PENDIDIKAN - REMAJA - KELUARGA: pendidikan
Tampilkan postingan dengan label pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pendidikan. Tampilkan semua postingan

20/02/2023

Menunggu Action Pak Menteri

 

MENUNGGU ACTION PAK MENTERI

Oleh: Nanang M. Safa

 

Naskah pidato pertama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Kabinet Indonesia Maju, Nadim Anwar Makarim yang dibacakan pada moment Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2019 lalu sangat memukau banyak kalangan, terutama para praktisi pendidikan. Naskah pidato tersebut mendapat sanjungan dan pujian luar biasa baik melalui media on line maupun media cetak sebagai sebuah teks pidato yang membumi dan sangat selaras dengan fakta yang dirasakan para guru selama ini. Isinya memang menggetarkan dan melambungkan impian para guru. Impian yang sudah berpuluh tahun menjadi beban berat yang terus menggelayuti punggung para guru, yakni beban administrasi. Beban itu semakin terasa ketika tiba akhir semester.

Pada akhir semester, para guru harus ditumpuki seabrek pekerjaan, mulai dari rekap nilai peserta didik dan mengerjakan rapor, yang sekarang menggunakan Aplikasi Raport Digital (ARD). Juga beban untuk mengerjakan berbagai laporan yang kebanyakan hanyalah sebagai rutinitas, seperti Penilaian Kinerja Guru (PKG), Laporan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) yang katanya menjadi syarat mendapatkan Angka Kredit (AK) dalam jabatan. Setelah itu disusul penyusunan perangkat pembelajaran mulai dari penghitungan pekan efektif dalam satu tahun, Program Tahunan (Prota), Program Semester (Promes), Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Deretan pekerjaan ini sungguh membuat para guru stress. Akhir semester yang mestinya bisa digunakan untuk refreshing dan berlibur bersama keluarga akhirnya habis tersita untuk menyelesaikan semua beban pekerjaan yang menggunung itu. Belum lagi tambahan tugas yang mau tidak mau harus juga diselesaikan, semisal tugas dalam berbagai kepanitiaan dan pembinaan. Sungguh sangat luar biasa sibuknya para guru kita.

 

Guru Juga Manusia

Para guru yang setiap hari berbaur dengan peserta didik dengan beragam karakter sungguh sangat melelahkan, baik secara fisik maupun psikis. Di lain sisi, para guru sedikit sekali memiliki waktu untuk berolahraga sekedarnya karena waktunya tersita untuk mengajar dan melaksanakan tugas-tugas tambahan lain.

Guru juga wajib menerima (tidak boleh menolak) tugas apapun yang diberikan atasan (Kepala Sekolah) dalam kondisi apapun, sebab jika menolak maka ancamannya adalah Penilaian Kinerja Buruk dari atasan bahkan ada yang diancam akan dimutasi. Sungguh ancaman yang sangat menakutkan bagi guru.

Sebenarnya para guru tidak menuntut banyak dari pemerintah sebab biar bagaimanapun ketika seseorang sudah siap mengemban tugas sebagai guru maka apapun yang terjadi dia tidak boleh mengeluh. Namun demikian, beban dan tanggung jawab guru ternyata memang sungguh tak terbayangkan. Orang di luar guru mungkin hanya melihat guru itu pekerjaannya mengajar, selesai. Mereka sama sekali tidak membayangkan tugas tambahan di luar mengajar yang sangat banyak hingga tak jarang pekerjaan itu harus dibawa pulang. Mereka melihat guru era tahun 80-an yang begitu santai.

Memang kita tidak bisa menengok lagi ke belakang, sebab zamannya memang sudah berbeda. Kesejahteraan para guru dulu dan sekarang juga sudah jauh berbeda. Maka tugas dan tanggung jawabnya juga tentu berbeda. Namun biar bagaimanapun guru juga manusia (mengadopsi judul lagunya Seurieus Band: Rocker Juga Manusia). Guru juga butuh istirahat, butuh berlibur, butuh refreshing, dan butuh santai. Dalam kesehariannya saja, para guru seakan-akan tidak boleh sakit, sebab jika hari masuknya kurang dari hitungan 24 hari/bulan, maka ancamannya Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) tidak cair. Maka dengan kesehatan yang dipaksakan, banyak guru yang berusaha tetap masuk kerja (mengajar) agar TPP-nya tetap  bisa cair.

