“PANCASILA
SAKTI”
(KAU AKAN TETAP
MENGINSPIRASI)
Pada era Orde Baru, kata “Pancasila Sakti” terasa sangat akrab di
telinga. Namun seiring perubahan dan pergeseran era kepemimpinan nasional,
kata “Pancasila Sakti” juga mulai hilang
dari ingatan. Bahkan ada kalangan yang terang-terangan “menggunggat” term
Pancasila Sakti tersebut. Akhir-akhir ini bangsa Indonesia mulai sadar diri
betapa penting arti Pancasila untuk mendukung eksistensi negara-bangsa,
sehingga Pancasila mulai diusung lagi ke permukaan, menjadi wacana di berbagai
forum seminar dan diskusi. Oleh karena itu dipandang perlu untuk mendudukkan
pengertian “Pancasila Sakti” secara proporsional, supaya tidak menimbulkan
kesalah pahaman.
Makna
kata “sakti” sebenarnya lebih berkaitan dengan peristiwa sejarah nasional.
Puncaknya adalah terjadinya peristiwa G-30S/PKI pada tahun 1965. Aksi PKI ini
terkenal sangat brutal dan kejam. Selain ulama, ustadz dan tokoh agama,
beberapa jendral juga menjadi korban kebiadaban mereka, yakni Letjen Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando
Operasi Tertinggi), Mayjen Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD Bidang Administrasi), Mayjen Mas
Tirtodarmo Haryono (Deputi III
Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan), Mayjen Siswondo
Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD
Bidang Intelijen), Brigjen Donald
Isaac Panjaitan (Asisten IV
Menteri/Panglima AD Bidang Logistik), Brigjen
Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat), Putri Jendral Nasution yaitu Ade Irma Suryani
Nasution dan ajudan
beliau Lettu CZI Pierre
Andreas Tendean, Bripka Karel Satsuit Tubun (pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J.
Leimena), Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072 Pamungkas, Yogyakarta), dan Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072 Pamungkas, Yogyakarta). Sementara Jenderal Abdul
Haris Nasution yang menjadi target
utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang
Buaya.
Sebelum
meletusnya peristiwa G30S/PKI tahun 1965, PKI juga telah melakukan aksi serupa
pada tahun 1948 di Madiun di bawah komando Musso. Pada saat rakyat Indonesia
harus berkonsentrasi mempertahankan kemerdekaan dari agresi militer Belanda dan
Sekutu yang ingin menjajah kembali Indonesia, pada tanggal
18 September 1948, Musso memproklamasikan berdirinya pemerintahan Soviet di
Indonesia. Tujuannya adalah untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu
bersamaan, gerakan PKI dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun. Untuk
menumpas pemberontakan PKI Madiun ini, pemerintah melancarkan operasi militer.
Dalam hal ini peran Divisi Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima
Besar Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan
Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan pasukannya menumpas
pemberontakan PKI di Madiun. Bersama-sama rakyat akhirnya mereka bisa menumpas
gerakan PKI Madiun di bawah pimpinan Musso.
Tujuan
utama dari aksi-aksi PKI ini sebenarnya muaranya tetap satu yakni ingin
mengganti Ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis. Namun usaha PKI ini
selalu gagal berkat Pancasila yang dapat MENGINSPIRASI bangsa Indonesia
sehingga bisa bersatu-padu melawan gerakan makar PKI yang ingin menghapus
Pancasila dan mengantinya dengan ideologi komunis. Jadi “Pancasila Sakti”
bukanlah dimaknai Pancasila memiliki kekuatan gaib, super, kuat atau seperti
padanan kata sakti lainnya, namun kata “sakti” dalam term ini lebih
bermakna inspiratif yakni bahwa berkat Pancasila inilah bangsa Indonesia bisa
bersatu-padu; menyatukan tekad dan kekuatan untuk melawan dan menghancurkan
pihak-pihak yang ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan komunisme atau
yang lainnya. Ingat lo ya, jangan salah makna! Bukan Burung Garudanya yang
sakti, tapi Panca Sila yakni LIMA DASAR yang terangkai dalam Pancasila
itu sendiri.
Semenjak
bergulirnya Orde Reformasi, penyebutan term “Pancasila Sakti”
sepertinya memang semakin asing terdengar di telinga generasi muda. Dan
barangkali mulai muncul pula anggapan bahwa term Pancasila Sakti tabu
untuk diucapkan. Hal ini tentu sangat berbeda jauh nuansanya dengan era Orde
Baru. Pada masa Orde Baru dulu, setiap siswa
baru maupun mahasiswa baru harus siap mengikuti Penataran P-4 (Pedoman
Penghayatan & Pengamalan Pancasila). Dalam penataran tersebut dikupas
tuntas tentang sejarah, arti lambang burung Garuda dan lima gambar yang ada
pada perisai yang disandang di dada sang Garuda, hingga butir-butir Pancasila
yang ada di lima sila dalam Pancasila tersebut.
