dirinya. Dari sekian banyak godaan itu sebenarnya yang paling berat adalah godaan rasa malas, yakni malas membaca, malas menulis dan malas mengedit naskah. Jika sudah terbelenggu rasa malas ini maka sampai kapanpun keinginan itu hanya akan menjadi keinginan dan tidak akan pernah menjadi kenyataan. Dan ketika rekan seangkatannya sudah bisa menghasilkan banyak tulisan, dia masih saja berkutat pada angan-angannya.

 

Menulis Harus Dipaksa

Seorang teman guru bertanya lewat pesan WhatsApp tentang bagaimana untuk bisa menulis. Pertanyaan semacam ini sebenarnya bukan pertanyaan baru dan sudah sangat sering kita baca atau kita dengar, namun masih saja sering muncul dan diulang-ulang. Tidak heran juga membaca atau mendengarnya sebab memang kenyataannya menulis itu gampang-gampang susah, susah-susah gampang. Dan ketika diminta menjawab pertanyaan semacam itu, bisa saja jawaban kitapun tidak akan jauh berbeda dengan jawaban yang sudah pernah kita baca dan kita dengar.

Seseorang yang punya keinginan untuk menjadi penulis, setidaknya harus memiliki satu modal dasar sebagai prasyarat utama, yakni komitmen. Komitmen yang saya maksudkan di sini adalah tekad kuat untuk mendisipin diri menulis dan terus menulis, hingga akhirnya menulis itu menjadi suatu kebutuhan seperti makan. Dengan demikian ketika tidak menulis, kita akan merasa lapar dan rasa lapar itu hanya akan tunai jika sudah diberi asupan sebuah karya tulis.

Ada juga yang mengibaratkan keinginan untuk bisa menulis itu sama dengan keinginan untuk bisa berenang. Agar bisa berenang tentu kita harus terjun ke kolam renang dan mulai menggerakkan tubuh. Teknik dasar yang dibaca dari buku tentang renang tentu hanya akan menjadi teori belaka jika tidak pernah terjun langsung ke kolam renang. Dengan menceburkan diri ke kolam renang, mulai menggerakkan tangan dan kaki, melenggak-lenggokkan tubuh, mengatur ritme pernafasan dan seterusnya, akhirnya mulai bisa berenang. Jika sudah bisa berenang kemudian secara intensif melakukan latihan, maka sudah pasti akan menjadi terampil dan terbiasa sehingga secara otomatis tubuh menjadi ringan dan bergerak sendiri ketika mencebur ke dalam air. Begitupun dengan menulis.

Orang yang memiliki keinginan untuk bisa menulis, maka kata kucinya ya harus mulai menulis. Mungkin sudah sangat banyak teknik-teknik yang telah ditulis atau dipaparkan oleh para pakar dan penulis senior yang telah dibaca dan dikuasai. Namun semua itu hanya akan menjadi teori tanpa bukti selamanya selama tidak melakukan action dengan mulai menulis. Bahkan bisa jadi seseorang yang minim teori tentang menulis namun dengan bekal yang minim itu dia mempraktikkannya secara intensif dan tekun, maka bisa jadi (dan sudah banyak bukti) orang inilah yang akan dapat menghasilkan maha karya di bidang kepenulisan. Intinya, menulis itu memang harus dipaksa hingga menjadi terbiasa. Jadi tunggu apa lagi “AYO MULAI MENULIS!”