 

Guru Butuh Kepastian

Pada bagian akhir pidatonya, Mendikbudristek Nadim Makarim menegaskan bahwa perubahan itu harus dimulai dari bawah, artinya perubahan itu harus guru sendiri yang memulai. Isi pidato ini dalam ranah pembelajaran dan pendidikan sebenarnya sudah dilakukan banyak guru. Para guru menyadari betul dengan tugasnya sebagai pengemban pendidikan yang diserahi amanah mencerdaskan para generasi bangsa. Banyak guru yang melakukan penelitian biarpun hanya dalam lingkup Penelitian Tindakan Kelas (PTK), banyak guru yang melakukan publikasi ilmiah biarpun hanya dalam lingkup lembaga dan dipublikasikan di perpustakaan sekolah, juga banyak guru yang melakukan inovasi pembelajaran biarpun tidak diikutkan dalam perlombaan.

Namun pidato Mendikbudristek ini rasanya sangat tidak mungkin untuk dilakukan dalam ranah administrasi. Guru berada di bawah pantauan Kepala Sekolah, dan seterusnya ke atas hingga ke Mendikbudristek. Kebijakan apapun yang berasal dari atas maka harus tetap dilaksanakan. Sebaliknya inisiatif apapun yang berasal dari bawah (berkaitan dengan beban administrasi) maka tidak akan dapat dilaksanakan oleh guru karena tidak memiliki landasan legal formal. Maka jika Mendikbudristek memang memiliki iktikad baik untuk membuat guru-guru kita lebih “manusiawi” hendaknya segera mengeluarkan aturan legal formal yang bisa menaungi para guru.

Sudah terlalu lama guru berada dalam kungkungan beban administrasi yang memenjarakan. Sudah terlalu lama guru bermimpi tentang indahnya menjadi guru. Sudah terlalu lama guru berangan-angan bisa berakrab dengan para peserta didiknya, berolahraga bersama, membaca bersama, dan bercengkerama dalam suasana yang nyaman tanpa harus merasa kehilangan waktu, tanpa harus diliputi kekhawatiran tidak bisa menyelesaikan tugas administrasi yang menumpuk. Intinya guru butuh kepastian, bukan sekedar retorika yang indah dan mendayu-dayu. Tentu Mendikbudristek sudah banyak sekali mendengar keluhan dari para guru, juga masukan dari para pemerhati pendidikan. Lalu sampai kapan lagi para guru harus menunggu action Pak Menteri?

 

19/02/2023

Jangan Hanya Media Pembelajaran yang Begitu-Begitu Saja Dong

 

JANGAN HANYA MEDIA PEMBELAJARAN 

YANG BEGITU-BEGITU SAJA DONG

Oleh: Nanang M. Safa

 

Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang dinamis. Kegiatan ini sangat berbeda dengan kegiatan lain. Keberhasilan kegiatan pembelajaran dipengaruhi banyak faktor termasuk di dalamnya media pembelajaran. Peran media pembelajaran cukup penting dalam menunjang capaian tujuan pembelajaran. Media pembelajaran yang tepat tentu memudahkan siswa memahami materi yang sedang dipelajari.

Dengan demikian dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru harus memperkaya diri dan mengadakan pembaharuan yang lazim disebut inovasi, termasuk inovasi media pembelajaran. Tujuannya tak lain adalah agar materi ajar yang disampaikan kepada para siswanya dapat memperoleh capaian maksimal.

Kenyataan yang ada, sedikit sekali guru yang melakukan inovasi. Para guru mayoritas hanya sekedar menjalankan rutinitas dan sekedar melakukan kewajiban mengajar sesuai jadwal mengajarnya. Mereka tidak mau repot-repot melakukan inovasi. Kebanyakan para guru hanya cenderung ingin menghabiskan jatah materi dalam satu semeser, sedangkan tentang seberapa dalam materi tersebut dapat dipahami dan dikuasai siswa itu urusan belakangan.