Bahkan Bimas Islam dan Urusan Haji
Departemen Agama RI, juga pernah menerbitkan buku Pedoman P-4, dan ajaran
Islam. Di dalam buku itu selain dijelaskan tentang Pancasila secara nasional
juga disertai penjelasan P-4 dalam pandangan Islam, yang tentu saja diserta
ayat-ayat Al Qur’an yang mendasarinya. Buku kecil yang dalam kata pengantarnya
ditulis oleh Menteri Agama ketika itu H. Alamsyah Ratu Perwiranegara dan Ketua
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof. Dr. HAMKA ini tentu sangat membantu
pemahaman para generasi muda muslim khususnya dalam memahami butir-butir yang terkandung dalam
Pancasila yang tentunya memang sangat selaras dengan ajaran Islam. Memang, tiap
orde pemerintahan tentu ada kekurangsempurnaan dan ketidakcocokan dengan orde
berikutnya, namun bukan berarti hal itu lantas membuat orde pemerintah
bersangkutan tidak memberikan perubahan berarti bagi bangsa besar ini. Bukankah
sudah seharusnya kita mengambil hal yang baik untuk terus kita budayakan sambil
membenahi kekurangan yang ada untuk menuju masa depan yang lebih baik?! Salah
satu hal baik yang patut kita pertahankan tersebut tentu saja adalah
nilai-nilai luhur Pancasila.
Memang, ada yang bilang bahwa sejarah
adalah milik pemerintah yang berkuasa. Tiap rezim bisa menciptakan sejarahnya
sendiri. Namun setidaknya sejarah kelam tentang kekejaman dan kebiadaban PKI
dapat menyadarkan para generasi bangsa untuk selalu waspada dan tidak mudah
disusupi oleh paham laten komunis yang secara terang-terangan tidak mengakui
adanya Tuhan.
Selanjutnya,
marilah sedikit kita diskusikan tentang pertanyaan; mampukah Pancasila sebagai
dasar negara dan ideologi bangsa dijadikan dasar untuk mengantisipasi gerakan globalisasi
dunia?
Perlu
kita cermati bahwa esensi globalisasi adalah keterbukaan
dan kebebasan; yang
merupakan pencerminan hak asasi individu. Dalam bidang ekonomi globalisasi akan
menampakkan wajahnya dalam bentuk perdagangan
bebas atau liberalisasi
perdagangan. Dalam bidang politik,
globalisasi akan nampak dalam gerakan demokrasi
dan hak asasi manusia.
Dalam bidang informasi,
globalisasi terwujud dalam internet,
cybernatic society dan web
society, suatu jaringan antar manusia yang bebas tidak dihambat oleh
batas-batas antar negara dalam mengadakan tukar menukar informasi. Manusia dan
negara-bangsa memiliki kebebasan untuk mengakses informasi dari mana saja
sesuai dengan keinginan dan kemampuan teknologi yang dikuasainya. Dalam
kehidupan sosial
berkembang suatu masyarakat yang disebut masyarakat
madani sebagai terjemahan civil
siciety. Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang menjamin
kebebasan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam bidang keamanan dikembangkan
konsep keamanan dunia. Diciptakan musuh yang harus dilawan yang dianggap
mengganggu ketenteraman dunia. Konsep terorisme dikembangkan dan dijadikan
musuh dunia. Suatu negara yang dituduh sebagai sarang teror dipandang sah untuk
diserang beramai-ramai. Suatu organisasi yang dipandang menimbulkan ketidak
tenteraman divonis sebagai organisasi teror.
Pancasila
memiliki konsep tentang kebebasan, tentang hak asasi, tentang demokrasi, serta tentang
cara menghadapi dan memecahkan permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian
Pancasila tidak anti terhadap globalisasi. Tetapi Pancasila tentu saja memiliki
kebijaksanaan tersendiri terhadap berlangsungnya globalisasi tanpa kehilangan
jati diri. Pancasila akan menjadi kekuatan bangsa yang tangguh dalam mengantisipasi
masa depan.
Maka agenda besar kita
adalah bagaimana agar PANCASILA (baca: butir-butir Pancasila) selalu dapat
menginspirasi para generasi bangsa untuk melanjutkan perjuangan dan mengisi
kemerdekaan ini dalam segala bidang kehidupan, agar bangsa besar ini tidak lagi
kembali terjajah oleh orang-orang serakah yang terus mencari celah untuk bisa
kembali menggagahi Indonesia tercinta ini. Itulah kunci untuk membuktikan bahwa
PANCASILA itu memang benar-benar SAKTI.@