SUDAHKAH AL QUR’AN MEMBUMI
DALAM KEHIDUPAN KITA?
Oleh: Nanang M. Safa
Bulan Ramadan 1444 H telah meninggalkan kita. Nuansa Ramadan dengan lantunan ayat-ayat suci Al Qur’an sepertinya hampir 80% juga ikut lenyap tak berjejak. Masih terngiang di telinga kita, di sepanjang bulan Ramadan yang lalu dari pagi hingga malam hari bacaan ayat-ayat suci Al Qur’an terus menggema, memenuhi lorong ruang dan waktu. Anak-anak hingga orang tua silih berganti melantunkan ayat-ayat suci Al Qur’an melalui pengeras suara di masjid dan musholla, juga terdengar sayup-sayup bacaan Al Qur’an di rumah-rumah maupun di tempat-tempat lain.
Namun sayangnya, begitu Ramadan berlalu, lantunan ayat-ayat Al Qur’an tersebut juga ikut lenyap dari udara. Hanya beberapa orang saja yang memang sudah terbiasa membaca Al Qur’an secara istiqamah yang masih terus melantunkannya. Tentu hal ini sangat disayangkan. Ya, biar bagaimanapun lantunan ayat-ayat Al Qur’an bisa memberikan nuansa lain dalam kehidupan biarpun baru pada tingkat membaca terbata-bata sekalipun, apalagi jika membacanya memang sudah fasih (baik dan benar) sesuai kaidah ilmu tajwid dan sudah pas makharijul hurufnya, serta dilantunkan dengan suara yang indah.
Al Qur’an adalah kitab suci umat Islam. Ayat-ayat yang ada di dalamnya adalah firman Allah SWT, Sang Maha segalanya. Membaca Al Qur’an tentu berbeda dengan membaca bacaan lain yang bukan Al Qur’an. Jika membaca yang lain saja bernilai positif maka membaca Al Qur’an selain bernilai positif juga bernilai ibadah. Kewajiban pertama yang diberikan Allah SWT kepada umat Islam melalui Rasulullah Muhammad SAW adalah perintah membaca. Ini mengindikasikan bahwa membaca menjadi prasyarat bagi hal lain. Membaca merupakan hal pokok yang tidak bisa diabaikan sebelum melakukan aktifitas yang lain. Perintah membaca yang paling utama tentulah membaca Al Qur’an sebab Al Qur’an merupakan sumber segala pengetahuan.
Membumikan Al Qur’an
Istilah membumikan Al Qur’an dipopulerkan pertama kali oleh Prof. Quraish Shihab pada tahun 1994 melalui bukunya yang berjudul “Membumikan Al Qur’an; Fungsi dan Kedudukan Wahyu dalam Kehidupan Bermasyarakat”. Istilah membumikan Al Qur’an merujuk pada upaya nyata untuk menjadikan Al Qur’an lebih dekat dengan kehidupan keseharian. Al Qur’an adalah kitab samawi (langit) yang diturunkan Allah SWT melalui malaikat Jibril dalam beragam cara kepada Rasulullah Muhammad SAW sejak lebih dari 1444 tahun silam. Namun sepertinya ayat-ayat Al Qur’an masih “melangit” dalam arti masih belum bisa melingkupi dan mewarnai kehidupan mayoritas kaum muslimin di muka bumi ini.
Membumikan Al Qur’an yang dimaksud tentulah bisa mencakup segala aspek berkaitan dengan Al Qur’an, mulai dari tingkatan paling dasar hingga tingkatan paling tinggi. Mulai dari menjadikan Al Qur’an sebagai bacaan wajib sehari-hari, hingga menjadikan Al Qur’an sebagai sumber dari segala sikap, perkataan, dan perilaku keseharian kita.
Membumikan Al Qur’an bisa mencakup hal-hal berikut:
Pertama, menjadikan Al Qur’an sebagai bacaan wajib sehari-hari. Sebagaimana telah kita ketahui bersama, ayat-ayat Al Qur’an ditulis dalam bahasa Arab. Maka agar bisa membacanya tentu butuh waktu dan kesungguhan dalam mempelajarinya. Selain itu, agar bisa melafalkannya dengan fasih, kita juga harus menguasai makharijul hurufnya. Selain itu agar makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al Qur’an tidak melenceng dari makna sesungguhnya kita juga masih disyaratkan untuk menguasai ilmu tajwid. Ingat, ketika cara kita dalam melafalkan salah maka bisa jadi artinya pun salah dan menyesatkan. Namun demikian, membumikan Al Qur’an dalam tahap ini tidak harus menunggu mahir terlebih dahulu. Baca saja semampunya sambil terus belajar untuk meningkatkan kemampuan membaca kita. Ingatlah! Setiap huruf yang kita baca dari Al Qur’an akan dihitung 10 kebaikan. Bukankah ini menjadi salah satu cara untuk menambah pundi-pundi tabungan pahala yang akan menjadi bekal kita di kehidupan selanjutnya.
Kedua, mempelajari arti ayat-ayat Al Qur’an. Setelah kita bisa membacanya dengan baik dan benar, maka selanjutnya kita hendaknya mau mempelajari arti dari ayat-ayat Al Qur’an yang telah kita baca tersebut. Dalam hal ini cara paling sederhana yang bisa kita lakukan adalah membaca Al Qur’an sambil sekaligus membaca terjemahnya. Tentu saja cara ini harus kita tindaklanjuti dengan belajar kepada guru.
Ketiga; memahami isi kandungan ayat-ayat Al Qur’an. Tahap ini merupakan tahap lanjutan yang membutuhkan upaya lebih serius dan sungguh-sungguh. Mengingat Al Qur’an adalah kitab samawi apalagi berbahasa Arab, maka cara memahaminya pun tentu berbeda dengan bacaan lain. Al Qur’an tidak boleh dimaknai dan difahami semau kita. Maka agar tidak salah dalam memaknai dan memahaminya, kita wajib mencari guru yang menguasai tentang ayat-ayat Al Qur’an beserta isi kandungannya.
Keempat, menerapkan isi kandungan ayat-ayat Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Inilah cara membumikan Al Qur’an yang sesungguhnya. Al Qur’an diturunkan Allah SWT untuk dijadikan sebagai pedoman hidup. Al Qur’an juga diakui sebagai sumber segala ilmu pengetahuan. Bahkan ahli-ahli Barat yang jelas-jelas bukan seorang mukmin pun banyak yang menjadikan Al Qur’an sebagai sumber inspirasi hasil temuan mereka di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi mengapa kita yang seorang mukmin justru mengabaikan Al Qur’an? Maka setelah kita bisa membacanya dengan baik dan benar, tahu artinya, dan bisa memahami isi kandungan ayat-ayat Al Qur’an dengan baik pula, maka selanjutnya adalah terus berikhtiar secara maksimal untuk bisa menerapkan isi kandungan ayat-ayat Al Qur’an tersebut dalam kehidupan keseharian kita.
Aspek-aspek dalam membumikan Al Qur’an di atas harus selalu kita upayakan sebagai bentuk kecintaan kita terhadap kitab suci kita sendiri, yakni Al Quran. Sangat disayangkan jika Al Qur’an hanya dibaca setiap satu tahun sekali di bulan Ramadan saja, apalagi hanya dijadikan pemanis ruangan.
Sudahkah Al Qur’an membumi dalam kehidupan kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...