Ketika prestasi belajar siswa rendah maka alasan pertama yang dikemukakan adalah tentang rendahnya kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran. Alasan ini mungkin bisa diterima ketika capaian prestasi rendah ini hanya menyangkut sebagian kecil siswa. Namun ketika rata-rata capaian prestasi siswa dalam suatu kelas rendah maka alasan ini tentu patut dipertanyakan. Apa sebenarnya yang salah dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan? Betulkah kemampuan siswanya yang rendah? Ataukah justru kemampuan guru dalam menyampaikan materi ajar yang monoton sehingga siswa pun tidak ada semangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran?

Dengan demikian guru sebagai pengemban tugas utama dalam pendidikan dan pembelajaran tentu harus melakukan upaya-upaya untuk dapat meningkatkan prestasi belajar siswanya. Upaya-upaya itu harus terus dilakukan dalam berbagai hal, termasuk di dalamnya upaya melakukan inovasi media pembelajaran.

 

Masih Begitu-Begitu Saja

Media pembelajaran yang digunakan guru selama ini belum banyak mengalami perkembangan. Lazimnya mayoritas guru hanya menggunakan media konvensional dan seadanya dengan dalih keterbatasan sarana dan prasarana sekolah. Belum banyak guru yang melakukan inovasi pembelajaran termasuk di dalamnya dalam menggunaan media pembelajaran. Padahal banyak sekali peluang untuk melakukan inovasi media pembelajaran baik yang bersentuhan dengan teknologi informasi maupun yang bersentuhan langsung dengan lingkungan sekitar.

Fungsi utama dari media pembelajaran adalah bahwa media tersebut dapat meningkatkan minat siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, serta dapat meningkatkan daya serap atau pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.

Media pembelajaran merupakan bagian integral dalam proses pembelajaran di kelas yang keberadaannya tidak dapat dikesampingkan dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran. Menurut Azhar Arsyad dalam bukunya Media Pembelajaran, kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, pengantar, atau perantara (Azhar Arsyat, 2019: 3). Selanjutnya Arsyad mengutip Association of Education and Communication Technology (AECT) memberikan batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Sedangkan istilah media pembelajaran merujuk pada segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan, dan terkendali (Nunuk Suryani, 2018: 4). Mengacu pada pendapat ini maka dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu baik berupa audio, visual, maupun audio visual yang digunakan sebagai alat bantu dalam menyampaikan materi pembelajaran bisa dikategorikan sebagai media pembelajaran.

Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran bermanfaat untuk memperjelas penyajian pesan, meningkatkan dan mengarahkan perhatian siswa pada materi pelajaran, mengatasi keterbatasan indra, ruang dan waktu, memberikan kesamaan pengalaman pada siswa tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dan memungkinkan adanya interaksi langsung dengan guru dan  masyarakat.

 

Inovasi Pembelajaran

Fathul Mujib dalam bukunya Super Power Educating mengidentifikasi tujuh musuh pendidikan di Indonesia saat ini, salah satunya adalah gaya pembelajaran guru di kelas yang tidak kreatif dan kurang eksploratif (Fathul Mujib, 2012: 46). Kenyataan ini bisa ditemui pada hampir seluruh jenjang pendidikan. Guru kebanyakan hanya sekedar mengajar dengan target menghabiskan materi pembelajaran sesuai yang digariskan dalam kurikulum. Jika pendidikan di Indonesia terus seperti ini maka sampai kapanpun tujuan pendidikan nasional tidak akan dapat dicapai.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Sinar Grafika, 2013: 7). Lalu berapa persen poin-poin dalam tujuan pendidikan nasional ini bisa dicapai jika pola pembelajaran hanya sekedar menghabiskan materi ajar saja?

Untuk menjawab pertanyaan di atas maka semuanya bertumpu pada guru sebagai aktor utama pengemban tugas mencerdaskan anak bangsa. Sebab biar bagaimanapun, gurulah penentu utama berhasil tidaknya pendidikan dan pembelajaran.

Orang boleh bilang bahwa pendekatan Cara Belajar siswa Aktif (CBSA), Manajemen berbasis Sekolah (School Based Management), Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Kurikulum 2013, dan yang terbaru adalah Kurikulum Merdeka lebih menekankan pada aktivitas dan kompetensi siswa ketimbang guru. Namun pada kenyataannya keterlibatan guru masih sangat dominan dalam menentukan keberhasilan pembelajaran (Amirulloh Syarbini, 2015: 38). Maka sudah menjadi tuntutan bagi para guru bahwa hendaknya mereka lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain guru harus mau dan terus berupaya melakukan inovasi pembelajaran secara konsisten dan berkesinambungan.

Kata inovasi berasal dari bahasa Inggris ”innovation” yang dalam bahasa Indonesia diartikan “segala hal yang baru” atau ”pembaharuan” (S. Wojowasito, 1980: 86). Wina Sanjaya mendevinisikan inovasi pembelajaran sebagai suatu gagasan, ide atau tindakan-tindakan tertentu dalam bidang kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan masalah pendidikan (Wina Sanjaya, 2010: 317).

Jadi inovasi pembelajaran itu merupakan kegiatan pembelajaran yang direncakan dan dikembangkan secara kreatif dan dinamis menuju arah yang lebih baik sehingga dapat tercipta suasana pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan. Pada akhirnya proses yang kondusif ini bisa memberikan hasil pembelajaran yang maksimal pada diri siswa.

Inovasi pembelajaran berkaitan erat dengan interaksi timbal balik antara guru dan siswa sebagai dua subyek dalam suatu kegiatan pembelajaran sehingga tercipta suasana gayeng dan menyenangkan (tidak membosankan apalagi penuh keterpaksaan) sehingga kegiatan pembelajaran dapat menghasilkan capaian maksimal seperti yang diharapkan banyak pihak (guru, siswa, orang tua siswa, pemerintah, dan masyarakat). Dengan adanya inovasi pembelajaran maka akan tercipta kegiatan pembelajaran yang dinamis, penuh semangat, menggairahkan, menyenangkan, dan penuh tantangan. Dengan kata lain, dengan adanya inovasi pembelajaran akan dapat meningkatkan kemampuan pengetahuan (cognitif), sikap (afektif), dan perilaku (psikomotor) siswa.

Guru di era milenial sekarang tentu belum cukup bila hanya menguasai empat kompetensi inti saja sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi (https://www.ruangguru.com/blog/apa-saja-standar-kompetensi-guru-yang-harus-dimiliki). Selain itu untuk meneguhkan eksistensinya sebagai guru di era milenial ini, guru juga harus mulai melengkapi diri dengan kompetensi digital. Dalam dunia pendidikan, kompetensi digital berarti penggunaan teknologi dengan cara yang aman, tepat, dan meyakinkan untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran dan pendidikan (https://mediaindonesia.com/opini/235121/kompetensi-digital).

Maka tidak bisa tidak, bagi Anda yang menjadi guru di era milenial, dengan siswa milenial, maka Anda juga harus bisa menjadi guru milenial yaitu guru yang tidak gagap teknologi dan mampu melakukan inovasi pembelajaran dalam kemasan teknologi, termasuk inovasi media pembelajaran yang Anda gunakan. Jangan hanya media pembelajaran yang begitu-begitu saja dong!


 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Arsyad, Azhar, Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press, 2019.

 

Mujib, Fathul, Super Power Educating. Jogjakarta: Diva Press, 2012.

 

Sinar Grafika, Undang-undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

 

Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikakan (KTSP). Jakarta: Kencana, 2010.

 

Suryani, Nunuk dan Achmad Setiawan, Media Pembelajaran Inovatif dan Pengembangannya. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya, 2018.

 

Syarbini, Amirulloh, Guru Hebat Indonesia. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015.

 

Widiasmoro, Erwin, Inovasi Pembelajaran Berbasis Life Skill & Enterpreneurship. Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2017.

 

Wojowasito, S. – Tito Wasito W, Kamus Lengkap Inggris – Indonesia, Indonesia – Inggris. Bandung: Hasta, 1980.

 

https://id.wikipedia.org/wiki/Blog.

 

https://mediaindonesia.com/opini/235121/kompetensi-digital.

 

https://www.ruangguru.com/blog/apa-saja-standar-kompetensi-guru-yang-harus-dimiliki